Orang-orang seperti Setya Novanto yang mampu menjadi Ketua DPR RI yang mulia dan terhormat, bersahabat dekat dengan makelar-makelar berkedok pengusaha terpandang yang dengan penuh hawa nafsu merampok apa yang mereka bisa di negeri ini, membuat saya menangis pesimis atas nasib anak-anak saya kelak.
Ulama-ulama munafik yang dengan tenang dan fasih memutar balik ayat Al Qur’an dan Hadits yang suci untuk kepentingan syahwat dunia mereka membuat saya sesak nafas memikirkan masa depan anak-anak saya.
Manusia-manusia fasis seperti Donald Trump yang memanfaatkan ketakutan, kebencian dan ketidaktahuan untuk meraih kekuasaan membuat saya bertanya-tanya apa mungkin ada kedamaian di dunia untuk anak-anak saya nanti?
Tetapi… hujan lebat dengan diiringi petir dan angin kencang diluar sana tiba-tiba menyadarkan saya. Gusti Allah Mboten Sare!
Presiden koppig yang jelas tidak sarap dan tidak ndableg membuat saya tersenyum optimistis, perzinahan makelar-makelar politik dengan para pengusaha hitam pelan-pelan akan punah masuk museum berita di jamrud Khatulistiwa yang bernama Indonesia.
Ulama-ulama hitam berjubah putih dengan suara menggelegar bagai bom TNT yang dibawa oleh para muridnya bunuh diri, akan ditinggal oleh para pengikutnya, karena para umat sejati akan banyak belajar dari suara lembut diselingi isak tangis Gus Mus, yang rela mencium kaki pengikutnya agar bersama-sama membaca Al Fatihah untuk menenangkan diri dan pikiran dari perpecahan dan buruk sangka.
Pidato kosong Donald John Trump akan menjadi lawakan tidak serius, karena penduduk dunia akan lebih mendengar pernyataan resmi Obama di Gedung Putih yang mengatakan “ISIL does not speak for Islam… vast majority of the terorists victim around the world are moslem… we must enlist moslem communities as some of our strongest allies…”
Akhirnya saya yakin, dunia tempat anak-anak saya hidup nanti akan damai dan indah pada saatnya. Akhirnya saya bisa menikmati manisnya kue ulang tahun yang dibelikan untuk saya.
Optimis. Kita bisa! Indonesia bisa! Dan dunia bisa!
Terima kasih buat Presiden koppig, ulama berhati lembut dan pempimpin dunia yang penuh empati, ulang tahun kali ini saya masih bisa punya mimpi dan cita-cita.
Singapura 10 Desember 2015, menjelang Maghrib seusai hujan lebat.