Mohon tunggu...
bob bob
bob bob Mohon Tunggu... -

only a guy

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Diberi Anak Dan Enak Oleh Mantan Kekasihku (2)

2 Oktober 2010   20:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:46 2152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kebiasaanku pulang terlambat kerumah memang sudah berlangsung sejak aku mulai bekerja, sangat jarang aku melihat matahari sore dari rumahku,  terlebih setelah aku membangun usaha sendiri. Pertengkaran demi pertengkaran dengan istriku selalu karena aku tidak pernah pulang sebagaimana umumnya orang bekerja sesuai pendapatnya. Aku tak pernah memberi penjelasan kemana saja aku pergi, kuserahkan pak Enos yang menjawabnya, bagiku urusan mencari nafkah tak perlu dikendalikan istri.  Pak Enos sudah mengerti apa yang harus dikatakan kepada istriku, sepanjang ini Pak Enos dapat mengendalikan suasana dengan menjelaskan kemana kami pergi. Kuserahkan kepada Pak Enos untuk menjalani intrrogasi istriku karena aku pikir bisa ribut kalau jawabanku tidak match dengan jawaban Pak Enos.

Malam itu aku pulang menjelang jam 10 malam, kutengok anakku masih menonton TV dikamarnya ditemani pembantu. Aku mengerti mengapa anak perempuanku satu2nya belum tidur, seperti biasanya dia menungguku untuk meminta untuk kebutuhan sekolahnya. Anakku baru duduk kelas satu sekolah menengah pertama, dia anakku dari Lita istriku yang kucerai lebih sepuluh tahun lalu. Wenny, istriku yang sekarang belum ada keturunan. Hasil pemerikasaan dokter menjelaskan wenny mengalami penyempitan dalam saluran kandungannya, kemungkinan untuk hami  punya anak sangat kecil. Mungkin karena aku sudah memiliki anak  yang aku asuh sendiri sejak kecil membuatku tidak punya beban lagi soal keturunan. Tapi untuk Wenny istriku itu yang tak mempunyai keturunan  mungkin menjadi beban berat dalam mengikat hubungan rumah tangga.  Mungkin karena alasan itulah dia menginginkan agar rumah yang kami miliki dibaliknamakan atas nama istriku  itu. Perkawinan yang diikat oleh harta menjadi perkawinan yang penuh intrik yang justru mendorongku untuk membuat statement anakku sebagai pewaris tunggal. Karina anakku menjadi tersisihkan dirumah sendiri  sehingga sepulang sekolah aku sering minta  Adang sopir yang mengantar jemputnya untuk membawanya kekantor Memang kusediakan ruangan untuknya bermain komputer. Karina menjadi lebih dekat dengan pegawaiku dari pada dengan istriku.  Hidup dalam perkawinan seperti itu, hubungan dengan anak lebih banyak kulakukan di Kantor daripada dirumah,  sehingga aku pulang larut malampun bagi anakku sudah terbiasa. Tetapi istriku, walaupun dia sering juga datang kekantor tetapi lebih banyak membuat tegang karena ucapannya sering kasar dengan para pegawaiku. Keadaan inilah yang membuat aku sering mengadakan pertemuan bisnis diluar untuk menghindari masalah dengan rekan bisnisku karena sikap istriku.

Kini, sejak aku bertemu Rani, aku telah merubah kebiasaanku mengadakan pertemuan diluar kantor itu, sebaliknya aku meminta istriku agar tidak terlalu ikut campur urusan kantorku. Aku coba memberi pengertian kepada istriku, bahwa semua yang bekerja untukku pada dasarnya mereka itulah yang mencarikan nafkah untuk keluarga ini. Rupanya teguranku membuatnya tersinggung, dia bersumpah tidak akan ikut campur lagi, dalam hatiku, inilah yang aku harapkan. Sementara anakku masih seperti biasa, pulang sekolah, minta belikan makan  pada pegawaiku dan asyik diruangan bermainnya, semua pegawai meladeninya, ini yang membuatnya penuh tawa ceria, sangat bertolak belakang jika berada dirumah,  bahkan sangat akrab dengan Lia skretarisku di kantor. Kadang aku geli melihat polah anakku, sering minta pangku Lia, tentu saja Lia megap2 lantaran badan anakku yang bongsor itu jauh lebih besar dari tubuh Lia. Lia inilah yang sering kuminta menemani membeli keperluan anakku, juga ke Salon. Karena kebiasaan itu, pegawai lain suka menggoda Lia jika anakku di kantor, anakku juga senang menggoda Lia yang dipanggilnya mami. Digoda seperti itu Lia tersipu2, tingkahnya yang seperti itu yang membuat seisi kantor suka menggodanya. Bahkan Adang mulai ikut2an memanggil mami yang membuat suasana penuh tawa. Namun suasana seperti itu justru membuat aku khawatir, jika istriku tahu,  bakalan runyam urusan karena cemburu. Mungkin karena istriku tidak dapat mengambil hati anakku, pegawaiku menjadi tidak menaruh respek terhadap istriku sehingga candaan terjadi seperti itu.

