Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Tiga Alasan Memilih Caleg Milenial, Bukan Caleg Zaman Old

13 Maret 2019   16:42 Diperbarui: 14 Maret 2019   07:46 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ngapain sih milih caleg milenial? Mereka ini kan masih hijau. Masih anak bawang. Nggak tahu apa-apa. Sebagian juga nyaleg karena dukungan orang tua atau kerabat yang juga politisi senior. Sama saja mendukung nepotisme. 

Itulah sebagian pendapat orang ketika menanggapi kemunculan para caleg milenial di Pemilu 2019 ini. 

Persentase caleg milenial

Menurut Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), daftar caleg sementara (DCS) Pemilu Legislatif 2019 memuat 21 persen caleg DPR berusia milenial.

"Mayoritas caleg berusia produktif, yaitu 36-59 tahun atau 68 persen, ditambah kelompok usia milenial berusia 21-35 tahun sebanyak 21 persen," kata peneliti Formappi Lucius Karus di kantornya, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (14/9/2018).

3 alasan memilih caleg milenial

Pertama, caleg milenial paling paham dunia anak muda

Berdasarkan riset KedaiKOPI yang diolah dari data Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok milenial merupakan pemilih terbesar. Persentase kelompok milenial yang punya hak suara sebesar 37,7 persen pada Pemilu 2019. Nah, pemilih muda dengan persentase sebesar ini sebaiknya memilih siapa?

Caleg dari kalangan milenial tentu lebih paham dunia anak muda. Masalah pendidikan kaum muda, lapangan pekerjaan, startup, unicorn yang online-online, jual-beli daring, jasa daring, tren medsos tentu lebih dipahami caleg milenial dibanding caleg zaman old. 

Ini jadi salah satu alasan mengapa kaum pemilih milenial pantas memilih caleg milenial. 

Kedua, caleg milenial bebas dosa politik masa lalu

Caleg milenial adalah generasi baru calon politisi Indonesia. Mereka tak terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme yang marak, antara lain, di masa Orde Baru. 

Hanya saja, harus diakui, sebagian caleg milenial mungkin saja didorong untuk mencalonkan diri oleh orang tua atau kerabat yang sudah lebih dulu terjun ke dunia politik. Tidak ada yang salah dengan hal ini sepanjang maksudnya mulia. Namun, kalau pencalonan caleg milenial ini ditujukan untuk melanggengkan nepotisme dan kuasa korup keluarga, tentu ini bukan hal terpuji.

Ketiga, caleg milenial lebih enerjik 

Caleg milenial lebih enerjik dibandingkan caleg zaman old. Tengok saja kiprah sejumlah besar caleg milenial yang turun ke daerah-daerah, bertemu langsung dengan calon pemilih. Beda sekali dengan mayoritas caleg zaman old yang lebih mengandalkan baliho, nama besar, dan mesin politik partai untuk meraih suara.

Beberapa contoh caleg milenial enerjik:

- Andityas Bima Prasatya 

dokpri Bima Prasatya
dokpri Bima Prasatya
Di daerah pemilihannya, Bantul Barat, Prasatya yang adalah caleg PDI-P terjun langsung dalam pembinaan UKM dan pendampingan pengembangan wisata berbasis masyarakat. Ia rajin menemui pelaku UKM dan wisata berbasis warga.

Pendekatan ini banyak berbeda dengan caleg tua. Sebagian besar caleg zaman old lebih memilih memasang baliho besar di tepi jalan, daripada terjun langsung mendampingi pelaksanaan program-program sosial bagi masyarakat. 

- Edi Susilo

dokpri Edi Susilo
dokpri Edi Susilo
Di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan, Edi Susilo turut mencalonkan diri melalui Partai Nasional Demokrat.

Begitu lulus Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta, Edi pulang ke kampung halaman dan menjadi aktivis pertanian.
Edi mengaku dana pencalonannya tidak besar, hanya sebagian penjualan cabe dan hasil kebun lain. Namun dia percaya, modal sosial sebagai aktivis di tengah petani akan memberi sokongan lebih besar.

"Pencalonan ini, selain dari motivasi saya sendiri, juga karena dorongan dari teman-teman petani, terutama petani muda, karena saya adalah koordinator Petani Muda se Kabupaten OKU Timur," ujar Edi.

Menilai caleg milenial

Lihatlah energi para caleg milenial. Mereka punya idealisme khas anak muda dan bekerja untuk mewujudkan idealisme itu. Mereka adalah kaum muda yang haus akan perwujudan diri, tak seperti caleg zaman old yang mencalonkan diri, antara lain, hanya untuk melanggengkan kekuasaan saja karena sudah menikmati manisnya tahta.

Energi para caleg milenial ini nicaya akan mereka curahkan bila mereka lolos ke parlemen nanti. Di tingkat nasional, ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan anggota DPR. 

Ada banyak RUU penting yang harus dibahas, misalnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Ekonomi Kreatif. Bukankah selama ini, RUU-RUU itu banyak yang terbengkalai karena rendahnya kinerja caleg zaman old? Caleg zaman old biasanya sibuk mengurus partai dan bisnis pribadi dibanding menghadiri rapat demi rakyat.

Selain itu, kita perlu RUU yang memajukan generasi muda dalam berbisnis, menimba ilmu dan keterampilan. Caleg milenial tentu paham UU baru apa yang diperlukan generasi muda.

Memilih caleg milenial yang penuh energi jadi salah satu solusi untuk meningkatkan kinerja DPR masa depan sekaligus memajukan generasi muda.

Mari kita ingat kata-kata Bung Karno:

"Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. 

Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia"

***

Sekadar catatan, nama dan partai yang saya cantumkan hanyalah contoh belaka. Tiada maksud mengkampanyekan mereka. Saya dukung semua caleg milenial yang tulus mencalonkan diri demi kemajuan negeri!

Sumber:
Tribunnews.com
VOAIndonesia.com
Detik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun