Mohon tunggu...
Nurul Amin
Nurul Amin Mohon Tunggu... Penulis - founder travelnatic dan peatland coffee

Penikmat kopi garis miring. Menyukai kegiatan riset, perkebunan, pertukangan, sains, sejarah, literasi, perjalanan, organisasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Laksamana Malahayati dan Bangsa kita

15 November 2010   11:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:35 2189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_75315" align="aligncenter" width="500" caption="Laksamana Malahayati (Keumala hayati)"][/caption] "......Beliau adalah seorang perempuan yang agung (grande dame), yang memimpin sebuah laskar pejuang yang berisi para perempuan dan kebanyakan adalah janda yang ditinggal wafat suami mereka dalam perjuangan melawan penjajah. Termasuk suaminya saat berperang melawan Portugis sewaktu akan menguasai selat Malaka. Laskar tersebut dinamai Laskar Inong Balee atau yang bermakna Laskar para Janda pahlawan. Beranggotakan 2000 orang prajurit perempuan. Malahayati, nama aslinya adalah Keumala Hayati, hidup di masa Kerajaan (Kesultanan) Atjeh dipimpin oleh Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah IV yang memerintah antara tahun 1589-1604 M. Malahayati pada awalnya adalah dipercaya sebagai kepala pengawal dan protokol di dalam dan luar istana. Karir militernya menanjak setelah kesuksesannya “menghajar” kapal perang Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Cornelis de Houtman yang terkenal kejam. Bahkan Cornelis de Houtman tewas ditangan Malahayati pada pertempuran satu lawan satu di geladak kapal pada 11 September 1599. Akhirnya beliau diberi anugerah gelar Laksamana. Dan beliaulah Laksamana Perempuan Pertama Di Dunia. Beliau juga sukses menghalau Portugis dan Inggris masuk ke Aceh. Selain itu, beliau juga mendirikan sebuah benteng yang dikenal dengan Benteng Inong Balee di Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Benteng tersebut menghadap ke barat, ke arah Selat Malaka. Benteng ini merupakan benteng pertahanan sekaligus sebagai asrama penampungan janda-janda yang suaminya gugur dalam pertempuran. Selain itu juga digunakan sebagai sarana pelatihan militer dan penempatan logistik keperluan perang. Setelah wafat Malahayati dimakamkan tidak jauh dari Benteng Inong Balee, sekitar 3 Km dari benteng berada diatas bukit. Lokasi makam pada puncak bukit, merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap tokoh yang dimakamkan. Penempatan makam di puncak bukit kemungkinan dikaitkan dengan anggapan bahwa tempat yang tinggi itu suci......" Tulisan ini saya copy-paste dari url=http://kaumbiasa.com/laksamana-malahayati.php Saat menulis posting ini saya sedang mendengarkan lagu Iwan Fals berjudul Laksamana Malahayati. Saya hampir menangis dan rasanya bulu kuduk berdiri karena terharu. Sedih membayangkan Kejayaan masa lalu dengan ironisnya realita Negeri kita sekarang. Membayangkan bahwa sejak dulu bangsa ini telah mencetak orang-orang berprestasi dan handal. Apakah kita tercerabut dari sejarah? Aduuhhh kawan semua. Alangkah kaya sejarah bangsa kita. Kita punya teladan yang mantap begitu. Lalu saya membayangkan mengapa negeri ini sekarang terpuruk begini. Apa kita lupa sama sejarah kita yang jaya? Bangsa kita bukan bangsa budak, walaupun dulu berstatus kerajaan yang mewakili Etnis tertentu yang dominan, tapi saya yakin sekali bahwa dasar mental bangsa ini secara umum bukanlah bermental budak seperti sekarang. Secara terpisah masing-masing kerajaan dulu, memiliki Nasionalisme tinggi terhadap Negeri. Seharusnya sikap/sifat yang baik dari masing-masing kerajaan jaman dulu itu jika diakumulasikan menjadi Nasionalisme Indonesia sekarang tentunya menjadi lebih tinggi lagi. Sekarang malah kebalikan. Pemimpin Negara saja bisa menjual negaranya demi Uang dan harta..... Pemimpin-pemimpin dalam cerita sejarah dulu begitu tinggi "Nasionalisme"-nya.  Tidak akan membiarkan harkat dan martabat negaranya terinjak dan dihina bangsa lain. Namun sekarang apa yang terjadi. Negara kita bukan hanya diinjak, tetapi telah dijajah. Jika dibayangkan, rasanya bangsa kita dulu begitu kuat dan tegar. Berpikir untuk jangka panjang, sangat panjang.....dan tentu saja disegani oleh bangsa lain. Sekarang apa? Apakah sekarang ini Anti-klimaks dari bangsa Indonesia. Mungkin saja....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun