Pada era digital ini, menjadi Youtuber masuk dalam daftar cita-cita yang ada di benak sebagian anak-anak. Survei yang digelar perusahaan mainan anak Lego misalnya, terhadap 3.000 anak-anak berusia 8-12 tahun di AS, Inggris, dan China menunjukkan terjadinya pergeseran pilihan cita-cita pekerjaan atau profesi mereka ketika dewasa nanti. Hampir sepertiga anak-anak yang disurvei mengaku ingin menjadi Youtuber saat dewasa (Taylor, 2019). Hal yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, ketika nge-youtube menjadi sebuah profesi pekerjaan yang sangat menjanjikan karena mampu menghasilkan uang dengan jumlah yang besar.
Fenomena pilihan bekerja sebagai Youtuber ini sekaligus menunjukkan adanya hal baru tentang nilai pekerjaan. Pada saat yang sama juga menjelaskan bagaimana terjadinya pola relasi kuasa yang unik dan berbeda dari relasi kuasa dalam pekerjaan pada umumnya, seperti antara buruh dengan pengusaha, pembantu dengan majikan, pegawai dengan institusi publik, dll. Tentu saja menjadi sangat menarik jika diulas lebih lanjut, apalagi belum banyak yang melakukan study tentang Youtuber dengan menggunakan teori tentang relasi kuasa ini.
Beberapa penelitian tentang keberadaan Youtuber memang pernah dilakukan, namun kebanyakannya membahas dari sisi psikologi, ekonomi dan komunikasi. Sebutlah misalnya penelitian yang dilakukan Dini Fitriawati dan Maya Ratnasary tentang eksistensi diri sekelompok Youtuber di Kota Bandung (Fitriawati dan Ratnasary, 2018), Eribka Ruthellia David dkk tentang pengaruh Youtube terhadap sikap Mahasiswa (David dkk, 2017), Husnun Azizah tentang penghasilan dari Youtube ditinjau dengan etika bisnis Islam (Azizah, 2020), dan  Fatty Faiqah dkk tentang Youtube sebagai sarana komunikasi bagi komunitas  (Faiqah dkk, 2016).
Tulisan ini disajikan dengan pendekatan analisis relasi kuasa, menggunakan kerangka teori Michel Foucault. Cukup disadari bahwa ini tidak mudah, tetapi sangat menarik, sebab konsepsi kuasa dalam teori Foucault yang sangat abstrak diharapkan lebih bisa menjelaskan tentang fenomena pekerjaan Youtuber yang relasi kuasanya juga sama abstraknya. Penggunaan teori relasi kuasa Foucault ini diharapkan bisa menjelaskan bagaimana sebuah pengetahuan bekerja mempengaruhi bahkan memaksa dalam sebuah relasi pekerjaan antara seorang Youtuber dengan Youtube dan dengan sesama Youtuber lainnya. Â
KONSEP KEKUASAAN DAN NILAI TENTANG PEKERJAAN
Menurut Michel Foucault kekuasaan itu bentuknya abstrak, ia tidak berpusat pada subjek atau lembaga, melainkan tersebar dimana-mana (omni present) dalam setiap relasi sosial, melintasi sekat geografis, dan subjektif. Setiap orang dapat menjadi subjek, tetapi pada saat lainnya juga dapat menjadi objek dari kekuasaan. Fungsinya pun bukan sebagai souverign power, tetapi disciplinary power yang memaksa seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu bahkan dari alam bawah sadarnya, melalui produksi dan penyampaian pengetahuan yang berulang-ulang (Anggradinata, 2020).
Kekuasaan tidak dapat dipisahkan dengan pengetahuan, karena kekuasaan menghasilkan pengetahuan dan pengetahuan membentuk kekuasaan, demikian teorema yang terkenal dari seorang Foucault (Yani, 2016, hal.9). Pengatahuan yang diproduksi berulang-ulang melembaga menjadi nilai yang dianut dalam periodesasi sosial tertentu, oleh Foucault disebut sebagai episteme. Eksistensi episteme ini selanjutnya dapat dilembagakan menjadi perangkat aturan tertulis yang harus dipedomani dan memiliki daya kuasa untuk memaksa orang mengikutinya.
Episteme juga mempengaruhi keyakinan akan nilai tentang pekerjaan (meaning of work). Selama ini, definisi sosial tentang pekerjaan meliputi tiga aspek tujuan yaitu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, kebutuhan akan pengakuan sosial, dan kebutuhan psikologis (Thamrin & Bashir, 2015). Sesorang bekerja dan memilih pekerjaannya untuk memperoleh penghasilan. Tingkatan penghasilan umumnya didasarkan pada kualifikasi keahlian tertentu yang berasal dari level pendidikan dan pengalaman seorang dalam dunia kerja. Adapun pengakuan sosial diperlukan sebagai pembeda status dan previlage di lingkungan sosialnya. Sedangkan kebutuhan psikologi adalah untuk memenuhi eksistensi diri di tengah masyarakat sosial dan lingkungan kerjanya.
Pengetahuan tentang pekerjaan ini diproduksi dan disampaikan terus-menerus sehingga membentuk episteme bahwa bekerja itu akan meningkatkan taraf hidup dan pengakuan sosial, serta kebahagiaan jiwa. Â Penelitian etnografi tentang pemaknaan kerja (meaning of work) pada konteks budaya Jawa yang pernah dilakukan oleh Nurani Siti Anshori bahkan menemukan hal menarik bahwa pekerjaan atau bekerja antara lain merupakan identitas personal yang membantu meningkatkan kepercayaan diri seseorang, sehingga ketika Ia melakukan pekerjaan yang bermakna, ini sekaligus meneguhkan identitas, nilai dan martabatnya sebagai manusia (Anshori, 2013). Temuan ini semakin memperkuat episteme tentang pekerjaan yang selama ini diyakini, meliputi nilai dalam aspek ekonomi, pengakuan sosial dan psikologis untuk ketenangan serta kebahagiaan hidup.
 RELASI  KUASA YOUTUBE - YOUTUBER
Menggunakan kacamata teori Foucault, kekuasaan dalam relasi kerja Youtube dan Youtuber bisa ditemukan dalam dua level. Pertama, kekuasaan pada Youtube terbentuk dari pengetahuan mengenai tata cara dan pedoman membuat kanal youtube yang diproduksi dan disiarkan dalam wujud pengumuman-pengumuman. Kedua, pengetahuan yang terus menerus diproduksi dan disiarkan menjadi video tutorial oleh para Youtuber profesional melalui kanal-kanal youtube mereka, tentang bagaimana menjadi seorang Youtuber yang berhasil.
Relasi kuasa dengan Youtube mulai terjadi pada saat seorang calon Youtuber membuat kanal youtube. Agar persyaratan menjadi Youtuber diketahui, Youtube juga memproduksi informasi syarat dan cara membuat kanal youtube. Informasi ini menjadi pengetahuan dan disiarkan terus menerus oleh Youtube maupun para Youtuber profesional yang telah terlebih dahulu malang-melintang dalam dunia per-youtuban, dan kemudian bertranformasi menjadi episteme, mengikat bahkan memaksa seorang Youtuber pemula untuk mengikutinya, seakan tidak ada pilihan menolak, bahkan pada saat dimana Youtube belum menggaji mereka sepeser-pun.
Untuk membuat kanal Youtube, seorang calon Youtuber harus punya pengetahuan tentang, dan memiliki akun google. Ia harus memilih menu setting dan meng-klik "create a new channel". Bagian terpenting yang menjadi pengetahuan seorang calon Youtuber adalah bahwa Ia harus setuju dan menundukkan diri pada "youtube term of service". Ini berisi seperangkat aturan yang powerfull tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, serta penjelasan tentang kekuasaan Youtube untuk mengambil tindakan terhadapan sebuah kanal. Pada level ini, relasi kuasa antara seorang calon Youtuber dengan Youtube terbentuk agak cair, dalam pengertian bahwa apabila Ia tidak setuju dengan syarat dan ketentuan tersebut masih punya pilihan yang mudah untuk tidak melanjutkan langkahnya sebagai youtuber. Akan tetapi sebaliknya, jika berkeinginan menjadi Youtuber, maka tidak punya pilihan kecuali harus menundukkan diri terhadap term of service tersebut.
Level relasi kuasa selanjutnya dapat dilihat setelah seseorang memiliki kanal Youtube dan mulai terikat terhadap pengetahuan tentang bagaimana menjadi seorang Youtuber yang berhasil, seperti apa konten yang boleh atau tidak boleh diposting, bagaimana cara memperoleh subscriber yang sah, dan vewer yang diakui, dll. Pengetahuan seperti ini diproduksi oleh para Youtuber profesional dan disiarkan secara berulang-ulang melalui kanal-kanal mereka dalam bentuk video-video tutorial, selanjutnya menjadi episteme yang menggerakkan alam bawah sadar para Youtuber pemula untuk mematuhinya. Rezim wacana menguasai para Youtuber pemula, mereka dipaksa mengikuti konsep ideal tentang sosok Youtuber yang berhasil sesuai gambaran pengetahuan yang diproduksi, diperkenalkan dan disiarkan secara berulang oleh para Youtuber profesional. Beberapa Youtuber profesional yang berpengaruh dapat diidentifikasi dari jumlah subscriber mereka, seperti misalnya Yudist Ardhana 9.850.000 subscriber, Khairunnisa Adlina 842.000 subscriber, Den DC 597.000 subscriber, Jobs Riset TV 517.000 subscriber, Niko_Channel 298.000 subscriber, dan banyak lagi. Setiap hari video-video tutorial mereka ini berseliweran dan muncul di halaman depan kanal para Youtuber pemula yang mengikutinya.
Substansi pengetahuan tentang standar sosok Youtuber yang berhasil selanjutnya direproduksi oleh pihak Youtube menjadi beberapa perangkat aturan. Pelanggaran terhadap perangkat aturan ini bisa berakibat fatal, kanal youtube bisa kena suspen bahkan dihapus tanpa kompromi dan tidak ada negosiasi.Sampai di sini Youtube juga bisa bertransformasi sebagai souvereign power, ditandai dengan penjatuhan sanksi bagi siapapun Youtuber yang melawannya (baca:melakukan pelanggaran), tanpa melihat apakah mereka sudah memperoleh atau belum memperoleh gaji dari aktivitas pekerjaanya sebagai Youtuber.
Seorang Youtuber mulai menerima gaji ketika kanal yotube-nya sudah dimonetisasi. Untuk memperoleh monetisasi, kanal youtube seorang Youtuber harus memenuhi persyaratan dan mematuhi kebijakan; tinggal di negara atau wilayah tempat Program Partner YouTube tersedia, memiliki lebih dari 4.000 jam waktu tonton publik yang valid dalam 12 bulan terakhir, memiliki lebih dari 1.000 subscriber dan memiliki akun AdSense yang ditautkan. Proses monetisasi ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan melalui pengajuan. Youtuber yang sudah memenuhi persyaratan jumlah minimum subscriber dan jam tonton publik dapat mengajukan permohonan monetisasi. Selanjutnya Youtube akan melakukan peninjauan standar untuk memeriksa kepatuhan kanal seorang Youtuber terhadap kebijakan dan pedoman Youtube. Penolakan permohonan bisa saja dilakukan apabila ditemukan bahwa sebagian besar tindakan Youtuber dan kontennya tidak memenuhi kebijakan serta pedoman. Setelah proses monetisasi diterima, maka Youtube sudah dapat menyiapkan preferensi iklan dan mengaktifkan monetisasi pada video yang diupload oleh seorang Youtuber.
Syarat dan ketentuan tentang proses monetisasi dari Youtube selanjutnya kembali diproduksi menjadi pengetahuan oleh para Youtuber profesional dan disiarkan secara berulang-ulang. Proses ini kembali membentuk episteme tentang standarisasi sosok Youtuber yang berhasil, yaitu mereka yang viewernya banyak, menghasilkan uang (monetisasi) dan harus menundukkan diri pada kuasa Youtube. Pada level ini relasi kuasa antara Youtuber dengan Youtube lebih solid. Seorang Youtuber akan semakin terikat dan tertundukkan untuk mengikuti peraturan, syarat, dan mereplikasi diri ke dalam konsepsi sosok Youtuber yang berhasil. Episteme telah menormalisasikan para Youtuber pemula sehingga tanpa disadari mereka mengikuti apapun yang harus dilakukan agar menjadi Youtuber yang dianggap berhasil.
NILAI TENTANG PEKERJAAN SEBAGAI YOUTUBER
Pengetahuan tentang nilai pekerjaan pada umumnya dijelaskan dalam penelitian Nurani Siti Anshori (Anshori, 2013). Nilai tersebut memaksa seseorang menyesuaikan diri, termasuk mematuhi serta menjaga etika dan norma sosial yang ada agar memperoleh pengakuan positif tentang pekerjaanya. Ini sedikit berbeda dengan nilai tentang pekerjaan sebagai Youtuber. Bisa dilihat dari ragam konten yang disajikan mereka, meskipun menabrak nilai sosial, budaya dan etik, toch tetap memperoleh tempat, bahkan diendorse/disematkan iklan sehingga menjadi sumber penghasilan.
Kanal Youtube  adalah sarana  berbagi  video  secara online, isinya dapat dikualifikasi menjadi vlog, challenge, tutorial, review dan react (Fitriawati dan Ratnasary, 2018). Kualifikasi tersebut tergambar sebagai jenis aktivitas bekerja seorang Youtuber yang seringkali berbeda dengan nilai-nilai tentang pekerjaan dalam berbagai penelitian sosial sebelumnya (Anshori 2013, Thamrin & Bashir 2015). Selama ini, bekerja dan pekerjaan mengandung nilai secara ekonomi, sosial juga psikologis. Bekerja adalah upaya mencari uang sekaligus memperoleh pengakuan sosial dan ketenangan serta kebahagiaan hidup. Pengetahuan tentang nilai ini menjadi rezim wacana yang memaksa serta mengikat seseorang untuk mematuhi etika dan norma sosial agar memperoleh pengakuan sebagai pekerja (Anshori, 2013), tidak demikian halnya dengan pekerjaan sebagai Youtuber
Tantangan pekerjaan sebagai seorang Youtuber adalah bagaimana meraih sebanyak mungkin viewer atas konten video yang disiarkan dalam kanal youtube-nya. Jumlah Viewer adalah kunci yang sangat menentukan bisa tidaknya kanal dimonetisasi, serta seberapa banyak iklan yang akan disematkan. Oleh karena itu, dituntut krativitas yang tinggi, unik, dan tidak jarang mengandung kontroversi, bahkan menabrak norma-norma dan etika sosial budaya dalam masyarakat. Semakin kreatif, unik dan kontroversial sebuah konten youtube, maka akan semakin ramai pula dikunjungi dan ditonton. Setelah itu iklan akan disematkkan dan pundi-pundi penghasilan mengalir tanpa batas waktu. Ini bisa ditemukan misalnya di kanal Youtuber  Ferdian Faleka yang sempat kontroversi karena konten frank-nya memberi kado sampah kepada sekelompok waria, Youtuber Hasan Abdillah yang pernah menjadi sorotan dengan video prank memesan enam kotak pizza sampai  Rp 1 juta, tetapi saat orderan tersebut tiba mengaku tidak membuat orderan hingga membuat driver ojol menangis, ada juga Youtuber Ericko 'Soapking' Lim yang sangat kontroversi karena konten youtube-nya kurang terpuji, memakan bulu kemaluannya sendiri dengan roti (Listianti,2020).
Kreatifitas seorang Youtuber kadang menggeser nilai-nilai tentang kerja yang selama ini menjadi pengetahuan dan standar moral sosial. Dalam dunia kerja seorang Youtuber, kreativitas menjadi pengetahuan dan nilai yang dominan selain nilai ekonomi. Kreativitas menjadi penanda sekaligus penentu eksistensi dan keberhasilan seorang Youtuber untuk memperoleh gaji/penghasilan sebanyak mungkin dari Youtube. Berbeda dengan pekerja konvensional, seorang Youtuber tidak terlalu memerlukan pengakuan sosial di lingkungannya. Statusnya sebagai Youtuber tidak menyebabkan kelas sosialnya menjadi lebih tinggi, seperti halnya ketika seorang menjadi PNS, Hakim, Jaksa atau Pegawai Bank. Jikapun terjadi pengakuan dan perubahan kelas sosial, itu semata-mata karena materi kekayaan yang dihasilkan dari pekerjaanya sebagai Youtuber.
Demikian juga nilai psikologi untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan hidup, tidak terlalu menjadi kebutuhan seorang Youtuber. Hal ini juga bisa dilihat dari begitu banyaknya kanal Youtube yang mengekspolitasi hal-hal tidak patut bahkan menabrak nilai sosial budaya, tetapi toch tetap memperoleh tempat dan mendatangkan viewer banyak serta menjadi sumber penghasilan. Pun sangat berbeda dengan nilai tentang pekerjaan menurut budaya dan filosophi Jawa seperti dalam penelitian Nurani Siti Anshori, bahwa pekerjaan atau bekerja antara lain untuk memperoleh ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan (Anshori,2013). Â Â
 KESIMPULAN
Menjadi Youtuber adalah profesi pekerjaan karena mengandung aktivitas yang terus menerus dan mendatangkan penghasilan. Meskipun demikian, terdapat perbedaan nilai tentang pekerjaan Youtuber dengan pekerjaan lain pada umumnya. Nilai bekerja dan pekerjaan secara umum adalah pencapaian ekonomi, pengakuan sosial juga ketenangan psikologis. Adapun bekerja sebagai Youtuber dituntut krativitas yang tinggi, unik, dan tidak jarang mengandung kontroversi, bahkan menabrak norma-norma juga etika sosial budaya dalam masyarakat. Youtuber tidak terlalu memerlukan pengakuan sosial di lingkungannya, juga nilai psikologi untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan hidup kecuali melalui pencapaian materi penghasilan.
Relasi kuasa yang terjadi dan terbangun antara Youtube dengan Youtuber didasarkan pada pola hubungan kerja yang abstrak, semi otonom dan cenderung timpang. Pada fase tertentu, saat membuka kanal Youtube sebelum jumlah viewer dan subscriber memenuhi syarat monetisasi, posisi seorang Youtuber lebih otonom dibanding ketika sudah memasuki fase monetisasi. Ketika kanal seorang Youtuber sudah dimonetasi, mengingat proses untuk sampai monetisasi sangat panjang dan sulit, maka begitu tahapan ini bisa dicapai pada saat yang sama juga menempatkan posisi tawar seorang Youtuber dengan Youtube menjadi lebih lemah, karena salah-salah melangkah bisa menghanguskan hasil perjuangan status monetisasi yang telah berhasil dicapainya.
Selain itu juga terjadi pradoks kreativitas. Kreativitas yang mengandung makna kebebasan berkreasi pada satu sisi, tetapi episteme yang harus dipatuhinya membatasi ruang kreativitasnya agar bisa memenuhi syarat menjadi sosok Youtuber yang berhasil.***
*) Oleh Budhi Masthuri, Â
Â
DAFTAR PUSTAKA
Anggradinata, Langgeng Prima (2020), Memahami Teori Foucault dalam 7 Menit!, https://www.youtube.com/watch?v=7_eTihCv1rg, diakses 06/12/2020 pukul 17.15 WIB
Anshori, Nurani Siti (2013), MAKNA KERJA (Meaning of Work) Suatu Studi Etnografi Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 2, No. 3, Desember 2013
Azizah, Husnun (2020), Konten Kreatif Youtube Sebagai Sumber Penghasilan Ditinjau dari Etika Bisnis Islam, (Studi Kasus Youtuber Kota Metro), Skripsi Jurusan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, IAIN Metro, 2020.
David, Eribka Ruthellia, dkk (2017), Pengaruh Konten Vlog dalam Youtube terhadap Pembentukan Sikap Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam Ratulangi, Â e-journal "Acta Diurna" Volume VI. No. 1. Tahun 2017
Faiqah, Fatty dkk (2016), Youtube Sebagai Sarana Komunikasi Bagi Komunitas Makassar Vidgram, Jurnal Komunikasi KAREBA, Vol.5 No.2 Juli-Desember 2016
Fitriawati, Diny dan Maya Ratnasary (2018), "Studi Fenomenologis Mengenai Eksistensi Diri Youtuber "JONESHOOD" di Kota Bandung, Jurnal Signal Vo.6 No.1 Juni 2018, Prodi Ilmu Komunikasi, Fisipol Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon.
Listianti, Ferra (2020), Aksi 5 YouTuber Indonesia ini tuai kontroversi, ada Ferdian Paleka, https://www.brilio.net/selebritis/aksi-5-youtuber-indonesia-ini-tuai-kontroversi-ada-ferdian-paleka-200505j.html, diakses 08/12/2020, pukul 11.53 WIB
Taylor, Clue (2019), Kids Now Dream of Being Professional YouTubers Rather Than Astronauts, Study Finds, https://www.cnbc.com/2019/07/19/more-children-dream-of-being-youtubers-than-astronauts-lego-says.html, diakses 06/12/2020, pukul 10.18 WIB
Thamrin, Kemas M Husni dan Abdul Bashir (2015), Persepsi Seseorang Dalam Memilih Pekerjaan Sebagai Dosen Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia, Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol.13 No.3 September 2015
Yani, W Ode Nurul (2016), Relasi Pengetahuan dan Kekuasaan Dalam Formasi Diskursif Bio-Politik Michel Foucault; Sebuah Kajian Kritis Komunikasi Kesehatan Masyarakat, Jurnal DIALEKTIKA Volume 3 No. 1. Maret 2016.
_________ Kebijakan dan Keamanan, Pedoman Komunitas Youtube, https://www.youtube.com/intl/id/about/policies/#community-guidelines, diakses 06/12/2020, pukul 11.24 WIB
_________, Panduan Memulai Youtube, https://creatoracademy.youtube.com/page/course/ bootcamp-foundations?hl=id, diakses 06/12/2020, pukul 11.30 WIB
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI