Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

6 Korban Tewas Terlalu Banyak, Hentikan Kebodohan Ini

23 Mei 2019   07:35 Diperbarui: 23 Mei 2019   07:50 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demo 22 Mei 2019 membawa hanya kabar duka dan derita. "Korban sejauh ini ada 6 korban meninggal," kata Anies Baswedan mengutip data Dinkes DKI Jakarta, Rabu (22/5/2019). 

Duka Keluarga yang Kehilangan Anak-Anaknya

Nurwasito, warga Tambora, Jakarta Barat, adalah ayah korban demo berdarah 22 Mei, Adam Nooryan. Menanggapi kepergian putranya, Nurwasito berkata, "Mudah-mudahan semua cepat selesai, nggak ada rusuh-rusuh kayak gini lagi". Adam Nooryan baru berusia 17 tahun. 

Sementara itu, di Limo, Depok, Jawa Barat, tangis keluarga pecah kala jasad Farhan Savero (35) tiba disambut orang tuanya. Safri Alamsyah, ayah Farhan menyambut keranda jenazah Farhan yang dibalut kain warna hijau.

Ratusan Korban Luka

Di media sosial, dengan mudah tersua foto korban luka demo  22 Mei lalu. Ada warga peserta demo dan juga aparat keamanan. BBC mengabarkan, ada lebih dari 200 korban luka akibat kerusuhan di aneka titik berkumpulnya massa.

Sekolah dan Kantor Diliburkan

Dari unggahan medsos, kita tahu banyak sekolah dan kantor meliburkan siswa dan karyawan. Sejumlah kantor meminta karyawan tidak mengenakan pakaian resmi  atau dinas selama hari-hari sebelum dan sesudah 22 Mei. 

Media Sosial Dibatasi

Warganet kesulitan mengunggah gambar dan video, bahkan tidak bisa sama sekali menggunakan sejumlah aplikasi medsos populer di bawah kendali grup Facebook.

Menurut Menko Polhutkam, langkah ini ditempuh untuk membatasi penyebaranberita bohong yang berpotensi memperkeruh situasi.

Akibat pembatasan ini, celakanya, aktivitas perekonomian via jual-beli daring dan urusan pekerjaan jadi terganggu. 

Korban Tewas Sudah Terlalu Banyak, Hentikan Kebodohan Ini

Satu korban tewas saja sudah terlalu banyak, apalagi enam. Untuk memperjuangkan apa dan siapa? 

Sayangnya, ada begitu banyak kepentingan berkelindan dalam ribut-ribut massal 22 Mei lalu. Amat sulit mengurai siapa yang bertanggung jawab atas segala kerusuhan dan kerugian jiwa serta ekonomi akibat demo rusuh itu.

Pihak Polri menengarai, aksi ini ditunggangi pihak-pihak yang ingin mengacaukan negeri. Lebih negeri lagi, demo 22 Mei disinyalir dimanfaatkan kelompok teroris untuk merongrong kedaulatan negara.

Pihak aparat keamanan juga mengatakan, ada upaya penyelundupan senjata api yang sedianya ditembakkan ke pejabat, aparat, dan warga untuk menjatuhkan kredibilitas pihak keamanan dan mengadu pihak keamanan dengan warga.

Simpang-siur penyebab kematian para korban tewas. Rumah sakit mengatakan, korban tewas dengan alasan tidak wajar dan perlu otopsi.

Keluarga menolak otopsi. Kabar yang beredar, ada korban tewas karena peluru tajam.

Namun, kepolisian mengatakan tidak mempersenjatai petugas di lapangan dengan senjata api berpeluru tajam.

Sungguh, dalam peristiwa kerusuhan semacam ini, klaim satu pihak dibantah pihak lain hingga publik tak bisa tahu pasti apa yang sejatinya sednag terjadi.

Apakah benar ada dalang dari kalangan politisi dalam negeri, atau jangan-jangan, ada pihak ketiga yang memancing di air keruh.

Satu hal yang pasti: rakyat diadu dengan rakyat. Jangan lupa, polisi dan TNI adalah juga bagian dari rakyat Indonesia.

Haus kuasa telah membutakan nurani sebagian politisi dan tokoh negeri yang seharusnya melindungi rakyat.

Seruan Moral untuk Jokowi-Prabowo dan Kita Semua

Pak Jokowi dan Pak Prabowo, tunjukkanlah kenegarawanan Anda. Tak cukup mengimbau agar damai. Anda berdua harus berdamai.

Tak cukup mengumbar orasi agar warga pulang ke rumah. Anda berdua harus melakukan langkah-langkah konkret dan pendekatan nyata agar kebodohan ini segera dapat diakhiri.

Para pemuka agama dan politisi, tunjukkanlah moralitas Anda sekalian sebagai tokoh masyarakat. Hentikan politisasi ayat dan agama. Kami sudah muak dengan seruan membela agama, yang ternyata adalah kedok seruan membela kubu politisi tertentu.

Sebagai seorang nonmuslim yang memiliki kecintaan pada saudara-saudariku umat Islam, saya sangat bersedih, mengapa justru di bulan ramadan ini, jatuh korban dan rakyat (yang mayoritas Islam) diadu dengan rakyat.

Saya terus berdoa agar kebodohan ini segera diakhiri dan negeri kita aman kembali.

Pertama-tama, para elit-lah yang harus memberi teladan rekonsiliasi dan kepatuhan pada hukum. 

Kedua, para tokoh agama yang partisan harus kembali ke panggilan sebagai penjaga akhlak, bukan pembela politisi dengan dalil-dalil suci. 

Ketiga, warga harus sadar, betapa kita telah diadu domba oleh nafsu untuk berkuasa. Jangan-jangan, kita saat ini pun sedang diadu domba oleh pihak ketiga yang ingin menciptakan kekacauan sosial. Setop menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian.

Mari kita hentikan kebodohan ini. Jangan sampai muncul korban-korban baru. 

Salam Indonesia damai!

Sumber: 1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun