Mohon tunggu...
Nani Kusmiyati
Nani Kusmiyati Mohon Tunggu... Guru - English teacher, Trainer, Writer and Woman Navy

I love teaching, writing and reading

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bijaksana dalam Berkomentar

6 Oktober 2024   00:04 Diperbarui: 6 Oktober 2024   00:06 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bijaksana Dalam Berkomentar

Saya menulis ini karena saya sangat terusik dengan beberapa komentar terhadap foto kami yang menjadi viral karena kami kebetulan berpakaian dinas di depan banner suatu universitas internasional yang menurut pandangan mereka salah. Karena yang memberikan cuitan atau komentar adalah seorang terkenal menurut beberapa orang, tapi bagi saya dia bukan orang terkenal. Mengapa demikian? Karena saya pribadi tidak mengetahui siapa dia, profesi apa dia karena dalam kehidupan saya, saya tidak ingin mencampuri urusan orang lain.

Bagi saya, orang yang famous atau terkenal adalah orang yang dapat memberikan ketenangan, semangat untuk berbuat baik dan berkarya. Bukan orang yang mencari kepopuleran dengan cara menghujat dan melecehkan tanpa mengetahui fakta kebenarannya.

Walau kita bebas berbicara dan berpendapat namun bicara atau berpendapat yang bagaimana yang elok, yang tidak menyinggung orang lain. Coba bayangkan ketika diri kita pribadi di hujat dan kita merasa tidak bersalah apa yang dirasakan? Tentunya kita tidak suka. Kita bahkan merasa bahwa kita telah di fitnah. Nah, jika kita tidak ingin diperlakukan buruk oleh orang lain maka perlakukan mereka dengan baik.

Di dunia yang semakin modern rasa empati semakin berkurang bagi beberapa orang karena dia merasa begitu powerfull atau berkuasa dan populer. Orang yang demikian itu tidak pernah bersyukur sebagai manusia yang diberikan akal, hati dan indera. Diberikan brain untuk berfikir, diberikan mata untuk melihat dengan jelas, diberikan mulut selain untuk makan dan minum juga digunakan untuk berbicara yang lebih bermanfaat.

Jika seseorang dinilai memiliki high level, tentunya dapat ditunjukkan dengan tutur kata dan perilaku dalam keseharian. Bukankah banyak orang terutama kalangan atas belajar Public Speaking agar dapat berbicara dengan tepat ketika di muka umum, ketika berdiplomasi dalam kegiatan-kegiatan bisnis atau kenegaraan. Faktanya teori hanya sekedar teori namun tidak pernah diaplikasikan. Jika kita belajar namun tidak dapat membuat kita lebih baik atau lebih pintar untuk apa? Menurut saya buang-buang waktu dan dana.

Dalam tulisan saya ini, saya lebih menyoroti etika dalam berkomentar. Karena pada dasarnya manusia itu beretika. Sebelum berkomentar pahami betul apa yang hendak disampaikan, apakah sesuai dengan apa yang telah kita lihat atau tidak? Jika tidak yakin lebih baik diam karena diam akan menyelematkan kita dari perpecahan pertemanan dan persaudaraan. Bahkan berkomentar kepada orang yang tidak kita kenal seharusnya tidak diucapkan.

Seperti dalam quote berikut, "Be silent if your silence can save relationships and bonds. Not every thought needs to be vocalized." (Diamlah jika diammu bisa menyelamatkan hubungan dan ikatan. Tidak setiap pemikiran perlu disuarakan).-quotciety.

Banyak orang mudah sekali berkomentar tanpa mengevaluasi apa cerita sebenarnya dari suatu kejadian atau suatu foto orang lain. Jika berkomentar secara serampangan akan menimbulkan opini salah. Jangan meng-copy paste atau menyalin langsung perkataan orang lain tanpa mendapatkan pembuktian. Perhatikan dan pahami quote berikut, "Be silent if you don't know the full story. Jumping to conclusions can cause misunderstanding" (Diamlah jika belum tahu cerita lengkapnya. Mengambil kesimpulan secara langsung dapat menyebabkan kesalahpahaman)- quotciety.

Sebenarnya haruskah kita berkomentar ketika kita melihat sesuatu yang tidak sepaham dengan pemahaman kita? Jika apa yang kita lihat dapat meresahkan masyarakat maka boleh-boleh saja berkomentar namun tetap dengan etika atau sopan. Karena bahasa adalah cerminan level kita di masyarakat. Berkata dengan etika berarti seseorang telah mencapai pendidikan lebih tinggi baik formal maupun informal.

Jangan berkomentar karena kita iri atas pencapaian orang lain. Apapun cara mereka untuk mendapatkan pencapaiannya itu, bukan urusan kita. Selama tidak menyinggung kita maka kita tidak perlu berkomentar.

Semoga tulisan ini dapat menjadi referensi ketika kita akan berkomentar.

Coba perhatikan foto berikut,  bagaimana menurutmu?

Jonggol, 5 Oktober 2024.

Nani Kusmiyati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun