Apakah PLTN di butuhkan ? -- Jelas dari berbagai dokumen PLTN di butuhkan dari sisi pasok energi dan ketahanan energi. Demikian pula yang di sampaikan oleh BPPT dan ESDM dalam berbagai dokumen diatas. -- Sejak 2006 ketika  PLTN dalam dalam Blueprint PEN (Perpres No 5 tahun 2006) tidak ada yang penambahan yang signifikan dari cadangan minyak, gas dan batubara bahkan penemuan baru minyak terus merosot (Reserved Replacement Ratio hanya dibawah 50%) sementara pertumbuhan penduduk secara konstan tumbuh 1,5% per tahun artinya kebutuhan energi akan terus tumbuh. Dengan kata lain bila pada tahun 2006 di prediksi Indonesia butuh 4200 MW PLTN maka seharusnya tidak ada perubahan bahkan mungkin naik.Â
Atau dengan sederhana kita dapat lihat apa yang di sampaikan oleh Menteri ESDM (gambar 3) , dalam kata sambutan Buku Putih PLTN 5000 MW , bahwa Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan telah mengkaji anatara kebutuhan dan pasok listrik dengan memakai program simulasi dan hasilnya dibutuhkan PLTN 5000 MW pada 2025.Â
Apakah Indonesia sudah siap membangun dan mengoperasikan PLTN? Banyak yang tidak sadar bahwa Indonesia selama lebih dari 40 tahun telah mengoperasikan 3 reaktor Nuklir (Bandung, Jogya dan Serpong) dengan aman dan selamat. Bahkan banyak yang tidak tahu bahwa di tengah kota bandung dan Jogya beroperasi reaktor Nuklir. Kemudian pada tahun 2009 Badan Atom Dunia (IAEA) telah menyelesaikan misi evaluasi terhadap 21 parameter tentang kesiapan Indonesia dan hasilnya, Indonesia hanya kurang 2 parameter yaitu : Posisi Nasional (atau keptusan Presiden) dan Membentuk Badan Pelaksana Persiapan Pembangunan PLTN (NEPIO). Selebihnya Infrastrutur dan suprastruktur Nuklir Indonesia di anggap sudah lengkap dan sudah siap.
Mengapa PLTN di butuhkan (Aspek Ekonomi)
Memang betul dengan pertumbuhan ekonomi saat ini yang hanya 5,2% maka kapasitas pasok energi masih dalam keadaan cukup bahkan dari sisi kelistrikan mungkin berlebih, khususnya di Jawa tetapi tidak di luar Jawa. Tetapi apakah Indonesia akan terus tumbuh di bawah 6% ? Tentu tidak.
Ketika pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 6% yang di prediksi akan terjadi dalam kurun waktu 5 - 7 tahun maka kapasitas pasok energi tidak akan mencukupi. -- Saat itulah terjadinya darurat energi sebagaimana disampaikan oleh Kepala BPPT.
Tantangan permasalahan energi nasional bukan hanya persoalan pasok energi, khususya untuk aspek kelistrikan. Ada beberapa tantangan yang harus di jawab bila listrik di harapakan menjadi driver pertumbuhan ekonomi. yaitu :
Menurunkan tarif listrik: tarif listrik Indonesia tidak terjangkau bagi masyarakat dan industri relatif terhadap GDP perkapita. - Hal ini juga di akui oleh menteri ESDM yang berkerja keras untuk menurunkan BPP. Sebagai contoh, tarif yang di bayarkan oleh masyarakat Rp1300 Kwh dengan pendapatan rata-rata Rp 40 juta per tahun hampir sama dengan tarif listrik yang di bayarkan oleh masyarakat Amerika yang berpendapatan Rp 500 juta per tahun (Gambar 4).
Ketika harga batubara naik tembus $100 per ton pada 2017, laba PLN tergerus Rp 17 triliun yang akhirnya menyebabkan ESDM mengeluarkan kebijakan DMO di level $70 untuk menyelamatan PLN. Tetapi kebijakan DMO ini istilahnya maju-kena-mundur-kena, karena Kementerian Keuangan kehilangan Rp 5 - 7 Triliun dari pajak dan PNBP. - Dengan kata lain ekonomi Indonesia tersandera dengan naik turunnya harga batubara.