Mohon tunggu...
Bobby Andhika
Bobby Andhika Mohon Tunggu... -

Profesional bisnis perkapalan, pecinta sejarah dan pemerhati masalah sosial. Pernah menduduki jabatan CEO di beberapa perusahaan perkapalan nasional dan internasional. Sekarang tinggal di Singapura.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Matematika Pilkada DKI

14 Agustus 2016   20:46 Diperbarui: 14 Agustus 2016   20:57 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita main matematika yuk, just for fun aja kok...

Kalau Ahok tidak dikhianati oleh partai pendukungnya, maka pilkada 2017 nanti, apapun skenarionya, itu adalah pilkada antara Ahok VS Asal Bukan Ahok.

Kalau mau memecahkan persoalan secara matematis, maka kita harus memulai dengan parameter-parameter yang kita ketahui dulu.

Sebagai perhitungan awal, basis pemilih Ahok adalah pemilih Jokowi-JK pada pilpres yang lalu dan tentu saja pemilih Asal Bukan Ahok adalah pemilih Prabowo-Hatta. Berarti data awal yang bisa dijadikan acuan adalah 53% VS 47% untuk Ahok.

Sekarang kita masukkan variabel-variabel yang dominan, yang bisa mengubah hitungan.

Faktor pertama adalah pemilih baru, yang katanya cukup besar yaitu sebesar 30 persen. Kalau tahun 2014 lalu mereka belum bisa memilih, maka pemilih baru itu sekarang umurnya antara 17 - 18 tahun jalan; dan hampir dipastikan masih tinggal dengan orang tua mereka; yang rasa-rasanya pilihannya tidak akan jauh berbeda dengan pilihan kakak dan orang tuanya; yang bisa disimpulkan tidak akan merubah banyak komposisi yang 53% vs 47% itu.

Faktor kedua adalah faktor etnis dan agama, yang walau bagaimanapun juga akan tetap memainkan perananan dalam pemilihan nanti.

Kalau Jokowi pada pilpres lalu diguncang oleh issue yang sama, namun issue tersebut jatuh ke ranah kekonyolan, karena kulit hitamnya, wajah ndesonya dan tentu saja perjalanan bolak-balik umrohnya tidak laku untuk pemilih di DKI Jakarta yang relatif lebih berpendidikan.

Namun issue itu akan telak memukul Ahok, karena jelas dia WNI keturunan dan bukan menganut agama yang sama dengan mayoritas.

Disini perhitungan akan berpotensi untuk berubah secara significant dan sayangnya hanya mempunyai efek negatif di sisi Ahok. Masalahnya seberapa jauh efek negatif itu akan terjadi dan bagaimana menahannya?

Ahok hanya bisa memberikan variabel tambahan kesuksesannya memimpin DKI Jakarta dalam 2 tahun terakhir untuk menahan variable agama dan etnis, dengan harapan evaluasi objective atas dasar kepentingan dan nasionalisme akan mampu menahan tafsiran Kitab Suci.

Berapa besar tekanan yang dibutuhkan oleh tim Asal Bukan Ahok untuk memenangkan pilkada nanti?

Secara konservatif, cukup elegant apabila para pemilih beragama mayoritas hanya diarahkan untuk abstain, cukup 10 persen saja yang memilih Jokowi-JK memutuskan untuk abstain, maka posisi 53% vs 47% tadi akan menjadi 50% vs 50%; lebih dari itu, Ahok akan jobless untuk sementara.

Kalau pakai hitungan agresif, yaitu pemilihnya berpindah, maka cukup 5% saja suara berpindah, maka kedudukan akan menjadi 50% vs 50%.

Berat? Ya berat untuk Ahok.

Saya pribadi sih berharap Ahok jadi Menteri atau pejabat setingkat Menteri yang merupakan hak Presiden untuk memilih dan mengangkatnya. Toh ada semacam alokasi tidak terlihat untuk etnis dan agama tertentu.

Akan sangat menarik melihat sepak terjangnya membereskan suatu departemen.

Kalau konsekuensinya Ahok tidak jadi Gubernur lagi, saya nggak mau komen soal itu….. hehehehe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun