Mohon tunggu...
Bob Bimantara Leander
Bob Bimantara Leander Mohon Tunggu... Jurnalis - Kalau gak di radar ya di sini

Suka menulis yang aku suka

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hewan Punah, Manusia Pasti Pula

3 Juli 2018   22:54 Diperbarui: 3 Juli 2018   23:12 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini saya begitu dekat dengan binatang. Bukan secara langsung, namun secara media. Banyak pemberitaan tentang binatang yang diburu. Bukan diburu karena untuk dijual. Tapi, mereka diburu untuk disingkirkan dari kawasan pemukiman. 

Di Mojokerto, diwartakan bahwa ikan Arapaima, menjadi polemik karena beberapa warga melepaskan ikan predator asal sungai Amerika itu. 

Menurut para ahli, ikan itu akan membantu kepunahan dari ikan lokal Indonesia. Lebih lagi, ikan predator itu bisa membahayakan bagi manusia.

Tidak kaget bila menteri Susi seperti dikutip dalam laman Viva.com berujar siapapun yang melihat ikan yang bisa mencapai panjang 2 meter itu membunuhnya. 

Untung itu ikan impor, jadi meskipun punah di Indonesia, ikan yang biasa disebut Piracucu itu tak punah di daerah asalnya, Sungai Amazon. 

Namun, ada yang tidak "untung" dalam berita in-depth yang saya baca di tirto.id tentang kematian gajah Sumatera. Karena 69% habitatnya telah menjadi perkebunan kelapa sawit atau dijadikan lahan untuk perusahaan, Gajah itu satu persatu mati. 

Bahkan, model cantik Nadia Hutagalung dalam video yang dibagikan di Twitternya @NaDya_HutaGalng mengadakan sayembara dengan hadiah 100 juta bagi siapapun yang mampu memeberikan informasi akurat tentang kematian gajah malang tersebut. 

Hewan bertubuh besar ini memang sangat bergantung dengan habitat. Dengan melihat porsi makannya bukan hal yang aneh jika hutan ditebang jadi perkebunan kelapa sawit. Tak ada cukup makanan untuk gajah. 

Implikasinya, mereka akan berpindah habitat. Sialnya, mereka ketika berpindah merisaukan kawasan perkampungan dan alhasil mereka akan dibinasakan. 

Wajar saja bila 5 tahun terakhir 55 dari 68 gajah yang meninggal disebabkan oleh konflik dengan manusia, menurut Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh. Padahal, Gajah sudah masuk dalam daftar hewan yang bakal punah. Miris. 

Saya bertanya pada diri sendiri, ketika membaca beebagai literatur tentang kepunahan hewan-hewan tersebut. Apa emang dampaknya? 

Yang saya dapatkan dari beberapa artikel hanya kepunahan itu membuat anak cucu kita nanti tak bisa melihat keragaman hewan yang bisa kita lihat saat ini. 

Dalam perspective saya itu hanya masalah sepele anak cucu kita bisa melihat melalui internet atau google masa depan. Apalagi saat ini sudah bertebaran video-video hewan tersebut di youtube. Singkatnya, masih tenang. Ngapain dirisaukan, menurut saya. 

Namun, anggapan saya berubah ketika saya membaca beberapa jurnal di internet tentang dampak kepunahan hewan bagi kehidupan manusia di masa depan. 

Pertama, dalam penelitian jadul yang berjudul "Ecological meltdown in predator-free forest fragments. Science 294(5548): 1923-1926." oleh pak Terborgh dkk, mereka menyebutkan bahwa satu kepunahan hewan akan menyebab gangguan pada ekosistem dan penyebaran wabah penyakit. 

Ini cara bekerjanya nanti seperti efek domino. Contoh yang paling mudah ialah ketika burung Elang punah. Efeknya ialah burung pemakan cacing semakin banyak. Lebih lagi, cacing akan berkurang bahkan bisa punah karena sang predator, Elang telah punah. 

Akhirnya tak ada cacing yang bisa menggemburkan tanah untuk tumbuhan. Ketika suatu ekosistem kekurangan tumbuhan akan jadilah gersang dan minim oksigen. Bagi manusia, itu adalah hal terburuk. No o2, We die.

Hasil dari satu kepunuhan hewan menimbulkan "kehancuran" bagi ekosistem ini juga diperkuat oleh suatu hipotesis. Salah satunya ialah hipotesis dari pak MacArthur pada tahun 1955. Bapak itu berdalil bahwa semakin sedikit keragaman (biodiversity) dalam suatu ekosistem itu mengakibatkan kerentanan persebaran penyakit. 

Sebenarnya masih banyak lagi penelitian yang menggambarkan kesinambungan dari satu kepunahan terhadap gangguan fungsi dari ekosistem yang mana akan berdampak pula ke manusia. Tapi, intinya semua sama ekosistem harus seimbang, jika satu komponennya tak ada atau punah seluruh ekosistem akan kacau, seperti jam Big Ben di London, Inggris. Satu gear tidak aktif, kita tak akan melihat arah jam dari 1 ke 3. 

Sekarang, saya jadi paham mengapa begitu banyak artis-artis dunia yang digandeng WHO untuk mengkampanyekan perburuan hewan liar. Ternayta misinya bukan masalah sepele agar anak cucu kita bisa lihat binatang itu di masa depan. Namun, lebih dari itu. Agar anak cucu kita bisa hidup di masa depan dengan tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun