Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Mulai Saat Ini di Negeri Ini, Jodoh di Tangan Menteri

22 Februari 2020   06:20 Diperbarui: 22 Februari 2020   06:31 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tersebutlah sebuah negeri. Negeri indah yang dihuni warga yang selalu sumringah. Apalagi saat gajian, jalan-jalan atau rebahan.

Negeri itu bernama Negeri Ini. Ya, negeri Ini. Penduduknya yang ramah itu hidup di bawah dua garis. Garis pertama adalah garis khatulistiwa. Garis kedua adalah garis kemiskinan. Inilah kisah Jono dan Jamilah, dua sejoli di negeri Ini yang sedang dimabuk hal-hal gila.

Jono dan Jamilah sama-sama wong melarat. Tinggal di desa kecil di tepi pantai selatan. 

Jono dan Jamilah teman sejak SD. Dulu mereka dijodoh-jodohkan oleh teman-teman. 

**

Jono dan Jamilah beranjak besar. Kelas 3 SMP. Suatu hari, Dodit, teman Jono berkata, "Jono, dapat salam dari Jamilah. Disuruh petik mangga di depan rumahnya!".

Jono percaya saja pada Dodit. Pulang cari rumput, sore-sore Jono mampir ke rumah Jamilah di kampung sebelah. Aneh, rumah Jamilah sepi. Di halaman rumah tak ada pohon mangga. Pohon mangga itu ada di halaman rumah di seberang rumahnya Jamilah.

Jono berpikir keras. "Hmm, mungkin yang dimaksud Dodit itu pohon mangga tetangga depan rumah Jamilah, ya?"

Demi menyenangkan Jamilah, Jono petik mangga di depan rumah. "Ah, mungkin ini rumah pakdhe-nya Jamilah. Ora opo-opo...," gumam Jono.

Baru saja tangan Jono memegang mangga, suara lelaki menggelagar,"Maling! Dasar bocah mbeling!"

Jono kaget, lalu terjatuh. Pingsan.

Saat siuman, Jono sama-samar melihat wajah Jamilah. "Jon, Jon...kamu kok sebucin itu sih!" celetuk Jamilah. Entah dari mana Jamilah tahu kata bucin alias budak cinta. Yang pasti, Jono hepi-hepi saja mendengarnya. 

**

Waktu berjalan cepat. Jono dan Jamilah tumbuh dewasa. Merantau ke ibu kota.  Jono kerja sebagai tukang kebun sebuah keluarga berada. Jamilah karyawati biasa di rumah makan ternama.

Mungkin sudah suratan ilahi, Jono dan Jamilah tak terpisah jauh. Cuma sepelemparan batu saja kos-kosan mereka. 

Jono yang rajin dan disiplin membuat keluarga Pak Basuki, majikannya senang. Jono juga selalu sopan dan jaga kerapian. Meski kerjanya cuma memotong rumput dan tanaman.

"Pagi, Mas Jhonny," sapa Cantika, putri tunggal Pak Basuki. Seperti namanya, Cantika memang jelita. Sebentar lagi lulus kuliah bisnis. Jono girang dipanggil Jhonny oleh si gadis rupawan. Serasa jadi bintang Holiwut. 

Cantika putri orang kaya tapi tak sombong dan pelit. Pada orang-orang biasa seperti Jono, ia tulus menyapa. Sebenarnya sih, Jono dan Cantika saling menyimpan sebuah rasa di hati masing-masing. Tapi apa daya, mereka terpisah oleh jumlah rekening dan kata orang tua.

Di tempat lain, Jamilah sedang sibuk menyiapkan pesanan makan siang nasi kotak. Ketelitian dan ketelatenannya bekerja membuat bosnya, Bu Sugiharto terkesan. "Jamy, seandainya anakku si Boy itu sadar, ia pasti cari pacar yang rajin kerja seperti kamu," komentar Bu Sugih. 

Jamilah tersenyum malu. "Memang kenapa dengan pacar Mas Boy, Bu?"

"Ibu nggak begitu suka. Pacarnya itu nggak bisa masak. Dimanja orang tuanya sejak kecil," jawab si majikan.

"Oh begitu, ya Bu," kata Jamilah. 

Dalam hati, Jamilah jadi bimbang. Soalnya, beberapa hari terakhir, Mas Boy tetiba curhat padanya. "Jamy, kayaknya aku bakal putus deh sama si dia. Masak aku yang suruh bawa semua belanjaannya. Duh, manja betul...beda dengan kamu."

**

Sabtu sore. Joni dan Jamilah bertemu di kedai kopi. Rutinitas yang telah mereka jalani sejak pindah ke ibu kota yang sebentar lagi akan jadi kota tak beribu. Maklum, ibu kota akan pindah ke pulau lain. 

"Jami, kamu sudah dengar belum berita heboh perkataan Pak Menteri?", tanya Joni.

"Oh, tentang orang kaya diminta nikahi orang miskin itu, ya?" jawab Jami. Joni mengangguk. 

"Lalu?", selidik Jami.

"Mmm...sebagai warga negara yang baik, kita ikuti saja ya perkataan Pak Menteri," kata Joni.

Jamilah terkejut sejenak. Tapi, pelan-pelan ia dapat menguasai dirinya lagi.

"Maksudmu, kita sobat misqueen ini perlu cari pasangan tajir melintir, gitu?," tanya Jamilah.

"Iya, selama ini aku tak pernah cerita. Tapi sebenarnya putri majikanku suka sama aku. Aku juga suka dia. Maaf ya Jamilah...", aku Joni.

Jamilah marah. Tak mau kalah. "Berarti kita sama. Anak bosku juga sepertinya jatuh cinta padaku."

Joni kaget, tapi lama-lama malah senyum-senyum optimis. "Lalu, apa kita sepakat untuk putus, Jamilah?"

Jamilah menatap dalam-dalam wajah Joni. "Joni, Joni... apa dirimu tak ingat kejadian saat kamu jatuh setelah nyolong mangga? Waktu itu aku dengan setia merawatmu meski tetangga depan rumah marah-marah. 

Biar pun mulai saat ini di negeri Ini, jodoh di tangan menteri, aku tetep tresno sliramu, Jon!"

Joni seperti tersambar petir di siang bolong. Cinta Jamilah rupanya terlalu indah. 

"Jamilah, maaf ya. Aku tarik perkataanku soal putus tadi. Aku cuma terpesona kata-kata Pak Menteri. Anggap saja perkataanku salah ketik! Biar pun mulai saat ini di negeri Ini, jodoh di tangan menteri, aku uga tetep tresno sliramu..."

-tamat-

Ruang Berbagi. 21 Feb 20.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun