Surat untuk Ibu dari Medan Perang
Salah satu saksi sejarah Gencatan Senjata Natal 1914 menulis surat untuk Ibunya. Tentara itu bernama Henry Williamson, yang saat itu berusia sembilan belas tahun. Henry adalah tentara yang waktu itu bertugas di London Rifle Brigade.
Ia menulis pada Ibunya,"Ibu yang terkasih, aku menulis dari dalam parit pertahanan. Sekarang jam 11 pagi. Di sebelahku ada api arang, di hadapanku ada 'lubang galian' (basah). Tanahnya licin di parit ini, tetapi beku di tempat lain. Di mulut saya ada pipa yang diberikan oleh Putri Mary. Di dalam pipa ada tembakau. "Tentu saja," mungkin komentarmu o Ibu.Â
Tapi tunggu. Dalam pipa itu adalah tembakau Jerman. "Haha," mungkin tawamu, "pasti tembakau dari tahanan atau tembakau yang ditemukan di parit yang sudah direbut".Â
Oh sayangnya bukan! Tembakau ini hadiah dari seorang tentara Jerman. Ya seorang tentara Jerman yang hidup. Kemarin Inggris dan Jerman bertemu dan berjabat tangan di antara dua parit. Kami bertukar kado kecil dan berjabat tangan. Ya, sepanjang hari Natal. Luar biasa, bukan?"
Damai Dicinta Prajurit, DIbenci Komandan
Gencatan Senjata Natal 1914 dicinta prajurit yang berjibaku di garis depan. Akan tetapi, damai di Hari Natal ini dibenci para komandan. Para komandan cemas bahwa semangat juang para prajurit akan lemah jika persahabatan dengan tentara musuh makin erat.
Karena itu, setelah Natal 1914, para komandan di kedua kubu menyerukan larangan bersahabat dengan tentara musuh. Larangan ini mendapat rekasi beragam, namun bisa dikatakan cukup efektif dari segi kemiliteran.
Natal 1915, Gencatan Senjata Natal tak lagi sehangat tahun 1914. Memang ada gencatan senjata di Natal 1915, namun tak sebesar tahun 1914 yang melibatkan sekitar 100.000 prajurit. Perang Dunia I baru akan berakhir secara definitif pada  11 November 1918, empat tahun setelah Gencatan Senjata Natal yang terkenal itu.
Hikmah bagi Kita