[Seri Kisah Minggu Pagi-1]
Suatu hari teman mengajak saya datang ke rumah seorang tukang pijat. Ia tinggal di perbatasan Klaten dan Gunung Kidul, Yogyakarta. Sayangnya, saya sudah lupa nama desanya.
Ia tukang pijat tradisional yang dikenal orang mampu membantu penyembuhan pasien-pasiennya. Di rumahnya yang bersahaja, ia tinggal bersama istri tercinta yang juga telah berusia senja.
Kisah pahit
Sang bapak tukang pijat seorang yang ramah. Sembari memijat saya, ia berkisah tentang keluarganya. Saya bertanya, pasiennya datang dari mana saja. Ia menjawab, dari luar daerah juga banyak yang datang.
Di tengah obrolan kami, sang bapak menceritakan kisah menarik. Ia pernah dipenjara di Pulau Buru pada tahun 1960-1970-an. Ia waktu itu dituduh sebagai orang yang tergabung dalam organisasi terlarang.
Sebelum dikirim ke Pulau Buru, ia pernah ditahan di sebuah lokasi di seputaran Jogja. Di situlah ia disiksa oleh oknum-oknum tentara. Dipukuli. Ditendang. Pokoknya kejam perlakuan terhadap para tahanan politik waktu itu.
Ia mengaku, dirinya tak bersalah. Entah mengapa ia ikut diciduk dan jadi tahanan politik.
Pasien istimewa
Suatu ketika, beberapa tahun silam, datang seorang pasien padanya. Si pasien ini juga berusia senja seperti dirinya. Mereka ngobrol seperti layaknya pasien baru dengan tukang pijat yang ingin membantu penyembuhan pasiennya.
Menariknya, si bapak tukang pijat ini ingat wajah si pasien istimewa yang baru saja datang. Si pasien tak lain adalah komandan tentara yang dulu menyiksanya dengan kejam di penjara.
Si pasien tak mengenali lagi si tukang pijat. Maklumlah, waktu itu ada ratusan tahanan politik. Tak mungkin mengingat wajah-wajah para tahanan politik yang pernah ia siksa.
Terapi berlanjut
Meski si tukang pijat tahu bahwa pasien barunya adalah komandan tentara yang telah menyiksanya dengan keji, si tukang pijat ini sengaja tak memberitahu hal ini pada pasien istimewanya itu.
Si tukang pijat memijat si mantan komandan itu dengan kesungguhan hati untuk membantu pemulihan kesehatan si pasien.
Bahkan, terapi ia lakukan dua-tiga kali hingga si pasien istimewa itu merasa lebih baik.
Hingga akhir terapi, si pasien tidak sadar, bahwa orang yang menyembuhkannya adalah tahanan yang dulu ia siksa.
Belajar memaafkan
Memaafkan. Kata yang mudah diucapkan. Akan tetapi, betapa sulitnya memaafkan orang yang bersalah kepada kita.
Memaafkan menjadi sulit ketika kita mengingat-ingat kepahitan yang telah diakibatkan oleh kesalahan orang pada kita.
Si bapak tukang pijat memberi teladan bagaimana kita bisa memaafkan dengan tulus.
Luka-luka lama harus dilupakan. Tak ada guna mengingat-ingat kesalahan orang. Kita tak mungkin mengubah masa lalu. Seandainya bisa, mungkin orang yang bersalah pada kita pun ingin kembali ke masa lalu untuk mengubah jalan cerita kehidupannya. Tapi, itu mustahil.
Memaafkan adalah melupakan masa silam yang tak bisa diubah. Memaafkan adalah membuka lembaran baru: hari ini aku mengampunimu, tanpa syarat.
Sebagai penutup, saya lampirkan video lagu Hagia karya band indie Barasuara. Lagu ini juga bicara tentang pengampunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H