Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa Kita Heboh Saat Figur Publik Pindah Agama?

24 Januari 2019   18:52 Diperbarui: 28 Januari 2019   09:53 2958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum kedatangan agama-agama "pendatang" ini, bangsa Indonesia telah lama memiliki agama dan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Hingga kini pun, masih cukup banyak warga negara kita yang memeluk agama dan kepercayaan "lokal" tersebut.

Sebagai keniscayaan hidup bersama sebagai bangsa, jatuh cinta pun terjadi antarpemeluk agama dan keyakinan berbeda. Sebagian pasangan memilih untuk menikah menurut satu agama tertentu, sebagian lain memilih untuk menghayati agama dan keyakinan masing-masing setelah menikah.

Mengapa Kita Heboh Saat Idola Pindah Agama?
James W. Fowler dalam bukunya yang tersohor, Stages of Faith: The Psychology of Human Development and the Quest for Meaning, San Francisco: Harper & Row, 1981, membagi tahap-tahap perkembangan iman menjadi tujuh. Dalam uraian ini, saya hanya akan menyinggung empat tahap pertama saja:

1. Intuitif-Proyektif
Tahap ini dialami anak-anak prasekolah yang kerap mencampur-adukkan fantasi dan kenyataan. Selama tahap ini, gagasan yang kita miliki tentang Tuhan kita terima dari orangtua dan atau masyarakat.

2. Mitis-Literal
Saat anak-anak mulai bersekolah, mereka mulai memahami dunia secara logis. Mereka umumnya menerima kisah yang diceritakan pada mereka oleh komunitas beriman, namun cenderung memahami kisah -kisah itu secara sangat harfiah. Sejumlah kecil orang tetap bertahan di tahap ini walau sudah berusia dewasa.

3. Sintetis-Konvensional
Kebanyakan orang berpindah ke tahap ini saat masa remaja. Pada tahap ini, orang mulai memiliki sejumlah lingkaran sosial. 

Pada tahap ini, orang cenderung mengalami kesulitan untuk melihat di luar dunia mereka dan tidak menyadari bahwa mereka ada "di dalam" suatu sistem kepercayaan. Pada tahap ini, otoritas biasanya disematkan pada pribadi-pribadi atau kelompok yang mewakili kepercayaan seseorang. Inilah tahap di mana banyak orang berhenti bertumbuh.

4. Individuatif-Reflektif
Tahap ini adalah tahap yang sulit. Tahap ini sering dimulai pada masa dewasa muda, saat orang mulai melihat di luar kotaknya dan menyadari bahwa ada kotak-kotak yang lain. Mereka mulai secara kritis memeriksa kepercayaan mereka.

www.slideshare.net
www.slideshare.net
Banyak orang, mungkin kita juga termasuk di dalamnya, sulit maju dari tahap ketiga ke tahap keempat. Dalam tahap ketiga, otoritas biasanya kita sematkan pada pribadi atau kelompok yang mewakili kepercayaan kita. Siapa pribadi atau kelompok yang mewakili kepercayaan kita? Bisa jadi para artis idola kita. 

Ketika artis idola pindah agama ke agama lain, kita kehilangan figur yang dapat mewakili kepercayaan kita. Akibatnya, kita jadi kecewa. Lebih parahnya, kita lantas mencela artis idola yang pindah ke agama lain. Sebaliknya, orang-orang agama lain bersuka-ria mendengar kabar artis masuk agama mereka. Mengapa? Karena mereka mendapat figur publik alias influencer yang kemudian menjadi wakil (representasi) kepercayaan mereka. 

Heboh Bisa Jadi Tanda Iman Belum Matang
Memang sah-sah saja orang heboh membicarakan artis atau idola yang pindah agama. Akan tetapi, kita perlu bercermin diri. Bisa jadi kehebohan kita adalah tanda bahwa iman kita belum matang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun