Mohon tunggu...
Bob S. Effendi
Bob S. Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Energi

Konsultan Energi, Pengurus KADIN dan Pokja ESDM KEIN

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

BPPT Sebut Indonesia Darurat Energi dan Butuh 8.000 MW PLTN

28 September 2018   13:44 Diperbarui: 2 Oktober 2018   10:48 2167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 4 - tarif listrik yang terus naik

dokpri
dokpri
Membangun Kapasitas skala besar: Untuk mencapai target kapasitas terpasang sesuai rencana pembangunanyang tercantum dalam RUEN (Perpres No 22 tahun 2017) dibutuhkan kapasitas terpasang 430,000 MW pada tahun 2050. Untuk mencapai itu maka setiap tahun perlu terpasang  10,000 - 12,000 MW per tahun, sementara selama 20 tahun Indonesia hanya mampu membangun rata-rata 4 - 5 GW per tahun. 

Oleh sebab itu di butuhkan pembangkit listrik skala GigaWatt dalam skala besar yang dapat di tingkatkan kapasitasnya dalam waktu cepat. - Bila kita mengaca kepada china yang membangun 77 GW per tahun dengan populasi 1,5 Milyar maka bila Indonesia dengan populasi 260 juta ingin tumbuh dengan kecepatan seperti  China seharusnya membangun sekitar 15 - 18 GW per tahun.

Menggantikan bahan bakar Fossil yang menipis: Menurut laporan Asosiasi penambang Batubara berdasarkan kajian yang di lakukan oleh PriceWater House Copper (PWC), batubara Indonesia hanya cukup sampai tahun 2033.  Dari berbagai kajian yang di lakukan oleh BPPT, yang tertulis dalam BPPT Energy Outlook 2016, Indonesia pada tahun 2029 akan menjadi net importir energi dan  total cadangan fossil (batubara, minyak dan gas) tidak akan mencukupi sampai 2040.  Artinya pada tahun 2040 Indonesia harus mengimpor hampir 70% dari energi primer bukanlah sebuah masa depan yang baik bagi pertumbuhan ekonomi. - Bila itu terjadi maka cita-cita kedaulatan energi dapat di pastikan tidak tercapai.

Pilihan yang paling masuk diakal dibanding mengimport batubara adalah menggantikan batubara dengan nuklir. Untuk itu persiapan harus di lakukan dari sekarang.

Mencapai target EBT 23% pada tahun 2025: Untuk mencapai target 23% EBT atau setara dengan 45,000 MW pada 2025, maka kapasitas terpasang EBT harus tumbuh sekitar 1,5% per tahun padahal saat ini hanya mampu di bawah 0,5% maka jelas pada 2025 hanya akan tercapai tidak lebih dari 15%. - Sebagaimana sudah di kaji oleh ESDM dalam "Buku Putih PLTN 5000 MW", target 23% tidak mungkin tercapai tanpa PLTN. 

Bapennas dalam Policy Brief No 2/2016 tentang PLTNmengatakan "PLTN merupakan alternatif paling akhir sekaligus masuk akal untuk memenuhi kebutuhan pasokan/pembangkitan tenaga listrik seperti diproyeksikan KEN 2015-2050".

Perspektif baru PLTN

Tanpa banyak di sadari oleh banyak orang sejak 2017 telah terjadi pergeseran perspektif tentang PLTN, khususnya pada periode kepemimpinan Menteri ESDM IG Jonan yang bergeser dari perspektif lama ketika PLTN di tetapkan masuk bauran energi pada PERPRES No 5 tahun 2006. Ada beberapa faktor yang membuat terjadinya pergeseren perspektif PLTN ini antara lain : 1) Keadaan ekonomi Indonesia yang dalam keadaan defisit 2) tren industri nuklir dunia terhadap reaktor maju dan reformasi regulasi  3) mulai maraknya lagi isu nuklir di Indonesia.

Berikut adalah lima perspektif baru PLTN, yang di sebabkan ketiga faktor di atas:

Pertama, Dari APBN menjadi IPP; Sebelumnya di asumsikan bahwa PLTN dibiayai oleh APBN dengan asumsi biaya pembangunan sekitar $US 7 Milyar atau sekitar Rp 100 Trilium lebih untuk 1000 MW ($7 Juta per MW). Tetapi pada saat ini sejak adanya defisit anggaran terjadi pergeseran, kebijakan  ESDM tidak lagi  PLTN di bangun dengan APBN tapi sebagai IPP (independent power producer) artinya PLTN di bayar dengan tarif listrik per kwh, bahkan Bapennas juga mendukung kebijakan yang sama. -- Konsekuensinya, yang seharusnya di ajak bicarakan bukan vendor tetapi investor.

Kedua, Harga listrik PLTN dibawah BPP; Sebelumnya di asumsikan bahwa harga jual listrik PLTN pada kisaran $12 cent/kwh yang sebelum 2015 di anggap sebagai wajar bahkan dalam beberapa kajian yang di lakukan oleh ESDM dan PLN, angka Inilah yang di pakai. Tetapi pada saat ini  dimana ESDM berupaya untuk menurunkan BPP listrik sehingga dapat menekan tarif listrik ke masyarakat yang terus naik maka angka $12 cent bila di banding dengan BPP Nasional yang berada pada $7,6 cent per kwh jelas mahal. Pada pertemuan dengan stakeholder Nuklir pada Bulan November 2017, Wamen ESDM mengatakan bahwa harga jual listrik PLTN harus di bawah $7 cent per kwh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun