Kedua, mengapa tidak ada yang memakai saat ini ?
Seperti Kami jelaskan di atas, pada awal pengembangan teknologi nuklir adalah berlatar belakang perang dingin antara AS/NATO vs Soviet/Warsawa yang mana alat deterent (pengancaman) yang di pergunakan adalah senjata nuklir oleh sebab itu kedua belah pihak berlomba mengumpulkan plutonium yang tidak bisa di dapat di alam dengan membangun pabrik plutonium yang tidak lain adalah reaktor daya LWR -- sementara reaktor TSMR tidak menghasilkan Plutonium sehingga tidak menjadi pilihan.
Tapi setelah perang dingin selesai tahun 80'an dan senjata nuklir di kurangi, mengapa TSMR tidak juga muncul? -- setelah lebih dari 30 tahun Industri Nuklir yang mengandalkan reaktor LWR dan sejenisnya yang mengunakan Uranium padat sudah cukup besar dan mapan, mulai dari konstruksi, pembuatan bahan bakar sampai jasa pemeliharaan, Â tentunya mereka tidak ingin ada perubahan mendasar dalam Industri Nuklir apalagi bahan bakar cair. Â Ini adalah sebuah pemikiran yang pastinya dilakukan oleh Industri manapun juga dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Mengambil contoh lain. Kita tahu bahwa ada 2 jenis voltase di dunia, 110V dan 220 volt. Indonesia saat ini memakai 220 volt tetapi sekitar tahun 70'an Indonesia sempat memakai voltase 110 volt dan selama beberapa tahun kemudian secara perlahan terjadi transisi menjadi 220 sehingga saat ini seluruh Indonesia sudah menjadi 220 Volt. Tetapi mengapa Amerika sampai saat ini masih mempertahankan 110 volt sementara seluruh dunia, termasuk Eropa dan Jepang memakai 220V sejak dulu. Bila di kaji secara teknis, sistim 220 jauh lebih unggul dibanding 110V dari segala aspek termasuk keamanan bagi manusia.Â
Di mulai 100 tahun yang lalu ketika terjadi perang antara Nikola Tesla yang menjagokan listrik AC dan Thomas Edison yang menjagokan listrik DC. Perang ini di menangkan Tesla ketika dengan akhirnya memenangkan tender pembangunan PLTA Niagara Falls (1895) dengan memakai sistim AC (alternting Current) yang saat ini dipakai di dunia, melawan Edison yang menawarkan DC (Direct Current). Tetapi sayangnya jaringan listrik ke pelanggan masih di dominasi oleh Edison sehingga ketika Tesla meminta untuk merubah menjadi 220, Edison dan Industri alat2 listrik di Amerika menolak, sehinga Tesla mengganti voltase jaringan menjadi 110 - Padahal secara tegas Tesla sebagai pencipta listrik AC mengatakan bahwa yang terbaik adalah voltase 220. - baca lebih lanjut Power War : AC vs DC.
Lain hal dengan Eropa yang mulai membangun jaringan listrik belakangan pada awal 1920, belajar dari pengalaman di AS dan mengikuti nasehat Tesla sebagai pencipta listrik AC maka seluruh jaringan listrik di Eropa berbasis 220V sampai sekarang. Dan sampai awal 1950'an Amerika selalu mempengaruhi dunia2 berkembang seperti Asia untuk memilih 110 dibanding 220 karena alasan sederhana. Saat itu semua alat2 listrik amerika berbasis 110 dan alat2 listrik eropa berbasis 220 maka dibalik pemilihan voltase ada sebuah industri besar yang akan ikut masuk. - Walaupun saat ini hampir semua pabrik alat2 listrik memproduksi 110 maupun 220.
Bahkan bila Kami katakan bahwa Tesla, 100 tahun yang lalu telah menciptakan pembangkit yang mengambil listrik dari atmosfir alias gratis dan mentrasmisikan listrik tersebut secara wireless anda mungkin tidak akan percaya.. tapi ini kenyataan dan anehnya di tolak bahkan instalasi tersebut di hancurkan dan dokumennya dibakar oleh JP Morgan karena masalah sepele tidak dapat menagih bayaran listrik bila listrik di transmisikan secra wireless -- Silahkan google "Wanderclyffe Tower" atau membaca tulisan saya tentang hal itu , Energy Gratis, Mungkinkah ?
Semoga dari penjelasan ini jelas terlihat bahwa bila sudah menyangkut sebuah industri yang mapan, lebih sering pengambilan keputusan tidak berdasarkan keunggulan teknologi dan kepentingan pengguna (masyarakat umum) tetapi lebih kepada keuntungan perusahaan dan untuk mempertahankan dominasi status quo mereka akan mempengaruhi pengambil kebijakan -- Â Jelas sekali bahwa 220V jauh lebih unggul dan aman tetapi mengapa sampai sekarang Amerika masih memakai 110V.. Nah bila anda dapat menjawab pertanyaan itu maka anda akan paham mengapa Thorium/Molten Salt Reactor yang jauh lebih aman dan murah di banding Uranium/LWR tidak ada yang pakai sampai saat ini.. jelas bukan jawabannya.
Tetapi semua ini akan berubah karena sudah banyak ilmuwan, Universitas dan banyak perusahaan yang mulai mengangkat TMSR ke permukaan lagi. Tinggal masalah waktu bahwa TSMR akan menjadi pembangkit listrik masa depan.. dan itu dalam waktu dekat tidak lebih dari 10 tahun lagi.
Untuk yang ingin tahu secara teknis dan jelas tentang pertarungan politik di Industri Nuklir saat itu yang akhirnya di menangkan oleh Kubu Uranium dapat saksikan presentasi video berikut (klik disini).
Bagaimana dengan Indonesia ?