Dirumah Rani, aku dapat temukan kehangatan hubungan dan tubuh dan naluriku ingin mendekatkan mereka dengan anakku. Ide gila muncul, Sherly aku rekrut menjadi pegawai dinas luar yang tugasnya mengurusi semua kebutuhan Karina selain sebagai pemasaran tetapi tanpa target sebagai formalitas semata.  Mulai mengambil raport, membeli keperluan sekolah  sampai keperluan pribadi anakku yang selama ini dilakukan Lia akan kuserahkan kepada Sherly. Ini aku lakukan agar Lia tidak menjadi sasaran kecemburuan istriku atau Lia berfikir yang lain. Namun karena anakku sudah terlanjur akrab, sulit memisahkan anakku dengan Lia.  Kucoba melibatkan Sherly dalam urusan Karina, anakku itu agar dia tidak terlalu bergantung pada Lia. Lia dan Sherly memang sudah saling mengenal sebelumnya, Ketika Karina minta dibelikan sepatu, kuminta Lia mengantarnya  dan kupesankan agar ditemani Sherly. Ternyata, Rina dan Sherly mengajak Sisi pergi beramai2 menemani Lia dan Karina sampai menjelang malam. Katanya Karina, anakku mengajak ke Mall dan makan2, lewat HP kuminta mereka segera pulang diantar Adang sementara Lia di drop di Kantor. Karena Pak Enos minta izin karena harus mengantar istrinya ke dokter, aku terpaksa menyopiri sendiri mengantar Lia pulang.  Keluar kantor jalanana macet total, pasti ada kecelakaan pikirku. Mobil tak bisa bergerak, kulirik Lia yang tanggannya memainkan key Hpnya, iseng tanganku merebut HPnya dan kumasukkan kedalam console box, bukannya nyanyi malah sms an gerutuku. Kugemgam tangan Lia, dia diam seperti menikmati genggaman tanganku. Entah setan apa yang ada diotakku, kurangkul bahunya agar wajahnya mendekat, sebuah ciuman kudaratkan kepipinya. Bah...mau juga dia rupanya, kataku dalam hati.  Kuminta dia duduk merapat walaupun terhalang console box kuletakkan tangannya dipahaku, ah ... dia tidak menolak. Terucap dari mulutku bahwa aku selama ini menyayanginya, rayuan basi keluar dari mulutku seandainya Lia dapat menerima Karina sebagai anaknya. Lia tertawa, sebab umur Lia baru dua puluh satu tahun sedangkan anakku tiga belas tahun. Katanya , Lucu kalau Lia dipanggil mami. Wah.....  rupanya candaan selama ini diterima Lia secara sungguh2.

Kuantar Lia sampai depan rumahnya, sebelum turun Lia bukan saja memberikan pipinya, juga bibirnya .... salam dan cium tanganku sebelum membuka pinta mobil. Dalam perjalanan pulang aku tertawa geli, mungkin aku sudah mulai gila, Rani mantan pacar kanak2ku sudah berusia lebih dari 45 tahun yang tak juah berbeda dengan umurku, Sherly anakknya berumur 25 tahun dan kini ditambah Lia gadis berumur 21 tahun. Tak terbayang olehku jika istriku mengetahui perbuatanku,  terbayang wajahnya yang pemarah itu  aku jadi geli sendiri, mungkin para wanita ini sudah tahu kelakuan istriku terhadap anakku, mungkin  juga karena sebal sehingga mereka  berani menggodaku. Rasain, kataku dalam hati.  Seandainya istriku bersikap lembut, mungkin banyak yang menaruh simpati kepadanya, tidak seperti apa yang aku dengar, banyak yang menyarakan agar aku menceraikannya.

Rupanya karena seringnya anakku berada dirumah Rani, istriku mulai curiga dan mendatangi rumah Rani diantar oleh Adang. Istriku mengingatkan Rani agar jangan memanjakan Karina, jangan mengurusi anak orang lain. Ucapan seperti itu sampai ditelingaku, kuingatkan istriku, kalau tidak dapat menerima Karina sebagai anaknya, pastinya aku mencari wanita lain untuk menggantikan kasih sayang ibunya. Itulah bedanya ibu kandung dan ibu tiri yang dapat merasa sakit hati dengan anak. Rasa sakit hati istriku dengan anak seolah tak terhapuskan dan sesungguhnya inilah yang menyebabkan aku bertahan pada pernikahan yang penuh intrik, ganti istri akan sama saja, berpoligami semakin ruwet urusan. Bagiku, siapaun yang dapat menyayangi anakku, menyenangkan anakku, berapapun uang yang dibutuhkan akan akau sediakan. Aku hanya menjaga perkembangan psikologis anakku agar tidak merasa tertekan, agaknya jalan yang aku ambil cukup berhasil. Permintaan istriku tidak didengarkan oleh Rani maupun sherly, justru sebaliknya mereka sengaja membuat panas istriku melalui sms2 perhatian terhadap diriku dan anakku. Sms itu ternyata dibaca oleh istriku yang biasa menggeledah isi HPku.  Istriku marah, Rani dan sherly dilabraknya, tetapi bukannya mundur, Rani dan Sherly justru makin berani terhadap istriku. Sementara mereka berkelahi, secara diam2 Karina dan aku sering pergi bersama Lia. Pak Enos yang setia itu hanya senyum2 melihat keluargaku seperti itu. Kami sudah kompak, bapak mengantar Karina ke mall, ke salon atau kemana saja, tapi Lia tetap menjadi rahasia kami bertiga. Pak Enos mungkin hanya berpikir Lia menemani Karina saja, tak lebih dari itu sebab selama mereka berbelanja atau apapun aku selalu tidur di mobil yang ACnya tetap dinyalakan sementara Pak Enos mencari tempat tak jauh dari mobil.

Bersambung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun