Pagi yang cerah di Vatikan, 25 September 2019. Paus Fransiskus dengan ceria berkeliling di antara hadirin Audiensi Umum di Piazza San Pietro atau Lapangan Santo Petrus. Di antara hadirin, tak hanya umat Katolik. Hadir pula rombongan Nahdlatul Ulama dari Indonesia.Â
Mewakili rombongan Nahdlatul Ulama, Ketua GP Ansor Jateng H Sholahuddin Aly atau Gus Sholah menghadiahkan batik truntum kepada Paus Fransiskus.Â
Gus Sholah berkisah, "Sambil salaman, Paus Fransiskus beberapa kali bilang "Pray for me" dua sampai tiga kali ke saya."
Gus Sholah mendampingi Khatib Aam Syuriah PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengunjungi Italia dan Vatikan bersama rombongan. Yang juga hadir antara lain ialah Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas.Â
Batik yang diserahkan duta Nahdlatul Ulama adalah karya perancang busana tersohor, Iwan Tirta.
Gus Sholah berujar, ia memilih batik sebagai kado untuk Paus Fransiskus karena dua alasan. Pertama, batik adalah warisan budaya Indonesia yang sudah diakui dunia.Â
Kedua, batik bermotif boketan truntum menyimbolkan keindahan serta keabadian cinta kasih antara sesama umat manusia.
Sore sebelumnya, Gus Sholah juga telah menghadiahkan batik kepada Sekretaris Pontifical Council for Interreligious Dialogue Tahta Suci Vatican, Monsinyur Indunil Kodithuwakku.Â
Sejarah dan Filosofi Batik Truntum
Dikutip dari laman batik.or.id, kata "truntum" berasal dari "teruntum-tuntum" (bahasa Jawa) yang bermakna "tumbuh lagi". Truntum berarti "selalu bersemi dan semarak lagi".Â
Batik truntum berpola halus dan bersahaja. Ia adalah harmoni taburan bunga-bunga abstrak kecil atau bunga yang mirip  kuntum bunga melati.
Batik truntum konon lahir dari kisah cinta yang terjadi sekitar tahun 1749--1788 M di Surakarta.Â
Alkisah, Ratu Kencono atau Ratu Beruk, seorang permaisuri merasa sedih karena suaminya, Paku Buwono III lebih memperhatikan selir barunya. Ratu Kencono dalam kegundahannya tekun bersembahyang.Â
Suatu malam, sang permaisuri memandang langit cerah bertabur bintang. Seakan bintang-bintang itulah yang menemai dirinya yang kesepian. Di malam nan sunyi itu, bunga tanjung berguguran di taman. Wangi semerbaknya menghibur sang permaisuri yang sedang dilanda sepi.
Sang permaisuri lantas tergerak untuk mengambil canting dan mulai membatik. Motif yang ia lukis ialah rangkaian bunga-bunga kecil.Â
Setiap malam, demi mengusir sepi, Ratu Kencono membatik sembari berdoa pada Hyang Kuasa. Suaminya lambat laun tahu kebiasaan baru sang permaisuri. Sang Raja terpesona oleh keindahan batik yang dilukis permaisurinya.Â
Perlahan, cinta sang Raja pada sang Ratu bersemi kembali, seperti bunga-bunga yang mekar di kain batik buatan sang Ratu. Itulah mengapa sampai kini batik truntum menjadi simbol cinta yang senantiasa bersemi.Â
Batik Truntum dalam Adat Jawa
Batik truntum yang menyimbolkan kasih-sayang antara manusia masih populer dalam adat Jawa Tengah dan DIY. Lazimnya pengantin perempuan dalam acara midodareni dan acara panggih mengenakan batik truntum.Â
Selain itu, kedua orang tua mempelai juga mengenakan batik truntum saat resepsi pernikahan. Maknanya, orang tua juga menjadi teladan kesetiaan cinta bagi putra-putri yang kini telah membangun bahtera rumah-tangga baru. Kita tahu, dalam menjaga keharmonisan keluarga baru, diperlukan pula harmoni antara mertua dan menantu.Â
Batik Truntum, Tuhan Maha Kasih, dan Kebhinnekaan
Membangun keharmonisan rumah-tangga tidaklah mudah. Ada kalanya hubungan suami dan istri menjadi renggang. Di saat kritis seperti itu, masing-masing pihak diajak untuk sejenak menyepi, merenung, dan mendekatkan diri pada Tuhan, seperti yang dilakukan Ratu Kencono.Â
Dalam keheningan dan berkat tuntunan Hyang Ilahi, Ratu Kencono menghasilkan batik truntum nan memesona. Demikian dahsyat pesonanya sehingga sang suami kembali menyadari cinta sejati pada sang permaisuri.Â
Proses kerukunan dua insan ini terjadi tanpa harus disertai kekerasan. Harmoni dicapai lewat kelembutan dan cinta-kasih.
Demikian pula, harmoni antara umat beragama di negeri bhinneka Indonesia dapat dicapai lewat tegur-sapa lembut, tanpa kekerasan dalam wujud apa pun.Â
Persaudaraan telah, sedang, dan akan terpelihara di antara kita, penganut agama dan kepercayaan yang beraneka di Nusantara tercinta jika kita menyadari bahwa kita semua sama-sama insan yang diciptakan Tuhan Maha Kasih.Â
Kita semua bersaudara. Sebagai saudara, tak elok melukai satu sama lain dengan ujaran kebencian dan permusuhan.Â
Mari kita ingat makna mendalam batik truntum, simbol cinta-kasih dan harmoni antara sesama insan ciptaan Tuhan...
Rujukan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H