Mohon tunggu...
Bob S. Effendi
Bob S. Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Energi

Konsultan Energi, Pengurus KADIN dan Pokja ESDM KEIN

Selanjutnya

Tutup

Money

Menggugat Kebijakan Energi Nasional

4 Juli 2015   23:47 Diperbarui: 4 Juli 2015   23:47 2981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan kata lain dari data ESDM sendiri :

  • Minyak Bumi akan habis dalam 15 tahun pada tahun 2019
  • Batubara akan habis dalam 22 tahun pada tahun 2026
  • Gas alam akan habis dalam 36 tahun pada Tahun 2050

Dari data ESDM sendiri dapat kita lihat bahwa dalam waktu kurang dari 40 tahun dari sekarang sebelum 2050 hampir 69% sumber daya energi primer akan habis, bahkan 11 tahun lagi dari sekarang pada 2026 Indonesia akan menjadi NET IMPORTIR BATUBARA.  Padahal dalam PP 79/2014 Pasal 11 ayat 2 point d berbunyi : menggunakan batubara sebagai andalan pasokan Energi nasional.

Bagaimana batubara bisa menjadi pasokan energi nasional kalau dalam 11 tahun lagi akan habis bukanlah sebuah rencana yang rasional. – Seharusnya Batubara tidak di jadikan andalan energi primer tetapi lebih di upayakan menjadi sumber bahan baku industri kimia yang memiliki nilia tambah lebih tinggi ketimbang hanya di bakar saja. 

Walaupun KEN sudah di revisi melalui PP 79/2014 yang meningkatkan pasokan energi terbarukan (31% pada tahun 2050) tetapi tetap saja revisi tersebut masih menggantungkan porsi terbesar kepada pasokan energi fossil yang akan habis dalam satu generasi.

Energi terbarukan bukannya tidak memiliki masalah. Yang harus di pahami adalah sebagaian besar energi terbarukan adalah intermitten energi artinya energi yang tidak kontinyu seperti Angin dan Surya, artinya tidak dapat di jadikan andalan energi primer. Sering kali sumber intermitten energi harus di hybrid juga dengan energi fossil seperti diesel dan gas yang pada akhirnya justru membuat tidak ekonomis tapi tetap di paksakan karena kesepakatan dunia terhadap energi bersih. Untuk itu pemerintah memberikan Feed-in-Tarif untuk energi terbarukan yang tidak lain adalah bentuk lain dari subsidi.

Memang ada energi terbarukan lainnya yang dapat di jadikan andalan energi primer seperti : Hydro, Geothermal dan Nuklir.

Lalu pada 2050 nanti ketika 69% sumber energi primer habis lalu bagaimana ?? Sayangnya hal tersebut tidak di bahas dalam KEN -- Artinya cucu saya nanti akan mewariskan Indonesia yang harus mengimport energi primernya dan tentunya dengan harga yang mahal karena pada saat itu penggunaan energi fossil pasti akan di kenakan semacam pajak karbon.

Apakah ini sebuah rencana yang bagus ? Jelas bukan. Itulah sebabnya Kebijakan Energi Nasional harus di revisi kembali.

Problem berikutnya dari KEN yang tidak di perhitungkan adalah masalah Komitmen Indonesia pada COP-15 yaitu konprensi dunia tentang perubahan iklim yang di adakan di Copenhagen pada Desember 2009. Seperti di ketahui bahwa sudah terjadi pemanasan global yang di duga berasal dari gas rumah kaca yang salah satu kontributor terbesar adalah sektor energi, khususnya energi fossil seperti Minyak dan Batu bara. Semua anggota G-20 pada COP-15 telah mensepakati untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di bawah level 2005.  

Sebagai anggota G-20 Indonesia juga berkomitmen untuk menurunkan 26% GRK di bawah level 2005 atau setara dengan 767 Juta Ton GRK dengan upaya sendiri dan 40%   dengan upaya dukungan internasional. Komitmen tersebut di tuangkan dalam Perpres no 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang di targetkan untuk bidang Energi dan Transportasi penurunan adalah :
  • Target Penurunan Emisi (26%) : 0,038 (Giga ton) CO2e atau 41,8 Juta Ton
  • Target Penurunan Emisi (41%) : 0,056 (Giga ton) CO2e atau 61.7 Juta Ton

Strategi utama untuk mencapai target tersebut adalah dengan pengurangan penggunaan energi fossil tetapi kenyataannya dalam KEN malah pengunaan energi fossil malah meningkat terus. Jelas ini konflik dengan komitmen COP-15 dan Perpres no 61 tahun 2011.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun