Mohon tunggu...
Budhi Masthuri
Budhi Masthuri Mohon Tunggu... Seniman - Cucunya Mbah Dollah

Masih Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari 3 Lensa Menjadi 5 Lensa: Kritik terhadap Artikel Brian W Head

6 April 2021   22:13 Diperbarui: 6 April 2021   22:52 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua belas tahun lalu, Brian W. Head, menulis tentang Three Lenses of Evidence-Based Policy, menawarkan skema pemikiran tentang tiga sumber bukti atau evidence dalam proses pembuatan kebijakan. Ketiga sumber tersebut adalah; political judgment, scientific research, dan profesional practices.

Antara sumber-sumber evidence tersebut pada dasarnya saling terkait dan bahkan berisiran. Keterkaitan atau irisan inilah yang menjadi evidence paling kuat dan valid untuk digunakan dalam merumuskan kebijakan (Brian;2008).

Ringkasan Tiga Lensa 

Political Judgement adalah sumber evidence yang bisa berupa peran, pemikiran, penilaian, termasuk bagaimana prose-proses komunikasi serta advokasi yang dilakukan oleh aktor politik, dari mulai agenda setting, sampai membangun koalisi dan negosiasi. Aktornya adalah Politisi, Partai Politik, Ormas sebagai kelompok terorganisir yang biasanya cenderung berafiliasi ke partai politik, dan media massa.  

Adapun Scientific Research adalah sumber evidence berupa hasil-hasil penelitian ilmiah yang menghasilkan analisis sistemik terhadap sebuah isue, dan bisa dilakukan oleh akademisi di kampus, lembaga pemerintah seperti Bappeda, maupun penelitian (R&D) di sektor swasta.

Sedangkan Profesional Practices adalah sumber evidence berupa praktik-praktik kebijaksanaan yang menghasilkan pengetahuan dari para profesional dalam bidang masing-masing, seperti kelompok profesi advokad, pengusaha, dll.

Kritik Terhadap Tiga Lensa

Three Lenses of Evidence-Based Policy ini ditulis dua belas tahun lalu. Ketika itu pertumbuhan dan perkembangan masyarakat digital yang melahirkan begitu banyak digital influencer belum mengemuka seperti sekarang. 

Mungkin ini mengapa Brian W. Head sebagai penulis belum mencantumkan Digital Influencer Practicess sebagai sumber evidence selain tiga sumber tersebut. Digital nfulencer adalah seorang praktisi media sosial yang memiliki pengikut dengan jumlah sangat signifikan.

Seringkali dalam isue tertentu seorang influencer mempengaruhi pengiutnya dan menimbulkan reaksi, efek dan ekses tertentu. Praktik dalam bidang bisnis misalnya, hampir seratus persen konsumen  lebih  percaya  kepada digital influencer, ini terungkap dari survey statistik yang dilakukan majalah Forbes (Lidya dan Fitrie;2018).

Seorang aktor politik bisa saja sebagai influenser  atau sebaliknya, tetapi umumnya seorang digital influencer adalah figur independen dan bukan aktor politik, dan tidak memiliki afiliasi politik. Oleh karena itu, digital influencer practicess memiliki karakteirsik yang berbeda dari political judgment, sehingga pada dasarnya bisa menjadi sumber evidence yang patut dipertimbangkan dalam proses perumusan kebijakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun