Caleg milenial adalah generasi baru calon politisi Indonesia. Mereka tak terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme yang marak, antara lain, di masa Orde Baru.Â
Hanya saja, harus diakui, sebagian caleg milenial mungkin saja didorong untuk mencalonkan diri oleh orang tua atau kerabat yang sudah lebih dulu terjun ke dunia politik. Tidak ada yang salah dengan hal ini sepanjang maksudnya mulia. Namun, kalau pencalonan caleg milenial ini ditujukan untuk melanggengkan nepotisme dan kuasa korup keluarga, tentu ini bukan hal terpuji.
Ketiga, caleg milenial lebih enerjikÂ
Caleg milenial lebih enerjik dibandingkan caleg zaman old. Tengok saja kiprah sejumlah besar caleg milenial yang turun ke daerah-daerah, bertemu langsung dengan calon pemilih. Beda sekali dengan mayoritas caleg zaman old yang lebih mengandalkan baliho, nama besar, dan mesin politik partai untuk meraih suara.
Beberapa contoh caleg milenial enerjik:
- Andityas Bima PrasatyaÂ
Pendekatan ini banyak berbeda dengan caleg tua. Sebagian besar caleg zaman old lebih memilih memasang baliho besar di tepi jalan, daripada terjun langsung mendampingi pelaksanaan program-program sosial bagi masyarakat.Â
- Edi Susilo
Begitu lulus Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta, Edi pulang ke kampung halaman dan menjadi aktivis pertanian.
Edi mengaku dana pencalonannya tidak besar, hanya sebagian penjualan cabe dan hasil kebun lain. Namun dia percaya, modal sosial sebagai aktivis di tengah petani akan memberi sokongan lebih besar.