Penderitaan dan kebahagiaan adalah dua sisi dari satu mata uang yang satu dan sama: kehidupan.Â
Kecenderungan kita adalah menghindari penderitaan. Kita berusaha hidup baik di hadapan Tuhan dan sesama.Â
Harapannya, kita dijauhkan dari bahaya dan derita dunia serta siksa neraka.Â
Saat Orang Baik MenderitaÂ
Saat orang baik harus menderita, kita biasanya berontak pada Tuhan. Apalagi bila orang yang harus menderita itu adalah kita yang sudah berusaha jadi orang baik. "Tuhan, apa dosaku hingga aku harus menderita begini? Mengapa para koruptor itu sehat dan gembira sedang aku yang saleh harus menderita?"Â
Sepanjang masa, selalu ada pemberontakan orang saleh yang harus bergulat menerima derita. Â Â
Tak terkecuali Yesus. Dalam kemanusiaan-Nya, Yesus juga bergulat menerima derita.Â
Di Taman Getsemani, menjelang penangkapan dan penyaliban yang harus dialami demi menebus dosa dunia, Yesus berdoa dengan hati gelisah, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu  dari-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki" (Injil Matius 26:39).
Inilah yang diperingati umat kristiani dalam ibadat Jumat Agung: sengsara dan wafat Yesus. Yesus adalah contoh nyata seorang benar dan saleh yang harus menderita.Â
Tak main-main, Yesus dijatuhi hukuman mati dengan penyaliban, hukuman paling hina dan kejam pada masa penjajahan Romawi.Â
Makna Penderitaan
Perlu kita pahami, tidak semua penderitaan bernilai sama.Â
1) Ada penderitaan yang diakibatkan oleh kesalahan sendiri. Misalnya, orang sembrono saat berkendara sehingga kecelakaan. Penderitaan akibat kesalahan sendiri ini bermakna sebagai pengingat bagi yang bersangkutan untuk lebih bijak dalam hidup.
2) Ada penderitaan yang dialami sebagai bagian integral hidup manusia. Misalnya, orang jahat maupun orang baik sama-sama punya risiko sakit parah atau terjangkit virus mematikan.
Dalam hal ini, penderitaan tidak ada sangkut-pautnya dengan tindakan jahat atau baik seseorang. Yang sewajarnya dilakukan orang yang menderita karena sebab natural ini adalah menerima penderitaan itu dan semakin berpasrah pada Yang Kuasa. Tidak perlu mempersalahkan Tuhan. Justru penderitaan jenis ini menjadi ajakan bagi yang bersangkutan untuk menyadari bahwa:
- hidup ini bukan miliknya, tapi milik Tuhan
- hidup ini amat patut disyukuri, meski dirinya sedang menderita
- penderitaan yang ia alami mungkin tak sehebat penderitaan yang harus dialami orang-orang lain
- penderitaan ini mengingatkan bahwa ia harusnya tak lupa meminta maaf pada orang-orang yang pernah ia sakiti
3) Ada penderitaan yang dialami seseorang karena ia memerjuangkan nilai-nilai luhur. Misalnya, seorang hakim jujur yang ditembak hingga luka parah karena ia menolak kompromi dengan koruptor. Penderitaan akibat sikap setia pada nilai-nilai mulia tentu bermakna sebagai pengorbanan diri demi kebaikan yang pantas diperjuangkan.
Orang yang menderita karena memperjuangkan keadilan, kejujuran, dan aneka nilai luhur lainnya justru patut berbahagia karena Tuhan pasti memerhatikan hamba-hambaNya yang saleh namun dianiaya.
Lebih baik menderita di dunia sebagai konsekuensi memerjuangkan nilai luhur daripada menderita siksa neraka akibat perbuatan jahat selama hidup di dunia fana.
Lebih baik menderita bukan akibat kesalahan sendiri daripada membuat orang lain menderita akibat kelalaian dan kesengajaan kita.
Di dunia yang sementara ini, orang baik kadang harus banyak menderita. Namun pada akhirnya, orang saleh yang menderita akan menerima penghiburan sejati dari Tuhan Maha Kasih dan Maha Adil.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H