Dasar Guru Edan

Anak saya tertawa-tawa seusai ujian Nasional, dengan piawainya dia menceritakan bagaimana mensiasati UN, diwajahnya tergambar keyakinan pasti akan lulus UN dan nyatanya anak saya itu lulus UN. Bukan bangga mutu sekolah negeri itu, bangga berhasil berbuat curang, berhasil mengelabui pengawasan sekolah. Saya tanya siapa yang mengajari, tidak ada katanya, bagaimana dengan pengawasnya, tahu sama tahu sajalah, katanya sambil tertawa. Rupanya para pengawas yang juga guru sekolah negeri lain itu sudah sepakat membiarkan dan membantu para murid berbuat curang. Saya katakan kepada anak saya, itu merugikan dirimu sendiri, jawaban anak saya sungguh mencengangkan , jaman papa kuno, sekarang jamannya memakai taktik.

Pantas saja HP saya selalu "terbawa" sekolah anak saya itu, selama ujian anak saya memang memerlukan dua buah HP, satu HP dikumpulkan, satu HP dikantungi, HP yang dikantungi itu untuk menerima kunci jawaban UN sebelum ujian dimulai.  Dengan cepat mereka membuat Back up nya, ada yang ditulis dikertas, dipaha, dibetis ( murid pria),  pengawas memberi kode jempol jika SMS jawaban itu benar. Pantas saja, kelulusan sekolah negeri tinggi2 karena diakali seperti itu.  Bukan muridnya yang pintar rupanya, pak guru yang lebih pintar mengakali rupanya.

Kumpul HP dimeja pengawas rupanya hanya kamulflase agar kelihatan pelaksanaan ujian tertib. Guru edan, murid harapan bangsa diajari curang, bagaimana dengan kelakuan anak didik ini nantinya. Tetapi hal ini sesungguhnya pak Guru tidak berniat mengajari murid untuk berbuat curang, hal ini sebagai akibat dari sebuah pertaruhan jabatan. Copot mencopot jabatan berdasarkan tingkat kelulusan siswa membuat para pejabat pendidikan melakukan strategi pengamanan jabatan yaitu melakukan segala upaya untuk membuat kelulusan murid itu sesuai target. Pejabat edan, gurupun ikut edan karena perintah lisan pejabat atasannya itu,  sedangkan sekolah swasta tidak mengenal copot mencopot, muridpun bersikap jujur dengan tidak mencari bocoran, alhasil sekolah swasta seolah dibuat tidak bermutu karena rendahnya tingkat kelulusan.

Inilah zaman edan, kalau tidak edan dianggap edan sungguhan, duit dikorup, mentalpun dikorup yang menyebabkan munculnya generasi keropos. Buat apa diselenggarakan UN kalau hanya untuk akal2an, seolah pemerintah sudah menyelenggarakan pendidikan bermutu, sekolah swasta dibuat seakan tidak dapat menyaingi sekolah negeri. Memang sekolah swasta tidak mampu menyaingi sekolah negeri, bukan dalam mutu pendidikan, tetapi mutu akal2an nya. Tragis nian nasib pendidikan kita, muridpun dijadikan sasaran politik pencitraan.