[caption caption="energi murah vs energi bersih mana yang lebih penting bagi pembangunan"][/caption]
Energy Murah vs Energi Bersih, mana yang lebih penting bagi pembangunan Nasional ? Inilah permasalahan yang Saya bahas dalam tulisan ini.
Pembahasan Rencana Umum Energi Nasional 2016 – 2050 (RUEN) yang di mulai Desember tahun lalu sampai saat ini belum kunjung rampung. Tentunya ini menunjukan adanya permasalahan, yang dapat di duga persoalannya ada pada energi baru dan terbarukan (EBT), yang terkait nuklir.
Baca : Penetapan Cetak Biru Energi Nasional Terganjal Isu Nuklir
Dalam hal EBT ada 3 persoalannya utama yang muncul : 1) Apakah energi terbarukan dapat memenuhi 25% bauran energi seperti yang di amanatkan dalam PP no 79 tahun 2014; 2) Dengan subsidi Feed-in-Tariff (FIT) yang mahal maka akan mendongkrak harga Listrik menjadi naik 3) Mekanisme subsidi FIT yang sampai saat ini belum jelas dan bahkan beritanya belum di bahas dengan kementrian keuangan.
Artinya dari point 1 dan 2 jelas terlihat dikotomi antara energi murah vs energi bersih ? Energi Murah identik dengan batubara, yang sangat kotor dan merusak lingkungan versus Enegi Bersih yang identik dengan Angin dan Surya yang biayanya sangat mahal.
Kepentingan Nasional atau Kepentingan Global ? Â Isu perubahan iklim dengan meningkatkan EBT yang justru akan membuat harga listrik naik dan akan menghambat pembanggunan nasional atau justru sebaliknya, grow first clean up later ??
Apakah Energi Murah harus selalu kotor dan haruskah energi bersih selalu mahal ?
itulah yang seharusnya di menjadi pertanyaan terpenting.
Dari sisi pasokan, banyak yang meragukan bahwa energi terbarukan dapat memenuhi kebutuhan Listrik dalam skala besar, salah satunya anggota DEN, Prof. Dr Tumiran meragukan energi terbarukan non-nuklir dapat di andalkan untuk memasok 25% bauran energi EBT yang disampaikan pada FGD Thorium yang di laksanakan oleh BATAN pada tanggal 4/2/2016.
Beliau juga menyampaikan bahwa bertambah tingginya energi terbarukan (ET) maka Ketahanan Energi tidak akan terjadi, yang faktornya terdiri dari Jaminan Pasokan Suplai (Sustainability), Kehandalan Pasokan Listrik (Reliability) dan Keterjangkauan harga (Affordability) Â tidak akan tercapai karena ET memiliki capacity factor di bawah 30% dan biaya produksi listrik yang mahal maka realibility dan affordibility tidak akan tercapai. Lalu bagaimana mau mencapai Kedaulatan Energi.