Mohon tunggu...
Bob S. Effendi
Bob S. Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Energi

Konsultan Energi, Pengurus KADIN dan Pokja ESDM KEIN

Selanjutnya

Tutup

Money

Energi Terbarukan dan Permasalahannya.

8 Juli 2015   22:33 Diperbarui: 4 April 2017   18:03 11178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sektor Industri EBT pun mengakui bahwa tanpa subdisi mereka tidak akan dapat bertahan hidup karena sesungguhnya Angin dan Surya masih kurang ekonomis dari sisi bisnis. Walaupun harga Phtovoltaic sudah turun jauh dari 10 tahun yang lalu tetapi karena faktor kapasitas yang rendah membuat Angin dan Surya tidak ekonomis.

Pengalaman Jerman dalam mengelola EBT perlu di jadikan studi kasus sehingga ketika Indonesia ingin melakukan tanggung jawab yang baik sebagai warga dunia dengan “Go Green” dan meningkatkan penggunaan EBT Jangan sampai melakukannya dengan memberikan subsidi yang meningkat terus bila perlu tanpa subsidi tetapi pada akhirnya adalah masyarakat sebagai pembayar pajak yang harus di dahulukan, artinya listrik harus tetap murah – dengan Kata lain “GO GREEN BUT CHEAP ELECTRICITY” – Apakah ini mungkin ?? jelas sangat mungkin.

Karena yang akan mengoperasikan pembangkit listrik lebih dari 60% adalah swasta bukan PLN dalam bentuk Independen Power Producer (IPP) maka masalah keekonomisan sebuah pembangkit sangat penting karena mana ada pengusaha yang mau rugi karena bila pembangkit tersebut tidak ekonomis dampaknya IPP akan menuntut pemerintah untuk subsidi dalam bentuk FIT. Seorang ekonom energi, James Conca, menulis hasil penelitiannya tentang keekonomisan beberapa jenis pembangkit yang di muat di majalah Forbes. -- Conca menciptakan sebuah istilah EROI: Energy Return on Invesment. Sederhananya EROI adalah ratio energi yang kembali dan yang di invest kan. Angka minimum keekonomisan adalah  7 (garis biru), bila angkanya bertambah besar maka energi tersebut mudah di dapat dan murah listriknya maka sangat menguntungkan dan ekonomis. (artikel)

Dapat di lihat bahwa tenaga Surya dan biomassa tidak ekonomis. Angin cukup ekonomis tetapi bila di hybrid atau di tambah dengan penyimpanan maka tidak ekonomis. -- Justru tenaga surya non-PV yang di sebut Consentrating Solar Power (SCP) dimana  panas matahari yang di konsentrasikan ke lensa bukan melalui photovoltaic justru yang lebih ekonomis. Sayangnya jenis ini tidak di pergunakan di Indonesia. -- dan yang menarik adalah bahwa yang paling ekonomis dan menguntungkan adalah nuklir.

Salah satu Orang Terkaya di dunia yang mendorong EBT adalah Bill Gates, pendiri Microsoft, Ia menghabiskan lebih dari 10 tahun dan hampir USD 10 Milyar untuk membiayai berbagai teknologi energi bersih mulai dari teknologi baterai, Photovoltaic sampai Reaktor Nuklir. Tujuan utama Gates adalah bukan untuk menjadi pengusaha energi tetapi untuk mengentaskan kemiskinan di Afrika karena menurutnya hanya melalui energi yang bersih dan murah kemiskinan dapat di atasi.

Pada akhirnya Gates memutuskan bahwa energi angin dan surya tidak dapat di andalkan karena mahal dan tidak handal. Dalam interviewnya dengan Financial Times, Gates mengatakan bahwa Angin dan Surya adalah teknologi yang tidak dapat menjawab permasalahan energi saat ini. Menurut Gates salah satu energi yang dapat menjawab adalah Nuklir khususnya teknologi Nuklir Generasi ke IV. Salah satu perusahaan Nuklir yang di biayai oleh Gates adalah Terrapower.

Salah satu premis dari desain reaktor generasi IV yang saat ini masih dalam pengembangan dan akan mulai beroperasi paska 2020 adalah biaya pembangunan dibawah USD 3 juta/MW dan biaya produksi listrik dibawah USD 3 sen/kwH – Artinya harga tersebut jauh di bawah harga jual listrik PLN ke masyarakat yang sekitar USD 9 sen/Kwh. Artinya tidak ada subsidi.

Singkat kata, dari pembahasan tersebut di atas jelas bahwa satu-satunya energi terbarukan yang dapat menjawab tantangan permasalahan adalah Nuklir.

Bila premis dari energi terbarukan adalah mengurangi emisi gas rumah kaca maka kita tinggal melihat saja beberapa contoh di Eropa. Negara Eropa yang memiliki emisi terendah adalah Sweden, Swiss dan Perancis dimana ketiga negara tersebut lebih dari setengah energinya dari Nuklir dan selebihnya dari Hydropower. Sementara Jerman sebagai negara dengan kapasitas pembangkit tenaga Surya dan Angin terbesar di dunia, justru menghasilkan emisi karbon no 2 terbesar di Eropa --Dalam kasus jerman, penurunan GRK yang hanya 5% padahal pemakain angin dan surya meningkat 13% jelas tidak terjadi penurunan secara signifikan

 Mengapa? karena seperti kami jelaskan di atas, Angin dan surya bukanlah energi primer atau base load energi tetapi intermitten sehingga harus dibackup dengan sumber energi primer (base load) dan dalam hal Jerman lebih dari 47% memakai Batubara. Artinya Premis Energi Terbarukan tidak tercapai kecuali Nuklir dan Hydro maka kebutuhan baseload energi terpenuhi dengan emisi rendah, baru kemudian dapat di komplemen dalam skala kecil dengan intermitten seperti Angin dan Surya yang tidak dapat lebih dari 10%. 

Nuklir jelas tidak mengeluarkan emisi dan tidak perlu di Hybrid karena bukan intermiten artinya dapat di jadikan energi primer dengan faktor kapasitas tertinggi 90%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun