Generasi milenial identik dengan gawai, bukan dengan pertanian. Metha Trisnawati mematahkan gambaran umum tersebut. Ia akrab dengan gawai dan petani sekaligus. Ia memadukan kekuatan media sosial dan potensi petani lokal dalam inovasi menarik yang menguntungkan petani dan konsumen.
Sayurbox yang "out of the box"
Metha Trisnawati (30 tahun) adalah lulusan ITB (2010) dan University College London (2016). Ia adalah co-founder sekaligus CEO Sayurbox, sebuah perusahaan rintisan (start-up) asli Indonesia yang uniknya menggarap sektor pertanian sayur-mayur dan buah-buahan lokal. Metha memutuskan untuk bergabung dengan startup Sayurbox yang baru dibentuk pada Juli 2016 oleh oleh Amanda Susan dan Rama Notowidigdo.
Sayurbox memang "out of the box". Ia bukan bagian  dari korporasi raksasa yang menindas petani dengan membeli produk dengan harga rendah.
Sayurbox justru menghubungkan produsen (petani) dengan konsumen tanpa ada campur tangan rantai panjang  distributor yang memetik keuntungan dari harga jual ke konsumen akhir. Harapannya, dengan pemendekan rantai distribusi ini, petani menerima penghasilan yang lebih besar.
Saat ini Sayurbox telah menjalin kemitraan dengan lebih dari 22 mitra petani maupun produsen lokal. Menariknya, tim kerja Sayurbox terdiri dari 80% perempuan yang menyukai dunia cocok tanam. Yang menggembirakan, perusahaan rintisan lokal ini telah mampu menjaring 9.000 konsumen di area Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Depok. Syukurlah, jumlah pelanggan terus bertumbuh setiap bulannya.
Berkat segala inovasi ini, Sayurbox jadi pemenang 'Seedstars World Jakarta 2017'.
Awal-mula Sayurbox
Amanda Susan, sahabat Metha, jengah dengan hidup perkotaan. Ia lantas mencoba berkebun sendiri di sebuah lahan kosong di Sukabumi.Â
Amanda perlahan tahu aneka masalah para petani lokal, seperti hasil panen yang berlebih tanpa ada akses untuk menjualnya.