Pandangan tentang wujud manusia itu berbagai macam. Muncul pemikir-pemikir dengan gagasan agar kita membina manusia Pancasila, di mana mereka berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri. Digambarkan pula bahwa manusia-manusia Indonesia yang sudah menjadi manusia Pancasila akan menjadi motor pendorong yang teguh untuk melaksanakan pembangunan bangsa Indonesia.
Dan bagaimana manusia Indonesia zaman sekarang menurut Mochtar Lubis?!
Ada beberapa ciri yang digambarkan oleh penulis dalam bukunya tersebut, ciri ‘Manusia Indonesia Masa Kini’. Ciri pertama adalah hipokrit atau munafik. Diyakini bahwa salah satu sumber hipokrit adalah sistem feodal di masa lalu yang sangat menekan rakyat dan menindas segala inisiatif rakyat. Contohnya, dia ikut maki-maki korupsi tetapi dia sendiri seorang koruptor. Ciri kedua adalah segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. Contohnya, jika ada suatu kesalahan, maka atasan tidak bertanggung jawab juga bawahan tidak mau bertanggung jawab dengan alasan kalimat ‘Bukan Saya!” atau “Itu perintah atau putusan atasan”, tetapi sebaliknya jika ada penghargaan, maka banyaklah dari kelas ‘pejabat’ yang merasa sudah berbuat banyak dan menerima tepuk tangan sedangkan kelas ‘pegawai rendahan’ tidak dianggap. Ciri yang ketiga adalah jiwa feodalnya. Contohnya terlihat dalam organisasi kepegawaian, bahwa istri-istri para pejabat otomatis menjadi ketua bukan karena kepemimpiann dan kompetensinya, bukan berdasarkan prinsip meritokrasi. Sehingga atasan-atasan tersebut bersikap angkuh dan merasa ‘wajib’ dihargai, diperlakukan bak raja, sempurna, dan dijilat Asal Bapak Senang. Ciri keempat adalah masih percaya takhayul. Kepercayaan ini membawa manusia Indonesia jadi tukang bikin lambang. Manusia Indonesia sangat mudah cenderung percaya pada menara dan semboyan dan lambing yang dibuatnya sendiri. Modernisasi adalah salah satu takhayul baru, demikian pula perkembangan ekonomi. Model dari negeri-negeri industri maju jadi takhayul dan lambang baru, dengan segala jimat atau manteranya yang dirumuskan dengan kenaikan GNP atau GDP. Dan kita gagal melihat kerusakan pada nilai-nilai, kebahagiaan manusia, kerusakan lingkungan dan sumber daya alam oleh kemajuan ekonomi dan teknologi yang telah terjadi. Ciri kelima adalah artistik. Manusia Indonesia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaannya, perasaan-perasaan sensualnya sehingga tertuang dalam segala rupa ciptaan artistik dan kerajinan yang sangat indah. Ciri artistik manusia Indonesia adalah yang paling menarik, mempesona, dan merupakan sumber dan tumpuan harapan bagi hari depan manusia Indonesia.
Ciri keenam manusia Indonesia adalah mempunyai watak yang lemah atau karakter yang kurang kuat. Manusia Indonesia kurang kuat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Jika terpaksa ataupun untuk ‘survive’ maka dia bersedia mengubah keyakinannya. Akibatnya, seringkali kita mendengar istilah ‘pelacuran intelektual’. Hari ini, sikap seperti itu diberi nama ‘tepa selira’, tetapi hakikatnya tidak lain merupakan satu kegoyahan watak, di kedua belah pihak, yang berkuasa dan yang tidak berkuasa.
Sedangkan ciri lainnya, Mochtar Lubis dimulai dengan menjelaskan ciri-ciri yang buruk. Manusia Indonesia sekarang tidak hemat. Malah dia pandai mengeluarkan terlebih dahulu penghasilan yang belum diterimanya atau yang akan diterimanya atau yang tidak akan diterimanya. Cenderung boros. Senang berpakaian bagus, memakai perhiasan, dan berpesta. Hari ini ciri tersebut menjelma menjadi rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf, dan lain-lain. Dia tidak suka bekerja keras kecuali terpaksa. Menjadi priyayi atau pegawai negeri adalah idaman utama sebab bukan didorong rasa untuk mengabdi melainkan status yang dianggap prestisius. Sedangkan minat untuk berwirausaha kurang. Generasi muda pun ingin seketika menjadi kaya, berpangkat, dan terkenal tanpa harus bersusah payah dulu puluhan tahun sebelum mencapai sukses.
Manusia Indonesia kini menjadi orang yang kurang sabar dan tukang menggerutu. Tapi tidak berani menggerutu secara terbuka, hanya kepada sesamanya yang dia percaya. Manusia Indonesia juga cepat cemburu dan iri pada orang lain yang lebih maju, kaya, sukses, dan lebih lainnya daripada dia. Manusia Indonesia juga gampang senang dan bangga pada hal-hal yang semu dan tak berarti. “Falsafah Kebeneran” juga tampaknya masih berlaku untuk manusia Indonesia saat ini.
Manusia Indonesia juga dapat dikatakan manusia-sok. Kalau sudah sok, bukan main hebatnya, lalu mau paling hebat sendiri. Manusia Indonesia juga manusia tukang tiru. Kepribadian kita sudah terlalu lemah namun kita tiru bangsa-bangsa luar yang melenakan kita. Kita mudah terpengaruh dengan apa yang datang dari luar. Bikinan luar negeri selalu lebih menarik daripada hasil dalam negeri. Namun dari berbagai macam sifat-sifat buruk yang ada, manusia Indonesia tidaklah lebih maupun kurang dari segala rupa bangsa lain di dunia.
Sifat kita yang lain adalah cenderung bermalas-malasan, kita kurang rajin menyimpan untuk masa depan. Manusia Indonesia juga sebetulnya cukup logis. Namun akibat dari kepercayaan animisime sehingga terjadi penerapan logika yang salah. Jadi bukannya manusia Indonesia lemah dalam logika dan tidak bisa mengaitkan antara sebab dan akibat, akan tetapi data dan informasi yang tidak benar, maka kelihatan seakan tidak punya logika dan sebab akibat yang jadi kacau. Misalnya jika terjadi banjir tiap tahun, yang ada hanyalah pasrah atas ‘kehendak’ Tuhan dan menerima cobaannya. Hanya sedikit yang menghitung, bahwa mungkin banjir yang melanda tiap tahun itu adalah akibat dari kesalahan dan kelalaian orang yang bertugas memelihara dan membersihkan muara atau hutan.
Ciri lain dari manusia Indonesia adalah kurang peduli terhadap nasib orang lain, selama tidak mengenai dirinya sendiri atau orang yang dekat dengannya. Keadaan ini sebetulnya bertentangan dengan ciri-ciri manusia Indonesia asli di mana sejak dulu manusia Indonesia bekerjasama dengan baik, tolong-menolong, saling menjaga dan lain sebagainya termasuk sistem perkawinan exogam.
Ciri lain dari manusia Indonesia yang merupakan modal utama bagi keselamatan bangsa kita adalah kasih ibu dan bapak kepada anak-anaknya, juga sebaliknya. Manusia Indonesia juga pada dasarnya berhati lembut dan suka damai. Dia juga punya rasa humor yang cukup baik, dia dapat tertawa dalam kesulitan dan penderitaan. Dia juga cepat belajar. Dia mudah dilatih terampil dengan tangan dan jarinya. Dan dia merupakan manusia sabar, dan kesabarannya yang seakan tak ada batasnya, menjadi kelemahannya juga.
Setelah kita puas bercermin memandangi wajah manusia Indonesia, maka coba bandingkan, apakah pandangan tersebut sesuai dengan pandangan diri kita sendiri, tentang kita sebagai manusia Indonesia?