Kini, bentuk-bentuk demokratis dari kehidupan politik Islam tak ragu lagi merupakan fenomena yang mengekspresikan secara jelas evolusi negara dalam masyarakat ber Tauhid lebih menjadi solutif.Â
"Saya ingin menyatu bersama rakyat. Karena Islam yang saya tangkap itu egaliter," ( Setiawan Djody )Â
Umat Islam di Indonesia mampu menjawab tantangan kapitalime global dan persoalan bangsa yang digandurungi para pencoleng biarlah terbakar angkara murka, bersatunya jiwa dan rakyat karena mencintai Islam, imbuh Djodi :Â
"Cintai Islam biar cinta Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Konstitusi 1945,"Â
Mengapa ide tentang penaklukan kapitalis oligarki dilakukan oleh kelompok mayoritas Islam reformis ?Â
Demokrasi ala presidensial merupakan perhitungan yang sepenuhnya dalam semangat liberalisme parlementer borjuasi, fraksi-fraksi parpol hanya memikirkan satu sisi, yakni sisi formal demokrasi, namun tidak mempertimbangkan sisi lainnya, yakni kedaulatan rakyat sesungguhnya dari demokrasi.Â
Rezim Joko Widodo lebih spesifik dari negara kelas borjuis yang membantu mematangkan dan mengembangkan  pertentangan yang kini ada dalam kapitalisme dan komunisme.
Maka teori introduksi Islam mengarah pada sosialisme, perlahan mengajukan reformasi progresif terhadap kepemilikan kapitalis dan negara yang terkontaminasi oleh oligraki.Â
Mayoritas penduduk muslim di Indonsia dikenal sebagai Islam reformis lebih menjadikan Pancasila dan UUD 1945 arahan kedaulatan rakyat, untuk itulah stigma MPR yang harus dikembalikan sebagai majelis tertinggi negara, konsekuensi dari hukum-hukum obyektif masyarakat yang kini ada, satu dan lainnya berkembang dalam arah revolusi yang berlawanan dari kelompok status quo elite oligarki kapitalisme global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H