Mohon tunggu...
Budhi Masthuri
Budhi Masthuri Mohon Tunggu... Seniman - Cucunya Mbah Dollah

Masih Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hasto dan Bela Beli; Legacy dari Kaki Menoreh

31 Oktober 2020   10:15 Diperbarui: 31 Oktober 2020   12:51 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menoreh adalah perbukitan di ujung Barat Kulonprogo, legendaris dan menyimpan banyak cerita, termasuk jejak sejarah greliya The Great Man Pangeran Diponegoro ketika melawan Belanda. SH Mintarja bahkan mengabadikan perbukitan ini dalam cerita yang sangat populer Tahun 1967, "Api Di Bukit Menoreh". Demikian  sejarah menautkan Menoreh dengan cerita kepemimpinan hebat, dari waktu ke waktu melintasi zamannya.

Di antara cerita-cerita itu, ada figur Hasto Wardoyo, seorang dokter yang dianggap berhasil menerapkan model kepemimpinan transformasional selama menjabat sebagai Bupati Kulonprogo dua periode (2011-2016, 2017-2019). Kepemimpinannya menjadi objek penelitian, menyebar dalam berbagai tulisan, dan diberitakan oleh banyak media.

Hasto Wardoyo terlahir dari keluarga sederhana di Hargowilis, Kecamatan Kokap, salah satu desa di Kulon Progo yang tergolong miskin. Di desa ini rumah-rumah penduduk sebagian besar masih terbuat  dari  bambu  atau  kayu  dengan  kulitas yang  buruk, hampir semua warganya masih memasak  menggunakan  kayu  bakar, makan hanya dua kali sehari dan membeli pakaian sekali dalam setahun (Anjani&Ma'rif, 2020). 

Hasto, demikian panggilan akrabnya, bukanlah seorang  The Great Man yang memperoleh kepemimpinannya dari pewarisan seperti dalam teori-teori kepemimpinan terdahulu (the early teories). Ia mengawali debut kepemimpinannya saat menjadi bakal calon Bupati Kulon Progo melalui jalur partai PDIP yang akhirnya terpilih sebagai Bupati Kulonprogo dua periode (2011-2016, 2017-2019).

Berbagai inovasi lahir selama kepemimpinannya, seperti; One Day Service yaitu layanan administrasi kependudukan e-KTP, Akte Kelahiran, KK dan Surat Keterangan Kematian yang bisa diselesaikan dalam waktu satu hari saja. Ada juga inovasi Pengelolaan Sampah Berbasis Partisipasi Masyrakat dengan cara mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos dan gas metan yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi, dan Tata Kelola Beras Miskin (Raskin) Menjadi Beras Daerah (Rasda), serta inovasi Bela Beli.  Inovasi-inovasi ini tidak hanya unggul, tetapi juga mengandung nilai-nilai sosial.

Selama menjabat sebagai Bupati, Hasto dianggap berhasil menerapkan kepemimpinan transformasional. Dalam setiap tujuan inovasinya selalu disisipkan nilai sabagai basis, dan memberi ruang kepada bawahannya di OPD-OPD maupun masyarakat untuk mengembangkan gagasan baru. Dari situlah berbagai kebijakan inovasi lahir di Kulon Progo, sebelum Ia akhirnya  harus meninggalkan jabatan sebagai Bupati untuk menempati posisi barunya di BKKBN pada tahun 2019 lalu.  

Salah satu Inovasi peninggalan Hasto yang menarik adalah Bela Beli, di dalamnya terkandung nilai dan spirit untuk membangkitkan solidaritas serta kemandirian sosial ekonomi masyarakat Kulon Progo dalam melawan kemiskinan. Kebijakan Inovasi ini dibuat untuk menjadikan potensi pasar yang ada bisa menyerap industri dan perekonomian masyarakat (Roslina dkk 2018). 

Dilihat dari teori inovasi, Bela-Beli telah melalui proses penggagasan, dipraktikkan dan diterima masyarakat kulon progo. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan Rogers bahwa inovasi adalah gagasan, praktek atau objek/benda yang diterima secara sadar sebagai hal baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi (Rogers, dalam Makkulawu, 2013). Internalisasi Bela-Beli pertamakali dikomunikasikan Hasto kepada publik melalui deklarasi pada  Tanggal  25  Maret  2013  di  Alun-Alun Kota Wates, Kulon Progo, untuk untuk mendorong  solidaritas masyarakat membela  daerahnya  dengan  cara  membeli  produk masyarakat Kulon Progo (Asshofi,2016).

Proses penemuan (invention) Bela Beli dimulai karena situasi sosial ekonomi di Kulon Progo yang minus dan kemiskinan yang mendera. Program penopang utamanya One Village One Sister Company, di setiap satu desa minimal ada satu perusahaan yang bermitra dengan, dan melakukan pembinaan terhadap UMKM-UMKM yang ada di desa tersebut. Strategi ini berhasil mendorong lahirnya intrapreunership pada masyarakat akar rumput, menghasilkan produk inovatif seperti kerajinan batik geblek renteng, produksi batu andesit khas kulonprogo, dan Air Mineral lokal bermerek AirKu.

Strategi defusi inovasi Bela Beli yang dilakukan Hasto melalui deklarasi ini sangat efektif membangun engagement dengan warganya. Ini penting karena penyampaian komunikasi kepada masyarakat sebagai proses defusi inovasi adalah tahapan proses yang paling krusial dan sangat menentukan nasib keberlanjutan Bela Beli pada masa akan datang. Seperti dikatakan Rogers bahwa pesan-pesan berkenaan dengan inovasi yang dibuat memang harus disampaikan dan dikomunikasikan dari sumber kepada penerima, sejak mulai proses keputusan inovasi di buat sampai pada fase masyarakat memutuskan untuk menerima atau menolaknya (Rogers, dalam Makkulawu, 2013 ).

Selain melalui deklarasi, proses defusi kebijakan inovasi Bela Beli ini juga dilakukan melalui Dinas Perindag dan ESDM dengan cara ikut mempromosikan produk-produk inovatif yang dihasilkan masyarakat Kulon Progo. Agar keberlanjutan distribusi terjaga dan berkepastian, pemerintah juga membuat kebijakan afirmatif; semua PNS, Pegawai BUMD dan Pelajar wajib memakai batik Geblek Renteng, batu andesit khas kulonprogo menjadi material wajib digunakan dalam pembangunan, setiap acara-acara yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta wajib menggunakan AirKu, air mineral kemasan dalam gelas, botol dan galon, dan toko modern berjejaring wajib bekerjasama dengan koperasi untuk menjual produk-produk khas Kulon Progo.

Untuk menjaga keberlangsungan kebijakan inovasi tersebut, pemerintahan Hasto Wardoyo juga menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional Satu Atap serta Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Salah satu konsekwensi akibat dari Perda ini misal dilakukannya perubahan nama toko modern berjejaring dalam lokasi tertentu menjadi TOMIRA, kependekatn dari Toko Milik Rakyat. 

Meskipun behind the story dari perubahan nama tersebut adalah hasil dari negosiasi jalan tengah berkenaan dengan pemberlakuan Perda yang berkonsekwensi pada penertiban toko modern berjejaring yang tidak memenuhi syarat jarak minimal dengan pasar tradisional, tetapi penyusunan dan pelaksanaan Perda serta deklarasi di Alun-Alun Kota terbukti mejadikan proses defusi inovasi berjalan baik dan mampu mencegah terjadinya penolakan.

Pada akhirnya kebijakan Inovasi Bela-Beli ini mulai dirasakan manfaatnya bagi masyarakat dan pemerintah kabupaten Kulon Progo. Menurut hasil penelitian Roslina dkk, setidaknya ada empat manfaat nyata yang dirasakan yaitu; meningkatkan kesejahteraan masyarakat; meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD); Mengurangi angka kemiskinan; serta  meningkatkan rasa kepedulian masyarakat dan rasa cinta terhadap produk-produk lokal Kabupaten Kulon Progo (Roslina dkk, 2018).

Rahasia keberhasilan Hasto Wardoyo dalam melahirkan berbagai kebijakan inovasi dalam kepemimpinannya dapat dijelaskan dengan teori esensi inovasi Kevin McManus. Ada tiga esensi pendorong inovasi dalam sebuah kepemimpinan yaitu; empowerment, engagment, dan creativity. Tiga esensi pendorong inovasi dalam teori McManus ini menjadi determinasi yang melahirkan berbagai inovasi, termasuk kebijakan inovasi Bela-Beli. Proses empowerment atau pemberdayaan dilakukan Hasto dengan cara pelibatan OPD (Organisasi Pemerintahan Daerah) menjadi fasilitatur dan inkubator inovasi. Masyarakat Kulon Progo juga dimotivasi sedemikian rupa dengan cara mendorong kemitraan bersama perusahaan swasta melalui koperasi dan toko modern berjejaring. Terpenting dari itu adalah disiapkannya perangkat hukum yang memayungi inovasi-inovasi tersebut.

Sepeninggalan Hasto, Pemerintahan Kulonprogo menghadapi tantangan dalam menjaga keberlanjutan berbagai inovasi, terutama Bela Beli ini. Untuk menjawab tantangan tersebut, proses inovasi yang selama ini sudah dijalankan harus mampu membentuk sistem inovasi yang mewadahi keterhubungan antara aktor, kelembagaan, jaringan, kemitraan, serta interaksi dan proses produktif serta pembelajaran yang terjadi (Taufiq, 2007). 

Perda Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional Satu Atap serta Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern warisan pemerintahan Hasto Wardoyo bisa menjadi modal yang cukup untuk menjamin keberlanjutan kebijakan inovasi Bela-Beli. Pada masa akan datang bisa saja terhadap Perda tersebut dilakukan amandemen untuk memberikan ruang pemberdayaan dan kemandirian yang lebih luas, sebab sejauh ini kemitraan koperasi dengan toko modern berjejaring (TOMIRA) dalam praktiknya masih memberikan ruang yang terbatas bagi pelaku UMKM, terutama untuk memasok barang-barang produksinya karena adanya mekanisme seleksi yang ketat oleh Koperasi (Ferdian, Johan, 2019). 

Tentu hal ini tidak akan menjadi masalah jika pada saat yang sama Dinas terkait dan toko modern berjejaring serta koperasi menjalankan program penguatan kapasitas berproduksi secara baik dan berkala.

*) Tulisan ini adalah ringkasan dari manuskrip karya Budhi Masthuri (Penulis Sendiri) berjudul "Pemimipin Transformatif, dan Legacy Inovasi dari Kaki Menoreh", ditulis 29 Oktober 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun