Dari obrolan kami, saya menangkap bahwa Omar menganggap gereja dan masjid itu sama-sama tempat beribadah pada Yang Kuasa. Maka dari itu ia tak canggung menjalankan salat di samping Gereja, juga saat umat Katolik sedang merayakan Ekaristi. Omar menjalankan dengan khusyuk, tanpa berpikir soal "najis atau tidak najis".Â
Saya juga yakin, seandainya saya tanya apakah Omar merasa terganggu dengan keberadaan salib dan patung Bunda Maria di sekitar tempat ia menjalankan salat, ia akan menjawab "tidak". Nyatanya dengan khusyuk Omar menjalankan salat tepat di sebelah tembok gereja dan di dekat patung Bunda Maria di halaman gereja.
Seandainya Omar bisa saya tanya saat ini, saat heboh video salib dan "jin kafir" terjadi, saya juga yakin Omar akan menjawab dirinya tak takut atau terganggu dengan "jin kafir" yang konon hadir dalam salib.Â
Ah, kalau soal "jin kafir" atau "jin tidak kafir", justru para "ahli Tuhan" seperti saya yang suka membahas, bukan orang-orang sederhana nan saleh seperti Omar.Â
Pribadi sederhana seperti Omar justru membuktikan, iman itu bukan pertama-tama bahan perdebatan dan pertengkaran, tapi kesadaran bahwa semua manusia bersaudara sebagai makhluk Tuhan Yang Esa. Dan iman tak luntur hanya gegara melihat simbol agama lain.Â
Salam persaudaraan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H