Mohon tunggu...
Bagas Mulyanto
Bagas Mulyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Book Author and Book Translator

I am a graduate of Islamic Law with a focus on the study of State Law and Islamic political studies, I am also a writer of literary books with the theme of social reaslis and a book translator. I am very motivated to develop skills professionally. I am confident in my ability to generate compelling ideas for memorable marketing campaign strategies and tactics.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fiqih PILKADA (Qoul Kuat Larangan Perempuan Menjadi Pemimpin Publik)

27 Agustus 2020   11:34 Diperbarui: 27 Agustus 2020   11:36 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poto (Sumber: NU-Klaten)

Poto (Sumber: Assuniyyah)
Poto (Sumber: Assuniyyah)
Tambahan dari Imam Asy-Syaukani yang juga berpendapat bahwa seorang perempuan tidak berhak menduduki kepemimpinan dan tidak boleh bagi masyarakat untuk mengangkatnya, karena mereka harus menghindarkan segala sesuatu yang dapat menyebabkan mereka tidak beruntung. Beliau berpijak dengan dalil sebuah hadist dari Abu Bakrah ra, dia berkata,

‎لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ « لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً »

"Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendengar bahwa penduduk Persia mengangkat puteri Kisra sebagai rajanya, beliau bersabda: "Tidak adakan beruntung kaum yang perkaranya dipimpin oleh seorang wanita." (HR. Bukhari No. 4425). (Imam Asy-Syaukani, Kitab Nailul Authar: jilid 8 hal 305).


Khilafiyah kepemimpinan ini di tuliskan juga di dalam kitab Fatawa Al-Azhar di jelaskan wanita tidak boleh jadi pemimpin, tetapi hanya Imam Abu Hanifah saja yang membolehkannya. Dalam kitab tersebut di simpulkan bahwa perempuan menjadi pemimpin ada tiga pendapat: pertama, menurut jumhur ulama dan berdasarkan pendapat Imam mazhab yang tiga (Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Syafi'i), Kedua. Berdasarkan Syekh Ibnu Narir At-thabari boleh dengan mutlaq pada semua perkara. Ketiga, berdasarkan pendapat Abu Hanifah boleh pada penyaksiannya saja diselain hukum narapidana atau jinayat. ( Kitab Fatawa Al-Azhar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun