Mohon tunggu...
Bobby Andhika
Bobby Andhika Mohon Tunggu... -

Profesional bisnis perkapalan, pecinta sejarah dan pemerhati masalah sosial. Pernah menduduki jabatan CEO di beberapa perusahaan perkapalan nasional dan internasional. Sekarang tinggal di Singapura.

Selanjutnya

Tutup

Money

Buang Uang Di Jalan Layang Non-Tol

23 Agustus 2015   11:30 Diperbarui: 23 Agustus 2015   11:30 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun pernah mengenyam pendidikan di jurusan Teknik Transportasi ITB dan mengikuti kuliah luar biasa menarik dari begawan-begawan transportasi di kampus yang katanya terbaik di Indonesia itu, saya menulis bukan sebagai ahli transportasi darat, karena sebagaimana kata sahabat saya pada saat kuliah dulu, untuk urusan ini kami berdua sama:

“Dulu pas kuliah nggak ngerti, sekarang setelah menjelang tua lupa”

Saya menulis hanya dengan menggunakan logika orang awam yang sederhana, karena kadang-kadang atau bahkan “most of the time”, persoalan yang terlihat sebegitu rumitnya bisa selesai dengan solusi yang sangat sederhana.

Kita semua tahu, mengalahkan banjir yang datangnya musiman, macet adalah masalah nomer wahid di Jakarta, karena masalah ini tidak mengenal musim, tidak mengenal waktu dan yang paling menyedihkan tidak mengenal perasaan. Dia tidak perduli perasaan seorang remaja yang galau tidak karuan karena terlambat datang menjemput pacarnya karena macet, tidak pernah mau mengerti betapa paniknya seseorang yang menahan buang air di tengah-tengah lautan mobil yang parkir berjamaah di tengah jalan, dan dia juga tidak mau mengerti perasaaan “voorijder” yang sebenarnya tidak enak hati disumpahi pengguna jalan lainnya demi membuka jalan untuk “tuan”-nya.

Banyak orang berteori tingkat tinggi yang memusingkan banyak orang awam seperti saya mengenai penyebab kemacetan. Pemikiran saya, penyebab kemacetan itu sederhana, sama dengan mengosongkan air dari bak dengan pipa, kalau airnya sedikit, dengan pipa berdiamater kecil pun air akan cepat kosong. Kalau airnya banyak, tentu dibutuhkan pipa dengan diameter lebih besar. Yang jadi masalah adalah, kalau airnya banyak, tetapi pipanya berdiamater kecil, airnya akan lama keluar, air-air itu akan tertahan di bak, bergerombol di sana mengakibatkan “keruwetan”.

Sekarang mari kita bayangkan, air itu adalah jumlah kendaraan, dan pipa itu adalah ruas jalan yang terdapat di Jakarta.

Kalau kita bisa membayangkan itu, saya rasa, tidak perlu belasan atau puluhan Prof. Dr. Ir. Msc Phd untuk menemukan solusi kemacetan Jakarta.

Cara pertama adalah dengan mengurangi volume air atau dalam hal ini jumlah kendaraan. Tetapi tidak dengan merampas hak asasi manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Caranya ya dengan memberikan moda transportasi untuk bergerak yang efektif dan efisien, yang tidak membutuhkan jumlah kendaraan yang banyak, tetapi bisa memindahkan manusia lebih banyak.

Apa kata anda? Ya betul, angkutan massal. Angkutan massal itu bukan ojek atau bajaj yang hanya bisa mengangkut 1 atau 2 orang, tetapi kereta dan bus yang bisa mengangkut ratusan dan ribuan orang. Ya, kita sudah punya dan bahkan sekarang sedang membangung kereta bawah tanah.

Tetapi kekurangan terbesar yang saya perhatikan di perencanaan angkutan massal adalah, masalah rute yang terputus dan integrasi. Mau contoh? Bus Transjakarta koridor 6 yang melayani rute selatan ke utara, berawal dari Ragunan. Anda tahu ada apa di Ragunan? Ya ada monyet, gajah, jerapah dan kawan-kawannya, mereka tidak perlu berangkat kerja ke Kuningan. Yang perlu berangkat kerja dari selatan ke utara adalah manusia-manusia yang tinggal di Depok, Lenteng Agung, Pasar Minggu dan sekitarnya. Bagaimana manusia-manusia di Depok mencapai Ragunan? Ahok sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di hirarki Bus Transjakarta mungkin akan berkata, “Emang urusan gue? Itu urusan Aher atau Nur Mahmudi!”.

Dan anda tahu, apa angkutan massal yang paralel dengan Bus Transjakarta Koridor 6? Ya betul, KRL dari Bogor ke arah utara. Anda tahu berapa halte Bus Transjakarta yang terintegrasi dengan stasiun KRL tersebut? Jangan tertawa, nanti anda dimaki oleh Ahok yang sedang sensitif karena masalah Kampung Pulo dan akan banyak pejabat yang dimutasi.

Kembali ke solusi kemacetan, setelah cara pertama dengan mengurangi volume kendaraan, cara kedua adalah dengan memperbesar diameter pipa atau dalam hal ini menambah lebar ruas jalan.

Nah disinilah judul tulisan saya mulai berhubungan. Anda tahu kan bedanya memperbesar diameter pipa dengan membuat cabang dalam pipa?

Kalau memperbesar diameter pipa, tentu debit air akan meningkat. Tetapi kalau anda hanya membuat cabang, tetapi di ujungnya diameter pipa tetap, apa yang terjadi? Debit keluar air akan tetap, bedanya hanya sebagian air lewat pipa A dan sebagian lagi akan lewat pipa B, mereka akan “bergerombol” kembali pada saat kedua pipa menyatu, dan karena pipa keluar diameternya tetap, ya sama saja, air di dalam bak akan keluar dalam kecepatan yang sama.

Sama dengan jalan layang non tol yang menghabiskan dana trilyunan rupiah tersebut. Anda pernah lewat jalan layang non tol? Selain menikmati pemandangan kota Jakarta dari ketinggian, apakah anda terhindar dari kemacetan? Ya anda akan menggerutu karena pada saat turun anda akan terjebak, karena ya itu tadi, diameter pipa di ujung tetap, ruas jalan di ujung jalan layang non tol itu tidak bertambah lebar untuk menampung kendaraan dari jalan layang dan jalan di bawahnya. Hasilnya? Kalau anda ingin buang air dan terjebak kemacetan di atas jalan layang, berdoa dan menangislah, karena hanya itu yang bisa anda lakukan karena tidak ada SPBU dan tempat makan yang bisa anda tumpangi untuk menghilangkan kesakitan anda.

Jadi apa fungsi jalan layang non tol? Jelas tidak untuk mengatasi kemacetan, mungkin dia bermanfaat sebagai stimulus ekonomi karena belanja yang cukup besar pada saat pembangunan, mungkin dia bermanfaat untuk menguji kesabaran karena kemacetan dan kesemrawutan yang bertambah pada saat pembangunan, mungkin dia bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh anda terhadap alergi debu pada saat pembangunan, tetapi sekali lagi, rasanya tidak ada manfaatnya untuk mengurangi kemacetan.

Mungkin banyak yang mengira, jalan layang non tol bermanfaat untuk mengurangi kemacetan karena banyak melompati traffic light dan persimpangan. Tetapi kawan, traffic light bukanlah penyebab kemacetan, kemacetan terjadi karena setelah traffic light, ruas jalan yang dilalui tidak cukup menampung volume kendaraan, kalau setelah traffic light jalanan kosong, ya pasti tidak macet. Jadi buat apa “melompati” traffic light kalau setelah itu “mampet” juga?

Sebagai orang awam saya berfikir, apa tidak lebih baik, dana tahun jamak trilyunan rupiah yang dipakai untuk membangun jalan layang non tol itu dibagi 3?

Bagian pertama untuk membeli bus-bus Scania, Mercedes Benz, Hino, Mitsubishi, Hyundai, Komodo, Buaya, Cicak atau apalah yang penting tidak tiba-tiba mogok atau terbakar yang membuat jantungan.

Bagian kedua digunakan untuk mensubsidi atau kalau perlu menggratiskan penggunaan bus-bus tersebut.

Bagian ketiga, membeli micro bus, model ELF atau sejenisnya untuk dijadikan shuttle dari perumahan-perumahan ke halte2 Bus Transjakarta atau stasiun-stasiun KRL. Biar keren dan mengikuti trend yang ada, kita beri nama Go-Lek! (jangan tanya artinya ke saya, karena saya berfikir kalau shuttle ini ada, Go-Jek mungkin akan punah, dan nama itu hanya untuk menghormati dan mengenang saja).

Sederhana kan?

Oh solusi tambahan, untuk mengurangi kemacetan, kita bisa menata kembali perencanaan kota untuk menghindari rute berpergian yang terpusat, tetapi untuk hal ini saya rasa ahli Planologi yang bisa menjelaskan.

Salam buat Bang Ahok, siapa tahu beliau berkenan membaca tulisan saya dan memberikan saya Kartu Jakarta Berpergian yang bisa digunakan gratis untuk naik bus dan kereta api.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun