Pada penghujung Maret 2019, Parlemen Eropa telah menyepakati pelarangan penggunaan plastik sekali pakai. Produk-produk yang dilarang, antara lain, adalah alat makan plastik, cotton buds, sedotan, dan adukan plastik.Â
Keprihatinan utama ialah demi mengurangi sampah plastik yang mencemari pantai dan lautan.
Keputusan ini akan mulai berlaku penuh tahun 2021 di semua negara anggota Uni Eropa.Â
Produk-produk lain yang dilarang
Selain barang-barang yang telah disebut di atas, pelarangan ini juga menyasar gelas dari polystyrene dan dari plastik oxo-degradable yang ketika hancur berubah jadi mikroplastik.Â
Mulai tahun 2025 nanti, Uni Eropa menuntut agar botol plastik dibuat dari setidaknya 25 % plastik yang dapat didaur-ulang. Pada tahun 2029, Uni Eropa menargetkan, 90 % botol plastik harus bisa didaur-ulang.
Uni Eropa juga ingin melarang tisu basah yang berpotensi menyumbat saluran air. Nantinya, tisu basah, sanitary towel, filter rokok, dan gelas berbahan plastik akan diharuskan mencantumkan label yang menerangkan bahwa barang-barang itu dibuat dari plastik.
Kemasan produk akan memuat peringatan bagi konsumen agar menyadari risiko buruk bagi lingkungan bila konsumen membuang kemasan itu secara sembarangan.
Selain itu, akan diterapkan "pajak polusi" pada pabrik jaring sebagai ganti-rugi atas jaring yang akhirnya mencemari laut.
Ambisi Eropa menyelamatkan lingkungan
Frans Timmermans,wakil presiden Komisi Eropa, mengatakan, "Hari ini kami  telah mengambil keputusan penting untuk mengurangi sampah plastik yang mencemari lautan. Kita bisa melakukan hal ini. Eropa sedang menetapkan standar baru yang ambisius, yang membuka jalan bagi negara-negara lain untuk melakukan hal serupa."
Darurat sampah plastik di dunia dan di Indonesia
Setiap tahun, Eropa menghasilkan 25 juta ton sampah plastik. Hanya 30 % berhasil didaur-ulang.
Suatu penelitian menunjukkan, lebih dari 80 persen sampah lautan adalah plastik.Â
Bagaimana dengan situasi di Indonesia?
Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/tahun. Mirisnya, sebanyak 3,2 juta ton sampah plastik itu tak didaur-ulang dan akhirnya menjadi sampah di laut.
Penelitian McKinsey and Co. dan Ocean Conservancy menyebutkan, Indonesia adalah negara penghasil sampah plastik nomor dua di dunia setelah Cina. Secara lebih spesifik, riset itu mengklaim, 36-38 % sampah di di kawasan pesisir didominasi oleh plastik.
Sementara itu, penelitian yang dirilis University of Georgia menyebutkan bahwa Indonesia termasuk dalam 10 besar negara penyumbang sampah plastik terbanyak ke laut dengan perkiraan 0,48-1,29 juta metrik ton per tahun.
Indonesia kapan melakukan upaya berarti?
Sejatinya, Pemerintah kita melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah menyadari darurat sampah plastik di lautan Indonesia.
KKP yang dipimpin Menteri Susi Pudjiastuti menargetkan pengurangan sampah plastik di lautan hingga 70 persen pada tahun 2025.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti  (13/8/2018) menyatakan, ada tiga hal utama yang difokuskan KKP dalam upaya pembersihan pantai tersebut.Â
"Pertama adalah dengan menjaga agar sampah plastik di daratan tidak berakhir di laut.Â
Kedua dengan menekankan upaya daur ulang sampah plastik danÂ
ketiga mengubah pola pikir masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan dan mengurangi konsumsi plastik sekali pakai."
Ironis, DPR masih hobi konsumsi botol plastik
Dalam tulisan saya ini saya menuliskan ironi DPR yang justru disindir Menteri Susi Pudjiastuti karena DPR masih hobi membeli air minum berbotol plastik.
Bukankah seharusnya DPR membuat hukum untuk "meniru" langkah Uni Eropa melarang penggunaan produk-produk plastik sekali pakai"? Maka dari itu, semoga DPR baru hasil Pileg 2019 ini mau serius memikirkan upaya menanggapi darurat sampah plastik di Indonesia.Â
Dalam memilih anggota DPR nanti, jangan pilih mereka-mereka yang nyatanya tidak berbuat apa-apa untuk menanggulangi sampah.Â
Pilihlah calon wakil rakyat yang punya kepedulian pada lingkungan. Mari memilih calon yang jelas tidak punya perusahaan perusak lingkungan. Syukur-syukur memilih kandidat yang punya visi peduli lingkungan. Semoga saja, DPR dan Pemerintah kita ke depannya punya visi yang jelas seperti Masyarakat Eropa dalam mengurangi sampah plastik.Â
Kehadiran undang-undang yang lebih tegas dan cerdas dalam mengatur plastik sekali pakai amatlah mendesak.
Gerakan yang telah dan sedang dilakukan
Apa solusi agar sampah plastik bisa kita kurangi agar tak jadi sampah di lautan kita? Â Direktur Gerakan Diet Kantong Plastik Indonesia Tiza Mafira mengatakan, "Solusinya adalah dengan mencegah penggunaan plastik sekali pakai."
Kampanye Diet Kantong Plastik pernah bekerjasama dengan sebuah ritel di 6 kota besar dalam penerapan prosedur Diet Kantong Plastik di kasir selama November 2010-November 2011.
Menariknya, aksi ini dapat mengurangi 8.233.930 lembar kantong plastik dan dapat mengumpulkan dana sukarela dari konsumennya sebesar 117 juta rupiah untuk kegiatan bebersih kota dari kantong plastik di Bogor, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.
Selain itu, dari tahun 2011 hingga 2013, komunitas GDKPI di masing-masing kota terkait telah mengadakan sosialisasi kampanye pengurangan kantong plastik di 10 kota:Banda Aceh, Tangerang, Jakarta, Bekasi, Bogor, Bandung, Gresik, Yogyakarta, Surabaya, hingga Makassar.
Aprindo juga telah berupaya mengurangi penggunaan kantong plastik tak ramah lingkungan dengan menerapkan, antara lain, kantong plastik berbayar. Konsumen harus membayar 200 rupiah untuk mendapatkan kantong plastik.Â
Aprindo mengatakan, ini adalah langkah awal. Aprindo juga akan mendorong peritel anggotanya untuk menyediakan tas belanja ramah lingkungan dan tas plastik yang ramah lingkungan.
Sudah cukup efektifkan semua gerakan tadi?
Pertanyaan yang lantas mengemuka ialah: Sudah efektifkan semua gerakan tadi? Jawabannya, kiranya, adalah belum. Â Tujuan utama kita adalah mengubah pola konsumsi dan pola masyarakat dalam mengelola sampah plastik sekali pakai agar tak mencemari alam.
Untuk menggapai tujuan mulia itu, sepertinya masing-masing kelompok masih berjuang sendiri-sendiri. Target pengurangan sampah plastik sekali pakai seharusnya jadi target nasional, bukan hanya target KKP saja.
Hemat saya, perlu dibuat Gugus Kerja khusus untuk mengatasi masalah sampah plastik sekali pakai ini. Gugus Kerja ini bisa dikomandoi oleh KKP yang sudah memiliki program dan anggaran untuk mengurangi sampah plastik di lautan kita.
Gugus Kerja ini perlu melibatkan para pemangku kepentingan, mulai dari industri plastik, peritel, kelompok peduli lingkungan, kelompok nelayan, dan pemerintah daerah.Â
Ini kerja besar yang tak mudah. Karenanya, KKP perlu bersinergi dengan Kementerian lain. Edukasi bahaya sampah seharusnya jadi tugas Kementerian Pendidikan. Pengelolaan objek wisata pantai dan lautan dengan memerhatikan pengelolaan sampah harusnya jadi tugas Kementerian Pariwisata.
Tugas kita, warga masyarakat
Kita tidak boleh diam saja dan menyerahkan semua pada pemerintah atau pada warga yang tinggal di pesisir pantai.
Bahkan kita yang tinggal jauh dari lautan dan pantai harus sadar, sampah yang kita buang sembarangan pada akhirnya bisa berakhir di lautan, atau bahkan akhirnya kita makan tanpa kita sadari.
Bayangkan saja, plastik pembungkus permen yang kita buang terbawa air hujan ke sungai, dan akhirnya ke lautan.Â
Di laut, plastik jahanam itu dimakan oleh ikan, dalam wujud mikroplastik. Ikan itu ditangkap nelayan. Kita membeli ikan yang sudah tercemar mikroplastik itu. Akhirnya, kita memakan plastik yang kita buang. Terbayang tidak betapa ngerinya memakan plastik?
Saya telah menulis 7 langkah puasa plastik sekali pakai.
Anda, keluarga dan komunitas Anda bisa melakukan langkah-langkah yang saya anjurkan atau langkah-langkah lain untuk mengurangi daya rusak konsumsi plastik sekali pakai.
Membagikan pesan cinta lingkungan melalui tulisan, pesan singkat, obrolan warung kopi, rumpian di arisan adalah cara-cara untuk menyelamatkan alam ciptaan dari teror sampah plastik.
Alih-alih berdebat politik, mari kita sebarkan cara-cara untuk mengatasi darurat sampah plastik.
---
Sekadar promosi, sila bagikan tulisan ini dan tulisan tentang puasa plastik di medsos Anda...hehehe...
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI