Slamet Jumiarto, warga asal Semarang, sudah 19 tahun tinggal di Yogyakarta. Baru-baru ini ia yang sudah ber-KTP Yogya mencari kontrakan di tempat yang menurutnya lebih nyaman. Tertarik oleh sebuah iklan, ia lantas mengontrak rumah di Dusun Karet, Pleret, Bantul, DIY.
Pemilik rumah yang dikontrakkan itu adalah juga warga pendatang. Awalnya, semua tampak lancar.
"Saya pindah ke sini karena (rumah) lebih luas dan harganya lebih murah. Terus hari Sabtu (30/3/2019) saya mulai menempati rumah ini," ujar Slamet di rumah kontrakannya, RT 8 Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret.
Sebelum pindah, Slamet sudah meminta konfirmasi dari pemilik rumah dan calo mengenai perbedaan agama yang ia anut dengan yang dianut warga asli Dusun Karet. Dua pihak tersebut mengatakan tidak ada masalah.
Celakanya, saat menghadap ketua RT 8 untuk minta izin dan menyerahkan dokumen, si ketua RT menolak memberi izin bagi keluarga Slamet.
Alasannya, agama keluarga Slamet tidak sama dengan agama warga Dusun Karet.
Upaya Slamet memprotes perlakuan ketua RT itu kepada Kepala Dusun sia-sia. Kadus juga menolak. Alasannya, di Dusun Karet sudah ada aturan yang dibuat sejak tahun 2015 dan disepakati warga. Aturan itu juga memuat masalah jual beli tanah sampai kompensasi. Penduduk luar Karet yang beli tanah tidak diperbolehkan yang beda agama dengan masyarakat Dusun Karet.
Slamet melayangkan protes ke Kantor Gubernur DIY
Slamet merasa amat kecewa. Ia menyampaikan keluhan ke Kantor Gubernur DIY. Laporan Slamet dialihkan ke Sekda Bantul, dan dari Sekda Bantul dialihkan ke Kelurahan Pleret. Sayangnya, mediasi dengan Kelurahan Pleret dan Pedukuhan Karet gagal.
Sejatinya, masalah ini sudah didengar oleh DPRD DIY.Â