Pribadi dan watak, sikap dan tingkah-laku manusia dan nilai-nilai yang didukungnya dibentuk oleh masyarakat lingkungannya, alam hidupnya, dan juga oleh berbagai lambang, yang dipasangnya mengenai dirinya sendiri. Ada istilah wajah yang dipasang dan wajah yang disimpan. Segala tindakan dan sikap manusia Indonesia selalu terpengaruh oleh kedua wajahnya ini, yang dibukanya di hadapan publik dan yang disembunyikannya. Lingkungan mempunyai pengaruh yang luar biasa terhadap karakter manusia Indonesia.
Selama masyarakat feodal, setengah feodal, neofeodal kita dengan ciri-ciri seperti yang sudah dijelaskan, tidak kita ubah secara sadar, maka tidak mungkin manusia Indonesia akan berubah dan berkembang, menjadi manusia dengan pribadi dan watak yang utuh, dengan nilai-nilai dan sikap yang kita perlukan untuk menghadapi dunia sekarang ini.
Melihat manusia Indonesia dengan wajahnya yang seperti sekarang ini, dikhawatirkan bangsa kita akan jauh ke belakang dan menjadi korban perkembangan dunia saat ini. Kita biarkan elite kita memperkaya diri mereka dari tahun ke tahun, melakukan korupsi dan mencuri hak dan milik rakyat, semakin lama semakin besar. Kita tak punya konsepsi tentang waktu, bahwa waktu mengalir pergi dan setelah lewat dia tidak dapat ditarik kembali. Bagi kita waktu itu senantiasa ada. Buat apa dikerjakan sekarang kalau bisa dikerjakan besok. Alon-alon asal kelakon.
Kita harus memahami, bahwa kebebasan manusia hanya dapat berkembang jika ada manusia yang berani bebas. Kita harus senantiasa meluaskan kaki langit kemungkinan dan kesempatan dan perspektif baru bagi manusia Indonesia. kita harus berani mengakui pada diri kita, bahwa sedikitnya semenjak kedaulatan Indonesia mendapat pengakuan, telah timbul jurang yang semakin besar antara pretensi-pretensi nasional kita dengan tingkah laku pribadi kita sebagai manusia Indonesia atau sebagai kelompok, dan kenyataan-kenyataan dalam masyarakat kita.
Alangkah primitifnya dan terbelakangnya pikiran yang menyatakan negara kaya, negara maju, dan belum maju hanya berdasarkan ukuran perkembangan ekonomi, industri, dan teknologinya. Padahal jika kita bandingkan nilai-nilai selain hal tersebut, cukup banyak nilai-nilai budaya dan manusia yang lebih maju daripada masyarakat yang ekonominya lebih ‘maju’. Kemajuan teknologi sekarang ini berarti modernisasi, namun tidak seperti itu sebetulnya sehingga makna modernisasi harus dipikirkan kembali.
Kita pasti tidak sepenuhnya dapat lepas dari sistem dan jaringan ekonomi, keuangan, dan perdagangan internasional. Akan tetapi kita masih bisa melakukan daya upaya membuat hempasan yang mungkin timbul kepada kita, menjadi tidak terlalu keras menghempas kita. Sebab jika terus begini, jika kita tidak mengubah cara kita berpikir dan berbuat, mengubah nilai-nilai yang membimbing kehidupan kita dan tingkah laku kita, maka dikhawatirkan kita hanya akan menjadi kuli kasar belaka bagi perusahaan-perusahaan luar negeri.
Relakah kita melihat anak cucu kita mengalami nasib demikian?
Tulisan ini adalah hasil rangkuman pidato Mochtar Lubis pada tahun 1977 yang tampaknya masih relevan dengan kondisi Manusia Indonesia zaman sekarang.. semoga berkenan.
Link blog asli:Â http://www.bijaks.net/blog/detail?id=b079447d7716ab7f18b7404f25b8ee187fda2c01&uid=d94e69e516398016e8ea99af1349f9b87beaeb52
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H