Mohon tunggu...
Bobby Andhika
Bobby Andhika Mohon Tunggu... -

Profesional bisnis perkapalan, pecinta sejarah dan pemerhati masalah sosial. Pernah menduduki jabatan CEO di beberapa perusahaan perkapalan nasional dan internasional. Sekarang tinggal di Singapura.

Selanjutnya

Tutup

Money

Salah kaprah “Tol Laut”

10 Juni 2015   16:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:07 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebenarnya ini berita lama, tetapi karena kesibukan, saya baru sempat menulis dan membagi pikiran saya pada saat ini. Walaupun berita lama, saya masih menganggap tulisan ini masih layak diangkat, karena saya tidak atau belum pernah melihat ataupun mendengar rekan-rekan di dunia maritim berkomentar mengenai hal ini.

Hal ini berkaitan dengan berita cukup besar di beberapa media baik cetak maupun digital yang memberitakan mengenai peresmian “Kapal Tol Laut” yang dilakukan oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada awal Mei 2015. Di badan kapal yang diresmikan terdapat tulisan cukup besar yang berbunyi “Tol Laut”.

Berita tersebut dibumbui dengan kagetnya Pak Menteri atas “besar”-nya ukuran kapal Ro-Ro yang melayani rute Pelabuhan Panjang di Lampung ke Tanjung Perak Surabaya bolak-balik itu.

Saya pernah menulis kekurang-setujuan saya atas istilah Tol Laut, karena jadi mengaburkan makna dari tujuan utama program ambisius ini. Istilah “tol” yang diambil dari bahasa Inggris “toll” yang berarti charge/fee/levy/tariff dan segala jenis pembayaran lainnya tentu berbeda dengan tujuan Jokowi yang memperkenalkan istilah ini untuk membangun koridor laut yang “bebas hambatan”, yang bisa membuat angkutan antar pulau menjadi jauh lebih murah dan bisa diakses dengan mudah. Sehingga saya beranggapan istilah “Jembatan Laut Bebas Hambatan” mungkin lebih cocok digunakan dibandingkan dengan “Tol laut” yang sudah terlanjur memasyarakat.

Kekawatiran saya makin bertambah, setelah dengan meriahnya sang Menteri Perhubungan bersama dengan seluruh jajaran kuncinya, meresmikan sebuah kapal Ro-Ro yang “hanya” berkapasitas 200 kendaraan besar dan kecil, dan menamakannya Tol Laut.

Bagaimana mungkin, kapal Ro-Ro yang hanya berkapasitas 200 kendaraan, mampu menjawab tantangan program angkutan antar pulau agar menjadi lebih murah, efektif dan efisien?

Tahukan anda? Pada bulan Februari 2012 saja (lebih dari 3 tahun yang lalu) jumlah truk yang menyeberang dari pelabuhan Merak ke Bakauheni berjumlah hampir 70 ribu truk per bulannya. Itu tentu di luar bis dan kendaraan pribadi yang jumlahnya juga tidak sedikit.

Sayangnya saya tidak memiliki data berapa jumlah truk yang melewati jalur pantura, tentu angkanya jauh lebih besar dan cukup fantastis.

Berapa kapal yang menurut istilah pemilik dan didukung oleh jajaran Kementrian Perhubungan dinamakan sebagai “Kapal Tol Laut” yang dibutuhkan untuk “membantu” program tersebut? Saya bahkan tidak berani menggunakan istilah “men-subtitusi” karena itu menurut pelawak almarhum Asmuni dari Srimulat adalah suatu “hil yang mustahal”.

Saya pun tidak berani menyentuh masalah biaya, karena sebagai profesional di bisnis pelayaran, tentu tidak etis saya mencoba menghitung ladang rekan sejawat saya, tetapi kapal yang melayani dua keberangkatan dari Pelabuhan Panjang, dan satu dari Pelabuhan Tanjung Perak dan mengenakan tarif (menurut berita yang tertulis) Rp 10 juta sekali jalan untuk truk trailer pastinya tidak murah bila dibandingkan dengan truk tersebut menggunakan kapal Ferry menyeberang dari Bakauheni ke Merak dan lanjut menggunakan jalur pantura ke Surabaya.

Pengusaha sebagai pemilik kapal tentu tidak salah, beliau hanya melihat peluang yang ada, mendapatkan anugerah luar biasa atas promosi kapal Ro-Ro nya. Kesalah-kaprahan ini sepertinya milik pemegang strategi dan kebijakan.

Kalau kita salah kaprah, dan terlalu bersemangat dengan kesalah-kaprahan tersebut, saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya dengan program “Tol Laut” yang sekali lagi digadang-gadang sebagai program andalan Pak Presiden untuk menekan biaya logistik di Indonesia yang terkenal cukup tinggi di dunia?

Rule of Thumb-nya jelas, rumus sederhana bagi para pelaku bisnis maritim di seluruh dunia. Untuk mendapatkan biaya yang efektif dan efisien, jalur perdagangan yang dilalui haru memiliki skala/volume yang cukup di kedua titiknya (pulang dan pergi), sehingga bisa digunakan kapal dengan jenis dan ukuran yang efektif dan efisien.

Sederhananya, kalau memang berdasarkan data statistik jumlah barang antara Lampung dan Surabaya cukup besar, para ahli terkait bisa melihat apakah barang-barang tersebut bisa di-“kontainerisasi”? Kalau bisa, kenapa tidak menggunakan kapal kontainer berkapasitas besar melayani rute tersebut yang bisa mengangkut (tentu saja) jauh lebih besar dari 200 boxes sekali jalan.

Kalau Pak Jonan “terkaget-kaget” melihat besarnya kapal Ro-Ro yang memiliki kapasitas 200 truk, mudah-mudahan beliau bisa menahan diri pada saat melihat kapal kontainer raksasa berkapasitas hampir 20,000 TEUS dengan panjang 400 meter.

Tentu kapal di atas tidak bisa dipakai di Panjang maupun Tanjung Perak bahkan Tanjung Priok karena keterbatasan kedalaman laut, fasilitas jetty dan volume yang belum layak.

Tetapi itu sekedar gambaran kenapa harga pengiriman kontainer ke dari Tanjung Priok ke Sorong bisa lebih mahal dari harga pengiriman kontainer dari Singapore ke Rotterdam.

Selamat bekerja Bapak-bapak, saya yakin Bapak-bapak sangat mengerti apa yang harus dilakukan, cuma kurangi sedikit saja pencitraan yang membingungkan, sehingga saya yang tidak tahu apa-apa pun sampai harus berkata “Salah Kaprah”…. 

Seperti kata orang Jawa jaman Majapahit dulu… My apologies in advance kalau ada salah kaprah, salah arah, salah pendapat, salah baca dan salah data…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun