Apa yang menyatukan jilbab, mantilla, dan kerudung suster? Ada tiga hal: a) Ketiganya berfungsi sebagai tudung kepala, b) Ketiganya dipakai oleh wanita, c) Ketiga jenis tudung kepala wanita ini bukan sekadar aksesoris pemanis, tapi dapat juga bermakna sebagai ungkapan religius pemakainya.
Jilbab dan Aneka "Variasinya" dalam Tradisi (Negara-Negara) Islam
Pertama-tama, saya bukan pemeluk agama Islam dan bukan pula peneliti agama Islam. Saya mohon maaf bila ada kekeliruan dalam penyampaian saya. Pembaca budiman saya mohon memberi masukan bagi penyempurnaan artikel sederhana ini.
Tujuan saya ialah sekadar memberi panorama umum variasi kerudung kepala yang dikenakan wanita dalam dunia Islam dan lingkup Kristianitas (terutama Katolik).
Menurut KBBI, Jilbab adalah "kerudung lebar yang dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada".
Fedwa El Guindi dalam "Jilbab: Antara Kesalehan, Kesopanan, dan Perlawanan" menjelaskan bahwa jilbab merupakan bentuk jamak dari jalaabiib yang artinya pakaian yang luas.
Artinya adalah pakaian yang lapang dan dapat menutupi aurat wanita kecuali muka dan telapak tangan hingga pergelangan tangan saja yang ditampakkan.
{Catatan saya, sila rekan-rekan yang menganut dan memahami ajaran Islam mengenai batasan aurat menuliskan informasi yang lebih rinci, entah dalam komentar atau dalam tulisan tersendiri.}
Al-Biqa'i (dalam Thohari, 2011) menyebutkan beberapa arti dari kata jilbab yaitu baju yang longgar atau kerudung penutup kepala wanita, atau pakaian yang menutupi baju dan kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang menutupi badan wanita.
Menariknya, di negara-negara dengan mayoritas pemeluk agama Islam, ada sejumlah "variasi" baju dan penutup kepala wanita. Kata variasi saya beri tanda kutip karena ada kemungkinan, variasi-variasi ini dapat berdiri sendiri sebagai sebuah gaya berbusana.
Berikut foto dan keterangan variasi jilbab yang saya sajikan dalam istilah bahasa Inggris, sesuai sumber yang saya baca:
1. Hijab
2. Chador
3. Niqab
1. Half-niqab: terdiri dari kerudung penutup rambut dan kepala serta kain penutup wajah bagian hidung ke bawah (seperti dalam gambar di atas).
2. Gulf niqab: Selain kerudung penutup rambut dan kepala, Gulf niqab menutup juga bagian dahi penggunanya hingga hanya mata saja yang tampak, seperti gambar di bawah ini.
5. Rusari
Sebenarnya masih ada lagi variasi kerudung penutup kepala dalam tradisi negara-negara Islam. Lihat foto ini:
Simak artikel saya ini
Sekadar informasi, saya pernah membaca unggahan di Facebook Profesor Sumanto Al Qurtuby bahwa di sejumlah negara Arab, kerudung dan busana wanita dikenakan juga oleh wanita-wanita yang tidak memeluk agama Islam.
Bahasa Arab pun digunakan oleh nonmuslim karena memang bahasa Arab adalah bahasa sehari-hari, yang tak terkait erat dengan identitas agama seseorang.
Jadi amat wajar bila Alkitab pun dalam bahasa Arab. Amat wajar pula di negara-negara Arab tertentu menjumpai wanita kristiani yang mengenakan pakaian semacam jilbab dan variasinya.
Baca Juga: Fashion Hijab Anda Membosankan? "Puff Sleeve" ala Selebgram Patut Nih Ditiru
Kerudung Wanita dalam Tradisi Katolik
Kini, mari kita simak varian kerudung yang populer di kalangan umat kristiani, terutama Katolik (agama yang saya anut) meski tidak berarti kerudung-kerudung berikut ini selalu mengungkapkan aspek religius sejak awal-mula keberadaannya.
1. Mantilla
Mantilla menurut pemahaman umum adalah istilah yang berarti ‘sebuah kain ringan atau syal sutra yang dipakai menutupi kepala dan bahu, oleh para wanita di Spanyol dan Amerika Latin.’ Maka nampaknya mantilla tidak terkait langsung dengan iman Katolik.
Memang ada kutipan ayat Alkitab dari surat rasul Paulus kepada jemaat di Korintus yang berbicara mengenai tudung kepala yang harus dikenakan wanita yang bernubuat dan berdoa. Alasan utama penggunaan mantilla bagi perempuan pada zaman dahulu didasarkan pada Kitab Rasul Paulus dalam 1 Korintus 11:2-16.
Berdasar nas ini, Kitab Hukum Kanonik (KHK) tahun 1917 kan. 1262, 2 mengatakan bahwa pria dalam ibadah tidak perlu memakai tutup kepala, kecuali keadaan- keadaan khusus yang menentukan sebaliknya, dan perempuan harus mengenakan tutup kepala dan berpakaian sopan, terutama ketika mereka mendekati altar Tuhan.
Ketika KHK tahun 1983 diresmikan, kanon ini tidak dinyatakan kembali. Kanon 6, 1 (KHK 1983) menyatakan bahwa jika suatu kanon tidak dimasukkan dalam KHK yang baru ini, artinya sudah tidak diberlakukan lagi.
Dengan demikian, kewajiban kanonik bagi para wanita untuk memakai tutup kepala tidak lagi diharuskan setelah munculnya KHK tahun 1983.
Menurut Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Agung Jakarta Romo Hieronimus Sridanto Aribowo Nataantaka, Gereja setelah Konsili Vatikan II tak pernah melarang pemakaian mantilla, tapi juga tidak mewajibkannya. Artinya pemakaian mantilla kini diserahkan pada umat Katolik, boleh memakai, boleh juga tidak saat beribadah dan atau berdoa di gereja.
Umat yang menggunakan mantilla saat upacara liturgi atau doa pribadi tidak salah. Itu merupakan penghayatan iman secara pribadi. Gereja Katolik tak melarang.
Namun, yang paling penting, bagi umat yang memakai mantilla mesti bisa mempertanggungjawabkan iman yang ia hayati. Mungkin dengan memakai mantilla, umat tersebut dapat semakin menghayati imannya. Ini boleh-boleh saja.
Hemat saya, yang memakai mantilla jangan lantas merasa diri lebih baik daripada yang tidak mengenakannya. Justru bahaya jika wanita-wanita Katolik mengagungkan mantilla ialah sifat kesombongan rohani, merasa lebih suci dibanding yang tidak mengenakan mantilla.
Padahal, kriteria kesucian seorang Katolik terletak pada iman dan perbuatan. Aksesoris pakaian tertentu tidak otomatis jadikan seorang wanita Katolik lebih suci dari yang lain. Hendaknya, pemakai mantilla tetap rendah hati.
2. Kerudung Suster (Velum)
Baru-baru ini film Ave Maryam laris ditonton banyak orang, bukan saja orang Katolik. Dalam film itu, Suster Maryam mengenakan kerudung suster. Berbeda dengan mantilla yang juga dikenakan perempuan awam (bukan biarawati), kerudung suster atau velum (dalam bahasa Latin) dikenakan biarawati Katolik.
Makna velum atau kerudung suster utamanya adalah sebagai lambang ikatan perkawinan/ persatuan mereka dengan Kristus. Dalam upacara penerimaan busana biarawati (lihat foto di bawah), para suster menyerahkan hidup mereka sebagai mempelai Tuhan.
Ada yang serba tertutup, ada yang agak terbuka. Menariknya, keharusan mengenakan kerudung penutup kepala bagi wanita juga bervariasi. Mohon masukan demi penyempurnaan tulisan sederhana ini. Mohon maaf bila ada informasi yang kurang akurat. Salam Bhinneka Tunggal Ika.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H