Mohon tunggu...
Bob S. Effendi
Bob S. Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Energi

Konsultan Energi, Pengurus KADIN dan Pokja ESDM KEIN

Selanjutnya

Tutup

Money

Energi Terbarukan dan Permasalahannya.

8 Juli 2015   22:33 Diperbarui: 4 April 2017   18:03 11178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai negara kepulauan maka Indonesia mempunyai lahan daratan yang terbatas dibanding negara lain. Indonesia memiliki kepadatana penduduk yang sangat padat sekitar 121 Km2 bandingkan dengan China yang berpenduduk diatas 1 milyar memiliki kepadatan yang lebih tinggi 142 Km2 dan India 368 Km2 bahkan Singapore negara kecil ternyata memiliki kepadatan 7148 km2 yang jauh lebih tinggi.

Artinya Indonesia tidak memiliki lahan yang luas dan harus berbagi untuk keperluan perumahan, Pertanian dan Infrastruktur (termasuk energi). Tentunya dalam perencanaan pembangkitan energi perlu di pertimbangkan pemakaian lahan yang kecil atau energi dengan densitas yang tinggi.

Densitas Energi

Pemilihan sumber energi dengan energi densitas yang tinggi sebenarnya adalah yang terbaik karena bukan saja membutuhkan bahan bakar yang kecil volumenya tetapi jumlah lahan yang juga kecil. Sebagai perbandingan densitas energi batubara adalah 1000 Kwh/m2 dan Nuklir 12.500.000.000 kwh/m3 artinya dengan lahan yang kecil Nuklir dapat menghasilkan energi ribuan kali lipat di banding batubara apalagi dibanding angin dan surya.

Dari sisi penggunaan bahan bakar bandingkan untuk membangkitkan 1000 MW listrik, sebuah PLTU batubara membutuhkan sekitar 2,5 juta ton batubara per tahun dengan nilai USD 250 Juta, PLTD (diesel) membutuhkan 2 juta ton Diesel dengan nilai USD 320 Juta sementara PLTN (nuklir) berbahan baku uranium hanya membutuhkan 250 ton Uranium dengan nilai USD 50 Juta dan yang lebih tinggi lagi densitasnya adalah PLTN berbahan bakar Thorium hanya membutuhkan 1 ton Thorium per tahun dengan nilai tidak lebih dari USD 0,5 Juta.

Masalah ke 4 : Kurva Bebek

Salah satu wilayah di Amerika yang memiliki komitmen tinggi terhadap energi terbarukan adalah California, dengan target 30% EBT pada tahun 2020. Sepeti dibahas di atas,  EBT, khususnya Surya adalah intermitten dhanya dapat berkerja ketika ada matahari dengan peak sekitar pk 12 - 13 sesudah menurun dan lewat pukul 16 sudah tidak dapat di harapkan hasilkan listrik. Hal ini tidak akan menjadi masalah bila sistim tidak interkoneksi tetapi ketika semuanya interkoneksi jatuhnya daya dalam jumlah besar lebih dari 10% akan membebani jaringan interkoneksi (grid) untuk mengenjot daya melalui pembangkit lainnya. -- Ini terjadi karena sampai saat ini tidak ada sistim storage energi yang efisien dan murah --  Karena sebagian besar pembangkit listrik adalah base load yang tidak dapat menaikan daya dalam waktu cepat maka untuk mencapai ini harus dipakai pembangkit yang dapat di pakai sebagai peak load seperti genset diesel dan turbin gas yang biaya operasionalnya mahal. -- California Independent System Operator (CAISO) adalah operator yang di tunjuk untuk mengoperasikan dan mengkordinasikan seluruh jaringan listrik di California membuat sebuah analisa tentang grid load bila terjadi peningkatan posri EBT sampai 33% pada tahun 2020 -- Analisa tersrebut di buat dalam bentuk Kurva yang bentukanya mirip bebek maka di sebut "Cal ISO Duck Curve" -- Menurut mereka akan di butuhkan daya lebih dari 13,000 MW yang hanya di butuhkan 3 jam saja untuk mencapai load sebesar itu dalam waktu yang cukup pendek maka di butuhkan gas turbin yang biayanya sangat mahal bahkan biaya pembangkitan 3 jam tersebut hampir sama dengan pembangkitan daya dengan base load selama 10 jam artinya pastinya terjadi peningkatan biaya listrik yang akan dibebankan kepada pelanggan. -- Skenario yang sama juga akan terjadi di Indonesia paska 2025 dimana saat itu porsi EBT sudah di atas 25% (seharusnya) dan Interkoneksi seluruh Jaringan sudah akan terjadi (saat ini interkoneksi baru Jawa - Bali.. itupun mungkin belum 100%).

Masalah 5 : Keekonomisan

Salah satu negara di dunia yang sangat komit dan mempergunakan EBT terbesar adalah Jerman, 37,9% kebutuhan energi di pasok oleh EBT yang terdiri dari Nuklir 16% dan non-Nuklir 21,9% (Angin, Surya, Biomassa, Hydro) dan target 2020 adalh 47% EBT.

Ambisi “Hijau” Jerman mulai berdampak kepada kas negara dengan anggaran subsidi EBT mendekati USD 31 Milyar per tahun, Jerman sudah mulai kesulitan keuangan dan parlemen dan masyarakat mulai bertanya karena dengan subsidi yang besar mengapa harga listrik naik terus dan emisi karbon terus meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun