Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hatiku Berbunga-bunga Membaca Pesan dari Gadis Kalimantan

4 September 2019   13:32 Diperbarui: 4 September 2019   13:37 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu, sebuah pesan aku terima via aplikasi perpesanan. Aku sempat malas membacanya karena dari nomor baru yang tak kukenal.  "Halo, saya Lili (bukan nama sebenarnya). Saya anak Pak Tommy (nama samaran). Saya hanya mau mengucapkan terima kasih karena dulu saya pernah dibantu membayar uang sekolah," tulis si pengirim pesan.

Aku berusaha mengingat-ingat wajah dan keluarga si pengirim pesan itu. Hmm...meski baru berjarak sepuluh tahun, tak mudah juga menghadirkan kenangan akan orang-orang yang pernah aku temui di perjalanan kehidupanku sampai kini.

Aha... akhirnya aku berhasil mengingat wajahnya. Ia dulu anak SD yang hampir putus sekolah karena keluarganya tak mampu membayar uang sekolah. Sebenarnya bukan aku yang membantu. Aku hanya menyalurkan saja bantuan dari paguyuban orang-orang peduli untuknya. 

Gadis cilik itu kini telah tumbuh dewasa. Ayahnya dulu terkenal sebagai seorang pemain sape' yang  handal. Aku ingat kembali kunjunganku ke rumah Pak Tommy sepuluh tahun lalu. Rumah panggung bersahaja. Tiada kasur. Hanya tikar belaka. Pak Tommy yang kurus itu bekerja sebagai petani gurem. Istrinya sibuk mengurus banyak anak di rumah. Lili adalah salah satu putri mereka.

Waktu itu, Lili berada di ujung tanduk. Ia ingin melanjutkan sekolah tapi orang tuanya tak mampu membiayainya. Syukurlah, kabar itu sampai ke telinga kami. Sedikit dana yang ada kami salurkan untuk beasiswa anak-anak kurang mampu seperti Lili.

"Setelah lulus SMA, saya langsung kerja," demikian lanjutan pesan Lili padaku. Suatu pilihan yang masuk akal karena Lili harus ikut membantu ekonomi keluarganya selepas meninggalnya ayahanda tercinta beberapa waktu lalu.

Lili ternyata masih mengingat kunjunganku sepuluh tahun lalu untuk menyalurkan bantuan padanya. Justru aku yang sudah lupa akan kunjungan singkat itu. Aku tak mengira, Lili selama ini selalu mengingat kebaikan orang-orang padanya, melalui diriku. 

Pesan dari Lili si gadis Kalimantan membuat hatiku berbunga-bunga. Suatu kebaikan, sekecil apa pun, akan selalu diingat oleh orang yang menerimanya. Juga si gadis kecil yang aku pikir sepuluh tahun lalu masih terlalu lugu untuk memahami apa yang sedang terjadi.

Di sisi lain, aku juga sadar, jutaan anak di negeri ini tak seberuntung Lili yang akhirnya selamat dari putus sekolah. Di pelosok desa, namun juga di bawah kolong-kolong jalan tol kota, masih ada Lili-Lili yang lain. Mereka menanti kehadiran malaikat-malaikat berwujud manusia biasa. Siapa malaikat-malaikat berwujud manusia biasa yang harusnya menolong anak-anak miskin? Saya dan Anda.

Ya, tak harus menunggu jadi Youtuber sukses atau menanti jadi anggota DPR RI untuk jadi malaikat penolong bagi Lili-Lili di sekitar kita. Siapa memberi dari kekurangannya, dialah yang paling banyak memberi. 

Jika engkau tak mampu jadi pohon besar, jadilah rumput yang menaungi semut-semut kecil. 

Jika engkau tak mampu menolong seratus anak yatim-piatu, tolonglah satu anak sesuai kemampuanmu.

Jika engkau tak mampu melakukannya sendirian, ajaklah dua-tiga orang lain untuk bersama-sama membantu satu anak yang miskin papa.

Jangan tunda berbuat baik. Mungkin esok engkau sudah dipanggil-Nya.

Selagi masih ada nafas, perbanyaklah amal kebaikan dan ibadahmu. 

Bukalah mata hatimu lebar-lebar. Mungkin di antara anak-anak yang sering bermain di dekat rumahmu, ada Lili-Lili yang sedang menanti uluran tanganmu, wahai malaikat berwujud manusia biasa...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun