Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Kartu Kuning dan Kartu Mahasiswa Pintar

16 Februari 2018   19:38 Diperbarui: 21 Februari 2018   09:31 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tak habis pikir penulis membayangkan, bila ada wasit dalam permainan sepak bola seperti Zadit Taqwa Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), yang baru-baru ini memberikan kartu kuning kepada Presiden Indonesia Joko Widodo.

Yang jelas dan harus kita pahami bersama, politik bukan seperti olahraga kesebelasan sepak bola (football)dan daerah Papua (Provinsi) bukanlah satu-satunya lapangan dalam kebijakan politik tetapi wilayahnya adalah Nusantara dari Sabang sampai Merauke (Indonesia).

Tanpa berpikir panjang, bila Indonesia versi Zadit adalah ibarat main sepak bola, maka tentunya harus komplit dengan jumlah goll atau poin, hand ball, wasit pinggir, bendera pojok, tendangan bebas, kornel, pelemparan bola bila keluar garis lapangan, bola tengah dan finalti (kurang lebih seperti itulah yang saya pahami dalam permainan sepak bola).

Goll Indonesia atas Preepot

PT Preepot Indonesia sudah lama beroperasi di Indonesia sejak Presiden Amerika Serikat F Kennedi. Saham Indonesia selaku tuan rumah lebih sedikit dengan hasil yang diperoleh oleh Amerika Serikat sebagai pemilik kontraktor atau saham.

Dengan kerja keras pemerintah, Presiden dan Wakil Presiden beserta Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan para ekonom, saham divestasi saham Freeport Indonesia ke pemerintah yang sebelumnya sebesar 9,36 persen tahap pertama yang disepakati 10 tahun sejak 1991, atau di tahun 2001. Kemudian divestasi tahap kedua mulai 2001. Freeport harus melepas sahamnya 2 persen per tahun, hingga kepemilikan nasional menjadi 51 persen. Namun kenyataannya Freeport baru divestasi saham ke pemerintah Indonesia sebesar 9,36 persen. Jika disepakati divestasi saham sebesar 51 persen maka ini menujukkan Indonesia sudah tegas dalam menegakkan hukumnya.

 Irwan Khoiruddin di BRILIO NET.EKONOMI menyatakan, 5 keuntungan Indonesia atas Preepot yang melepaskan 51 persen ke pemerintah Indonesia. Pertama,memperkuat kontrol atas sumber daya alam di Indonesia, kedua,memakmurkan suku dan pemerintah daerah Papua, ketiga,penegakan hukum untuk Freeport, keempat, menujukkan Indonesia sebagai negara berdaulat dan kelima, meningkatkan pendapatan negara

Persoalannya, penerimaan 51 persen itu apakah menjadi goll untuk pemerintahan Jokowi selama memerintah? Yang jelas keuntungan Indonesia bertambah dengan angka yang signifikan, berarti Indonesia dengan serangan baliknya menjebol goll gawang Preepot dengan 51 persen.

Peluit panjang atas keberhasilan kerja keras pemerintah telah diapresiasi oleh semua media kecuali yang tidak suka kepada pemerintahan Jokowi (baca media tidak netral). Sedangkan, BEM UI tak ada ceritanya mengapresiasi keberhasilan itu atau tak ada bunyi peluit panjang dari kampus yang almamaternya warna kuning tersebut. Apa wasit ini adalah bayaran atau tak menyaksikan jalannya pertandingan?

Wasit tengah adalah memiliki peran penting dari dua wasit pinggir. Istilahnya, wasitlah yang berkuasa. Apabila wasit tengah tak memberikan rekasi atau aba-aba saat terjadi handball atau pelanggaran yang oleh penonton benar adanya terdapat pelanggaran dan handball saat jalannya pertandingan, maka penonton tentu sangat kecewa dan menilai sang wasit tidak netral. Wasit tidak netral dalam pertandingan sepak bola pun kerap terjadi. Bahkan, dengan kesalahan/kelalaian wasit, dapat memicu kerusuhan salah satu supporter yang merasa dirugikan.

Kartu kuning Zadit telah merugikan supporter Jokowi-JK atau club kabinet kerja. Pasalnya, Zadit Taqwa tak dari awal mengikuti jalannya pertandingan dan tak ada peluit panjang saat Jokowi-JK berhasil dalam pembangunan infrastruktur. Apapun bentuk keberhasilan pembangunan itu harus dibunyikan peluit panjang.

Sama halnya, dengan keberhasilan seorang pemain depan yang mencetak goll dengan berbagai gaya dan melalui model yang berbeda-beda seperti goll sentulan kepala, umpan silang, goll finalti, tendakan pisang ala David Bakham, sentulan terbang ala Van Versi, tendangan kiri ala Lionel Messi dan tendangan akurat ala Cristiano Ronaldo.

Tak ikut ke Asmat

Hal yang aneh lagi apabila seorang wasit yang telah memutuskan mengeluarkan kartu kuning kepada pemerintah Jokow-JK tak ikut menyaksikan kondisi sebenarnya di Asmat, Papua lokasi wabah gizi buruk yang menelan korban 61 anak meninggal. Sementara rombangan BEM UI dikabarkan sudah kesana tanpa Zadit yang bertindak selaku wasit. 

Jadi wajar kiranya para netizen media sosial berkomentar tentang tak ikut sertanya Zadit ke Papua untuk melihat kondisi yang sebenarnya. Ada netizen mengatakan "jangan asal ngomong buktikan, atau istilah tong kosong nyaring bunyinya." Komentar netizen ini sudah seharusnya dilontarkan kepada Zadit, lantaran semangatnya mengeluarkan kartu kuning kepada Presiden Jokowi atas keperihatinannya kepada anak-anak Papua yang dilanda wabah gizi buruk dan campak. Semangat itu ternyata hanya berkobar di Jakarta tak sampai ke daerah Papua atau zona kejadian.

Ini namanya ibarat penonton sepak bola dari televisi yang tiba-tiba bertemu dengan kapten lalu memberikan kartu kuning. Kartu kuning itu tidak resmi karena tidak komplet dari jumlah goll dan handball, pun tidak ikut menyaksikan langsung kondisi riil di lapangan apa yang sesungguhnya terjadi. Padahal, kapten Jokowi dan supporter kabinet kerja menyarankan Zadit yang bertindak sebagai wasit untuk menyaksikan secara seksama dan dewasa apa yang sebenarnya terjadi di Agats, Asmat, Papua.

Hal ini sangat penting agar publik dapat menilai, kartu kuning syarat dengan politik kepentingan segelintir golongan atau kritik konstruktif bagi pemerintah. Sebab kalau dia syarat dengan kepentingan golongan tertentu yang memanfaatkan kondisi Asmat maka kebenaran yang sesungguhnya terhadap apa yang sesungguhnya terjadi merugikan dan membingungkan publik.

Sangat mendukung pula tentang APBD Pemprov Papua seperti apa dan bagaimana kucuran dananya untuk kesehatan oleh pemerintah daerah setempat. Sehingga kartu kuning ala Zadit pun mengarah kemana yang selayaknya. Yang jelas, Zadit hanya memberikan kartu kuning kepada Presiden Jokowi dan tak mau tahu tentang anggaran dana APBD yang dikelola oleh pemerintah atau gubernur setempat.

Harry S. Truman Presiden ke 33 Amerika Serikat  berkata, "untuk mengerti sebuah fakta, Anda harus membaca dan melihat semua fakta." Rupanya pemerintah dan universitas perlu membuat Kartu Mahasiswa Pintar (KMP).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun