Mohon tunggu...
Budhi Masthuri
Budhi Masthuri Mohon Tunggu... Seniman - Cucunya Mbah Dollah

Masih Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rumah Susun Murah dan Strategi Pelibatan Swasta Membangun Jakarta

16 Desember 2020   20:18 Diperbarui: 16 Desember 2020   21:32 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
simpulkpbu.pu.go.id, Sumber Data: DJPR Kemenkeu

Pada tahun 2018, Oxford Economics, sebuah perusahaan yang menyediakan layanan jasa forscasting economic, quantitative analysis, global forecasting, dan modeling services di USA (www.bloomberd.com), menerbitkan sebuah laporan berjudul Global Cities, di dalamnya antara lain menyebutkan bahwa Jakarta akan menjadi kota dengan jumlah penduduk terbesar di dunia pada 2035, yakni 38 juta jiwa (Widowati 2019). 

Kepadatan penduduk akan mempengaruhi kualits hidup masyarakat, terutama sosial ekonomi. Masalah-masalah sosial ekonomi yang timbul akibat kepadatan penduduk mulai dari pekerjaan atau mata pencaharian, kesehatan, pendidikan, dan pendapatan (Christiani dkk). Empat permasalahan yang timbul akibat kepadatan penduduk tersebut semakin sulit diatasi tanpa tersedianya tempat tinggal yang laik, terutama bagi masyarakat miskin di perkotaan.

Dengan kepadatan penduduk sedemikian rupa, menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, setiap tahun Jakarta membutuhkan sekitar 800 ribu sampai 1 juta unit rumah. Kebutuhan ini diresponse pemerintah dengan merancang berbagai program, antara lain Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jakarta Property Institute). Meskipun pada saat yang sama pemerintah, termasuk DKI Jakarta mengalami keterbatasan anggaran untuk membiayai pembangunan infrastruktur, sehingga dituntut kreatifitasnya untuk menggunakan alternatif pendanaan. 

Sejauh ini skema yang digunakan antara lain adalah kerjasama pembangunan dengan melibatkan pihak swasta yang biasa disebut public private partnership dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). 

KPBU didefinisikan sebagai kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur bertujuan untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang ditetapkan pemerintah, dan sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha (Noor, 2016). Dasar hukum pelaksanaan public private partnership (PPP) dengan skema KPBU diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha

Public Private Partnership (PPP) adalah sebuah terminologi tentang kemitraan antara pemerintah dengan sektor swasta, terutama untuk pelaksanaan pembangunan infrastruktur. 

Dalam praktek tata kelola pemerintahan, Public Private Partnership ini dijalankan dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 dan diperbaharui dengan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Dalam Penyediaan Infrastruktur.  

Tujuan dilakukannya Public Private Partnership melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha antara lain untuk mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam penyediaan infrastruktur melalui pengerahan dana swasta, melalui prinsip kemitraan, yakni kerjasama antara pemerintah dengan Badan Usaha dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan persyaratan yang mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak,dll.

Tidak semua pembangunan infrastruktur dapat dikerjasamakan dalam skema ini. Jenis infrastruktur yang bisa dikerjasamakan pembangunannya adalah infrastruktur yang bersinggungan dengan aspek ekonomi dan sosial. 

Adapun rencana dan tahapan pelaksanaan Public Private Partnership dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) ini diawali dengan melakukan identifikasi dan penetapan KPBU. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur yang perlu disediakan/diadakan dan akan dikerjasamakan. Tahapan dan alur lebih lengkap dapat dilihat dalam bagan berikut ini:

simpulkpbu.pu.go.id, Sumber Data: DJPR Kemenkeu
simpulkpbu.pu.go.id, Sumber Data: DJPR Kemenkeu
Kewajiban Pengembang Mambangun Rumah Susun Murah

Pemerintah DKI Jakarta memiliki instrumen hukum yang sangat visioner untuk mengatasi kebutuhan rumah warganya di tengah potensi ledakan dan kepadatan jumlah penduduk. 

Sejak tahun 1990 Gubenur DKI Jakarta ketika itu, Wiyogo Atmodarminto menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor: 540 Tahun 1990 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan Atas Bidang Tanah Untuk Pembangunan Fisik Kota Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Keputusan Gubernur ini merupakan instrumen hukum yang mengkombinasikan proses bisnis pengembang dengan kewajiban dan tanggung jawab sosial mereka membantu mengatasi persoalan-persoalan sosial ekonomi warga Jakarta.

Untuk memperoleh Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan yang luasnya 5000 M2 (lima ribu meter persegi) atau lebih, pengembang wajib memenuhi persyaratan antara lain membiayai dan membangaun rumah susun murah beserta fasilitasnya seluas 20% dari areal manfaat secara komersil, dengan ketentuan yang ditetapkan Gubernur DKI Jakarta seperti antara lain lokasi dan persyaratan penjualannya. 

Sinkronisasi dua kegiatan yang memiliki tujuan berbeda melalui penggabungan keduanya secara simultan (seperti yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta ini)  dikenal  dengan  istilah ambidexterity (Mansur dan Almahendra, 2018).

Berdasarkan  analisa  data  Susenas  tahun  2015, baru  setengah  penduduk  DKI Jakarta  (51%)  yang  memiliki  properti  sendiri. Masyarakat miskin adalah yang paling banyak (40%) tidak  memiliki rumah. 

Berkaitan dengan kondisi tersebut, kewajiban yang diberikan kepada pengembang untuk membangun rumah susun murah seluas 20% dari jumlah luasan area yang dimohonkan persetujuan prinsip untuk membangun properti di DKI Jakarta adalah pendekatan yang brilliant. Ini sekaligus memberi ruang partisipasi kepada sektor swasta menjadi bagian dari solusi atas persoalan sosial ekonomi yang timbul akibat belum terpenuhinya kebutuhan rumah bagi masyarakat miskin di tengah kepadatan penduduk di DKI Jakarta.

Selama  ini,  secara  umum  pendistribusian  stok  perumahan  di  DKI Jakarta  untuk  kepemilikan  dilaksanakan  oleh  pelaku  pembangunan  baik  BUMN  maupun masyarakat. Setelah dilakukan identifikasi, terdapat  beberapa   potensi   pemenuhan penyediaan perumahan rakyat 2018-2022 di Jakarta, yaitu melalui;

Skema pendanaan APBD,untuk pembangunan rumah susun dan penataan kawasan permukiman/kampung.

Skema pendanaan APBN, untuk pembangunanrumah susun milik (rusunami) dan skema pembiayaan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), serta penataan kawasan kumuh melalui program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku)

Skema Kewajiban Pengembang, untuk membangun rumah susun murah seluas 20% dari jumlah luasan area yang dimohonkan persetujuan prinsip untuk membangun properti di DKI Jakarta, dan Peran Serta Swasta, yakni untuk pembangunan rusun MBR dan hunian komersial.

Seperti diuraikan sebelumnya bahwa kepadatan jumlah penduduk menyebabkan timbulnya berbagai persoalan menyangkut kesejahteraan masyarakat seperti masalah sosial ekonomi, pekerjaan atau mata pencaharian, kesehatan, pendidikan, dan pendapatan (Christiani dkk).  

Public private partnership melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam pembangunan rumah susun murah dengan mewajibkan pengembang seluas 20% dari persetujuan prinsip ini tidak hanya menyelesaikan persoalan keterbatasan anggaran pemerintah, tetapi sekaligus juga mengatasi berbagai macam permasalahan sosial, ekonomi dan pendidikan yang timbul akibat kepadatan jumlah penduduk.

Dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 tentang RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2022,  Pemerintah DKI Jakarta merencanakan fasilitasi 250.000 unit rumah susun di Jakarta, 218.214 unit di antaranya adalah unit rumah susun murah yang akan dibangun menggunakan pendekatan public private partnership dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha seluas 20% dari jumlah luasan area yang dimohonkan persetujuan prinsip sebagaimana diatur dalam Keputusan Gubernur No. 540 Tahun 1990. 

Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha sebagai implementasi dari public private partnership dalam pembangunan rumah susun murah di DKI Jakarta dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:

Disarikan dari Mekanisme SK Gubernur DKI Jakarta No.540/1990
Disarikan dari Mekanisme SK Gubernur DKI Jakarta No.540/1990

Merujuk pada data dokumen Rencana Strategis Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2022, sampai dengan Oktober 2017 Pemerintah DKI Jakarta sudah memiliki 163 blok rumah susun murah berdiri di atas lahan seluas 262.250 M2 dan total unit sebanyak 17.390 unit. Adapun fasilitas yang tersedia umumnya terdapat sarana rumah ibadah, klinik kesehatan, perpustakaan, sarana olah raga, fasilits pengelolaan sampah, sarana olah raga, dan faslitas ekonomi kreatif untuk mendukung peningkatan pendapatan penghuninya, dll.

Model Public Private Partnership dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam pembangunan rumah susun murah yang diterapkan pemerintah DKI Jakarta adalah bentuk keberpihakan yang menjadi kewajiban pemerintah. 

Namun demikian, di sisi lain ini juga merupakan tanggungjawab sosial sektor swasta untuk berpartisipasi dalam penyelesaian masalah mendasar dibidang sosial ekonomi di lingkungan sekitar mereka. Secara bersamaan, pembangunan berbagai properti yang sifatnya komersial adalah bagian dari instrumen untuk meningatkan pendapatan daerah, sekaligus stumlus pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang ikut menggerakkan perputaran roda ekonomi.

Pengadaan rumah susun murah dengan model public private partnership ala DKI Jakarta bagian dari upaya mengatasi backlog atas pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, sekaligus bisa menjadi instrumen untuk mengatur sebaran penduduk agar kepadatannya tidak terkonsentrasi pada titik wilayah tertentu saja. Dampak jangka panjangnya bisa mengurangi jumlah lokasi kumuh, dan mengembalikan bantaran sungai ke dalam fungsi ekologisnya. Pada akhirnya bisa berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan, kualitas pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat miskin di Jakarta.

Kesimpulan

Public Private Partnership melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaan/pembangunan rumah susun murah di Jakarta merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan pemenuhan kebutuhan perumahan di Jakarta. Strategi ini juga dapat memberikan solusi bagi permasalahan kesejahteraan sosial yang selama ini menghantui masyarakat miskin di Jakarta.

Selain itu, skema ini mampu menekan penggunaan APBN/APBD dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur. Pengerjaan pembanguna oleh sumber daya yang berkualitas dari pihak swasta juga berkontribusi terhadap terjadinya efisiensi dan keefektifan dalam pelaksanaan program pembangunan. Sehingga Pemerintah DKI Jakarta jadi memiliki peluang lebih besar untuk memanfaatkan anggarannya membiayai program-program prioritas lain guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyelesaikan permasalahan sosial.          

Keterangan:

BAGAN 1; ALUR KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA, Berdasarkan  Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 Tentang KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur. Sumber Data: DJPR Kemenkeu

BAGAN 2; PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN MURAH DI DKI JAKARTA, Disarikan dari Mekanisme SK Gubernur DKI Jakarta No.540/1990

*) Tulisan ini adalah versi ringkas dari manuskrip artikel Budhi Masthuri (Penulis sendiri) dengan judul asli: Public Private Partnership dalam Program Pembangunan Rumah Susun Murah di DKI Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun