[caption id="attachment_290919" align="aligncenter" width="650" caption="Foto oleh Sutanta Aditya/AFP pada tanggal 7 Januari 2014"][/caption]
Ditulis oleh : Nurul Amin
Yogyakarta, Minggu – 12 Januari 2014
Mahasiswa Teknik Lingkungan UPN “Veteran” Yogyakarta asal Jambi
Anggota organisasi Environmental Disaster Management (EDM) UPNVYK
Download file Pdfnya : Doa Sinabung Dari Jogja
Berkaca dari Erupsi Merapi 2010
Saya akan memulai tulisan ini dengan merangkum sekilas apa yang saya dan kawan-kawan lain alami saat terjadi Erupsi Merapi 2010 lalu di DIY. Ketika itu saya menjadi sukarelawan di salah satu posko pengungsi. Sebagai mahasiswa perantauan, status saya saat itu selain sebagai relawan, juga sebagai masyarakat yang terdampak Erupsi Merapi 2010. Dan sebagai makhluk sosial, saya punya tanggungjawab untuk memberi kontribusi untuk membantu meringankan beban orang lain, misalnya pengungsi dan relawan lain semaksimal yang saya bisa.
Keadaan Yogyakarta saat itu sangat “crowded” tidak hanya lalu lintasnya dan kacaunya sistem koordinasi di banyak bidang, tapi juga diperkeruh oleh pemberitaan media yang berlebihan hingga membuat masyarakat panik. Banyak tersebar isu yang tak bertanggungjawab ketika itu.
Disatu sisi, pemberitaan sangat dibutuhkan agar masyarakat luar mengetahui kondisi terkini. Tetapi jika dikelola secara berlebihan dan ditujukan untuk kepentingan selain mengurangi dampak bencana justru akan menjadi sangat membahayakan. Kekacauan, hiruk-pikuk yang terjadi di daerah terdampak Erupsi Merapi 2010 membuat sesuatu yang pada masa normal mudah dikerjakan menjadi sulit dan rumit.
Erupsi Merapi 2010 menimbulkan banyak korban, tidak hanya harta benda, tapi juga nyawa manusia. Belum lagi dampak psikologis berkepanjangan yang ditimbulkannya serta material sedimen hasil erupsi yang masih berpotensi menimbulkan bencana baru ; yaitu banjir lahar dingin. Untuk yang terakhir ini, hingga sekarang penanganannya terus dilakukan.
Itulah pembukaan singkat tentang Merapi 2010. Pengalaman di Erupsi Merapi 2010 inilah yang mampu menghubungkan saya untuk lebih merasakan apa yang dirasakan oleh relawan dan pengungsi serta masyarakat terdampak Erupsi Sinabung.
Empati dan Respek untuk menghindari Kesenjangan perhatian
Pengalaman buruk itu mengajarkan banyak hal, salah satunya menumbuhkan empati untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh saudara-saudari di sekitar G. Sinabung. Banyak hal kecil yang dapat kita lakukan untuk meringankan beban, salah satunya berbagi kabar, berdoa, memberi dukungan moral dan membantu hal-hal yang dibutuhkan.
Salah satu hal penting yang paling terkuras ketika menjadi pengungsi dan relawan dalam waktu lama adalah mental. Hal ini karena bencana, apapun itu tidak hanya menimbulkan dampat fisik, tapi juga psikologis. Sementara untuk bangkit dari keterpurukan akibat bencana, setiap orang harus punya mental kuat dan psikologis yang bagus. Oleh sebab itu, selain memberi bantuan materi/fisik, seharusnya dukungan moral juga diprioritaskan.
Kita perlu mengarahkan pandangan kita ke G. Sinabung, tanah Karo. Kita patut melakukan itu karena banyak alasan. Antusias pemberitaan media tentang Erupsi Sinabung jauh dibawah euforia media (saya harus mengatakannya sebagai euforia media) ketika memberitakan Erupsi Merapi. Hal ini merupakan ketimpangan media di Indonesia. Barangkali isu G. Sinabung kurang menarik, terutama kurang menjual dari sudut pandang bisnis.
Ya! Tanah Karo hanyalah tanah yang jauh di Sumatera, jauh dari pusat negara kita ini. Dan oleh karenanya (barangkali) tidak menarik diberitakan. Berbeda dengan DIY yang merupakan daerah tujuan wisata serta berstatus kota pendidikan dimana terdapat banyak wisatawan dan mahasiswa perantauan. Antusias masyarakat pada Erupsi Sinabung tidak akan seheboh jika media memberitakan Erupsi Merapi di Jawa.
Ketimpangan lainnya (seperti yang jelas saya dengar dalam beberapa kali seminar) ; di DIY, Erupsi Merapi dipejalari dan diperhatikan oleh banyak ahli dan awam, baik nasional maupun internasional. Apakah hal ini dampak dari statusnya yang dekat dengan pusat pemerintahan, pengaruh dari labelnya sebagai tujuan wisata dan pusat pendidikan?
Mengapa perbandingan perhatian ke G. Merapi dan ke G. Sinabung ini harus dikemukakan? Karena nasib 21.000 lebih pengungsi ini sangat ditentukan oleh perhatian dari kita semua. Dan tentunya kita yakin bahwa 21.000 lebih pengungsi ini adalah manusia yang punya hak sama dengan manusia lainnya.
Apakah harus menunggu jatuh korban, barulah Erupsi G. Sinabung ini akan menjadi trending topic di berbagai media? Barulah kita memperhatikan dan mengarahkan pandangan kesana? Saya rasa kita tidak ingin hal itu terjadi. Kita dapat mencegahnya sejak sekarang.
Potensi Bencana dan kesiap-siagaan menghadapi bencana.
Kita harus ingat satu hal sangat penting, G. Sinabung berlokasi dekat dengan Danau Toba, yang telah ditahbiskan sebagai sisa dari Super Volcano Toba yang diketahu telah meletus dahsyat 3 kali. Terakhir 74.000 tahun lalu Super Volcano Toba merubah dunia menjadi zaman Es (memicu munculnya zaman es dan hampir memusnahkan spesies manusia ; dikutip dari berbagai sumber).
Gunung Sinabung sendiri berada di utara Danau Toba (yang merupakan sisa Super Volcano Toba ; ditambahkan penulis), sehingga ada kemungkinan potensi energi magmatiknya besar (dikutip dari sumber : Lesto P Kusumo*)/Merapi Rescue Community/Mitigation Rescue Convervation)
Pengutipan potensi bencana ini bukanlah untuk menakut-nakuti atau untuk menimbulkan “phobia” di masyarakat. Hal ini untuk mengingatkan bahwa penanggulangan Erupsi Sinabung haruslah dilakukan dengan cermat dengan prinsip kehati-hatian mengingat potensinya yang sangat besar. Tujuan akhirnya tentu adalah minimalisasi kerugian yang ditimbulkan saat dan paska Erupsi Sinabung (baik harta benda, aset maupun nyawa).
Pemerintah, swasta, akademisi, praktisi perlu memberi perhatian lebih banyak pada kondisi di daerah terdampak Erupsi Sinabung. Kita perlu melihat apakah kesiap-siagaan pengungsi dan relawan serta siapapun yang berada di lokasi terdampak itu sudah diperhatikan? Jika belum, maka harus segera disiapkan. Pada dasarnya hal ini tidak hanya berlaku untuk G. Sinabung, tapi juga gunung lain dan daerah lain yang punya potensi bencana (skala besar maupun kecil).
Rekomendasi dan beberapa hal mendesak yang perlu diperhatikan.
Kembali mengutip dari sumber : Lesto P Kusumo/Merapi Rescue Community, ada beberapa hal mendesak yang perlu diperhatikan dalam kondisi darurat di G. Sinabung, diantaranya :
- Pertama keselamatan adalah hal yang utama
- Kesehatan juga harus diperhatikan
- Bila merasa tidak nyaman sebaiknya mencari tempat yang lebih nyaman
- Hindari daerah yang terkena abu vulkanik
- Waspadai gas vulkanik saat erupsi dan juga saat terjadi hujan karena akan melepas gas vulkanik
- Waspadai hujan karena berpotensi bahaya sekunder dan terjadi hujan asam
- Waspadai jangakauan Erupsi Sinabung yang semakin jauh dan mulai membahayakan
Berdasarkan sedikit pengalaman di Erupsi Merapi 2010, saya ingin menyampaikan sebagai berikut :
- Merujuk pada sumber informasi yang tepat dan terpercaya, jika memungkinkan dapatkan informasi dari sumber yang bisa diverifikasi (jika memungkinkan buatlah pusat informasi di setiap posko, hal ini sangat memudahkan koordinasi antar pihak dan mengurangi tumpang tindih, serta pemborosan)
- Beritahu pihak luar secara kontinyu dan teratur, jika memungkinkan juga pada kondisi darurat
- Jaga komunikasi dengan pihak luar, manajemen komunikasi dan logistik dengan baik
- Tetap waspada pada pihak-pihak yang ingin memanfaatkan kondisi darurat untuk kepentingan pribadi/kelompok (terutama untuk tujuan buruk)
- Perhatikan kondisi kesehatan, mental dan fisik pengungsi dan relawan. (Untuk relawan sebaiknya bekerjalah sesuai batas manusiawi (biologis) ; dapat diatur berdasarkan shift.
- Perhatikan kondisi kesehatan dan fisik karena relawan adalah ujung tombak di posko pengungsian)
- Perhatikan kesehatan makanan yang diberikan untuk pengungsi dan relawan
- Perhatikan kebutuhan jasmani dan rohani dari pengungsi dan relawan
Demikianlah yang dapat saya sampaikan. Salam saya dari Yogyakarta untuk Pengungsi dan Relawan Sinabung. Tulisan ini di dedikasikan untuk Pengungsi dan Relawan Erupsi Sinabung, Pemerintah, Swasta, Akademisi, Praktisi dll yang berkontribusi untuk mengurangi dampak Erupsi Sinabung. Dikirim ke Karo Jogja Peduli Sinabung (KJP Sinabung) di Yogyakarta. Terima kasih kepada KJP Sinabung yang memberi kesempatan untuk menyampaikan tulisan ini dan kepada berbagai sumber yang memberi pencerahan serta semua pembaca. Semoga bermanfaat dan menggugah empati kita semua.
*) Note : Lesto P Kusumo adalah Praktisi sekaligus pendiri Merapi Rescue Community/Mitigation Rescue Conservation, yang aktif di bidang penanggulangan bencana sedimen. Beberapa kali melakukan penelitian ke G. Sinabung
Telah dipublikasikan di Blog KJP Sinabung dan Chelonia Mydas Indie pada tanggal 12 Januari 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H