Thorium adalah sebuah unsur dengan no atom 90 yang mempunyai sifat radioaktif yang dapat dipakai sebagai bahan bakar reaktor nuklir. Karena Thorium bukan bahan  fisile maka untuk menggunakan Thorium harus memakai Uranium tetapi ini hanya untuk awal memicu reaksi karena setelah itu Thorium yang disebut bahan fertile (subur) dapat membelah dan menghasilkan Uranium 233 atau dapat dilakukan penembakan dengan Neutron sehingga Thorium membelah. --  untuk yang ingin lebih detail membaca tentang siklus Thorium sebagai bahan bakar Nuklir silahkan membaca dokumen IAEA (Thorium Fuel Cycle - Potential annd Chalengges)
Tidak seperti Uranium yang terbilang langka, Thorium terdapat dalam jumlah cukup banyak di dalam bumi di banding emas, perak, dan timah hampir di setiap negara di dunia terdapat Thorium. Di Indonesia, Thorium dapat di temukan di Bangka Belitung sebagai ikutan timah dan menurut Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) ada sekitar 121.500 ton cadangan Thorium di Babel (hanya Babel belum seluruh Indonesia) yang dapat memberikan daya 121 Gigawatt selama 1000 tahun (saat ini total produksi listrik Indonesia masih di bawah 40 Gigawatt). – Bicara tentang kemandirian energi dan ketahanan energi inilah jawabannya bukan batubara yang akan habis dalam 20 tahun atau gas yang akan habis dalam 38 tahun.
Sejarah Thorium dan Molten Salt Reactor
Hampir semua bahan bakar PLTN di dunia adalah Uranium dalam bentuk padat dengan pendingin air atau yang disebut Light Water Reactor (LWR) yang memiliki 3 variant yang disebut : Pressurised Water Reactor (PWR), Boiling Water Reactor (BWR) dan Super Critical Water Reactor (SCWR) – PWR dan BWR adalah yang terbanyak di pakai di dunia.
Sejak awal penelitian Nuklir selalu di danai oleh militer, sejak Manhattan Project yang menciptakan bom atom Hiroshima-Nagasaki, karenakan kebutuhan untuk menciptakan bom nuklir yang lebih dahsyat dan unsur terpenting adalah Plutonium yang tidak di dapat di alam hanya didapat melalui proses fisi nuklir -- Banyak yang menduga bahwa sesungguhnya reaktor LWR hanyalah sebuah pabrik plutonium terselubung. Sebagai contoh 1000 MW reaktor PWR menghasilkan sekitar 230 kg/tahun Plutonium yang cukup untuk membuat 30 bom atom skala Hiroshima -- Sementara dengan Thorium masalah ini sama sekali tidak ada, artinya Thorium sangat sulit di jadikan senjata atom atau yang disebut anti proliferasi.
Â
Pada saat itu, Weinberger telah menciptakan sebuah reaktor khusus sipil dengan tingkat keamanan yang jauh lebih tinggi yang sangat berbeda dengan LWR yang sesungguhnya di ciptakan oleh Weinberg juga tetapi di desain untuk kepentingan Militer khususnya Kapal Selam (USS Nautilius). Reaktor baru ini disebut Molten Salt Reactor(MSR) karena mempergunakan pendingin garam cair dan bahan bakar cair yang sangat cocok untuk thorium dan sebelum akhirnya di tutup telah beroperasi di Oak Ridge National Laboratory selama 20,000 jam tanpa masalah.Â
Â
Jadi yang harus di pertegas adalah Revolusi Energi yang di maksud adalah ketika Thorium dipakai sebagai bahan bakar cair untuk Molten Salt Reaktor -- bukan reaktor jenis lainnya. Secara implisit pengertian Thorium Energy adalah dengan pemanfaatan Reaktr jenis Molten Salt dan selanjutkan akan kami tulis TMSR -- Variant MSR yang dikembangkan saat ini di sebut juga LFTR(Liquid Flouride Thorium Reactor).
Beberapa keunggulan TMSR vs LWR
Walaupun desain MSR selama lebih dari 50 tahun tidak ada yang melirik tetapi ketika pada tahun 2000 berbagai ahli dan pelaku industri nuklir berkumpul untuk membahas desain reaktor nuklir generasi ke IV dan MSR terpilih sebagai salah satu dari 6 reaktor yang di setujui sebagai reactor generasi ke IV yang handal dan satu-satunya yang sudah terbukti.