[Kisah Minggu Pagi-3 lanjutan dari SINI]
Bertahun-tahun silam, saya yang waktu itu masih calon pastor berkesempatan tinggal selama beberapa hari di rumah sebuah keluarga di Solo.
Di rumah itu, tinggallah sepasang suami-istri berusia 60-an tahun.
Di hari pertama, sang kepala keluarga, sebut saja Pak Ardi dengan bangga menunjukkan foto putra semata wayangnya.
"Ini anak tunggal saya. Sudah kerja di Australia."Â
Dari nada bicaranya saat berkisah, saya merasakan kebanggaan seorang ayah yang berhasil menyekolahkan anak hingga tuntas meski dengan susah-payah.
Rumah yang keluarga itu tinggali pun bukan rumah mewah. Perabotannya wajar untuk ukuran orang kota.
Tempat doa dan ketekunan berdoa
Pak Ardi lantas menunjukkan sebuah sudut rumah di mana ia dan istrinya berdoa tiap hari. "Di sinilah saya, istri, dan putra kami -waktu ia masih di sini- berdoa tiap malam," tutur Pak Ardi.
Tiap malam, saya pun ikut Pak Ardi dan istrinya berdoa bersama. Menariknya, pasangan suami-istri ini mendoakan doa completorium.
Apa itu? Doa completorium adalah doa malam yang pada zaman sekarang biasanya hanya didoakan para pastor dan biarawan-biarawati Katolik.