Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Indonesia Lebih Perlu "Calm Down" daripada Ribut soal "Lockdown"

1 April 2020   06:25 Diperbarui: 1 April 2020   07:12 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akses jalan menuju Dusun Baratan, Desa Candibinangun, Kecamatan Pakem ditutup sementara dan ditulisi Lock Down(KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)

Akhir-akhir ini, karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ramai dibicarakan. Harus diakui, publik tak selalu mengerti dengan istilah-istilah yang dipergunakan. 

Istilah populer yang sering dipergunakan warga adalah lockdown. Sebenarnya istilah ini tidak ada dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU KK). Istilah lockdown digunakan warga untuk menyebut secara umum karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar seperti yang tertuang dalam UU KK. 

Karantina adalah pembatasan kegiatan dan atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular. Pasal 49 ayat 1 UU KK membagi karantina menjadi 4 macam: Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, Karantina Wilayah, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Negara-Negara Asia Terapkan Lockdown

Setakat ini, sudah ada banyak negara Asia yang menerapkan lockdown dalam arti karantina wilayah. Ini tiga di antaranya, dengan variasi dampaknya:

1. China

China menerapkan lockdown parsial (bukan seluruh negara) atas Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei dan 12 daerah yang terhubung dengan Wuhan. Setelah diterapkannya penguncian sementara ini, kasus positif korona di wilayah lain di luar Provinsi Hubei cukup sedikit.

Tampaknya aturan lockdown diterima tanpa banyak resistensi oleh warga. Pemerintah pusat juga mengirimkan tim kesehatan dan bantuan pangan ke wilayah terdampak. 

2. Filipina

Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada hari 14 Maret memerintahkan lockdown seluruh wilayah metro Manila dari 15 Maret hingga 14 April.

Beberapa hari kemudian, Duterte memperluas lockdown kawasan metro Manila. Ada pembatasan imigrasi, jam malam, larangan pertemuan publik, jarak sosial, dan penutupan mal. Masyarakat di wilayah yang dikarantina hanya boleh bepergian untuk membeli barang-barang penting.

3. India

Perdana Menteri India Narendra Modi sejak Selasa (24/3/2020) menerapkan karantina massal selama 21 hari. India menutup perkantoran dan pabrik-pabrik serta membatasi transportasi umum.

Baru berjalan lima hari, ribuan pekerja migran di seantero India mulai mudik. Ada yang tewas setelah berjalan puluhan bahkan ratusan kilometer untuk mudik. PM India akhirnya meminta maaf, namun ia mengatakan bahwa ia tidak punya pilihan lain.  

Kisah Sedih Lockdown di Manila

Seorang rekan penulis yang bertugas di Filipina mengisahkan kondisi keuangan warga Manila setelah penerapan community quarantine di kota itu. 

Lembaga yang dipercayakan kepadanya kini sulit menggaji karyawan karena pemasukan nyaris tidak ada. Ia akhirnya merelakan penghasilan bulanannya untuk menggaji karyawan.

Di tengah situasi sulit itu, ia dimintai bantuan oleh seorang bapak. "Karena warga di wilayah kami dilarang keluar, efeknya kami tidak bisa bekerja. Sekarang keluarga kami kehabisan uang untuk membeli makanan terutama untuk dua anak kami yang masih kecil,” pinta bapak itu. 

Akhirnya rekan penulis merelakan simpanan uang yang masih tersisa untuk membantu keluarga terdampak lockdown metro Manila itu.

Indonesia Lebih Perlu Calm Down

Tak dimungkiri, korona perlu dicegah dengan juga penerapan karantina wilayah. Pemerintah kita menyadari situasi Indonesia sebagai negara kepulauan. Karena itu, opsi lockdown nasional sejak awal tidak dipilih pemerintah Indonesia. 

Dengan segala pertimbangan, Presiden Jokowi memilih menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat sejak Selasa (31/3/2020). Presiden Jokowi menegaskan, opsi yang dipilih adalah Pembatasan Sosial Skala Besar (PSSB).

Pasal 1 ayat 11 UU Kekarantinaan Kesehatan mendefinisikan PSBB sebagai pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah terinfeksi penyakit. PSBB meliputi paling sedikit tiga kegiatan yaitu peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. 

Kita masih menantikan seperti apa persisnya penerapan PSBB yang segera diatur dalam Peraturan Pemerintah. Kita nantikan apakah akan ada sanksi tegas dan aturan lebih rinci.

Yang jelas, pemerintah juga berusaha meringankan derita warga paling terdampak korona dengan aneka langkah "stimulus korona".

Presiden Joko Widodo menetapkan tambahan anggaran APBN 2020 demi penanganan korona sebesar Rp 405,1 triliun. Dikutip dari kompas.com, Presiden Joko Widodo mengumumkan pembebasan serta diskon tarif listrik, terutama bagi kalangan miskin. 

Pada hemat penulis, langkah pemerintah ini memang belum maksimal, tapi sudah patut kita apresiasi. Pemerintah tidak gegabah menerapkan lockdown serentak karena tahu bagaimana praktik lockdown di negara-negara lain tak selalu berjalan mulus.

Tentu kita tak ingin kekacauan lockdown India terjadi di negara kita. Juga esktrimnya lockdown metro Manila yang menyebabkan sulit mencari nafkah. 

Kita patut mengapresiasi pemerintah pusat dan daerah yang meski terlihat lambat dan ragu, terus berusaha mencari solusi terbaik.  

Di balik layar, para pejabat negara kita berdiskusi bagaimana mengambil langkah yang tidak terlalu ekstrim, namun cocok diterapkan untuk masyarakat kita. Perdebatan soal apakah pemerintah pusat atau daerah yang salah langkah kiranya tidak perlu kita ributkan lagi. Juga soal permintaan lockdown parsial.

Kita perlu calm down dengan bersikap tenang dan bertindak bijak. Ikuti saja keputusan pemerintah pusat dan daerah. Apa pun bentuk lockdown, kita laksanakan. Juga bila sungguh pemerintah sangat membatasi mudik lebaran tahun ini, misalnya dengan pembatasan akses keluar-masuk ibu kota dan daerah. 

Di sisi lain, pemerintah juga harus peka akan inisiatif baik warga yang telah melakukan "karantina lokal" di kampung  dan perumahan. Tidak perlu mempermasalahkan asal dilakukan secara tertib.

Setop Menyalahkan Pemudik Prematur

Penetapan prosedur karantina bagi pemudik (prematur) dan edukasi bagi warga daerah asal pemudik wajib dilakukan. Jika benar para pemudik terpaksa pulang kampung karena di kota tak ada lagi penghasilan, tak perlu kita salahkan. 

Wasana kata, korona ini menguji akal sehat dan nurani kita agar tak jatuh dalam sikap berlebihan mengkritik dan menyalahkan orang. Kita warga Indonesia lebih perlu calm down (bersikap tenang dan bijak) daripada ribut-ribut soal lockdown.

Bijak jaga kesehatan diri dan lingkungan, galang solidaritas, dan ciptakan suasana positif di tengah badai yang pasti berlalu ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun