[caption id="attachment_244609" align="alignright" width="298" caption="Ahmad Heryawan/Admin (Kompas/Cokorda Yudistira)"][/caption] Kaget! Itu ekspresi saya saat menyaksikan berita di satu televisi swasta, mengenai pembuatan kartu Idul Fitri dan prangko seharga Rp 1,5 Miliar. Orang yang berinisiatif merogoh uang sebanyak itu untuk membuat kartu lebaran adalah Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan. Berdasarkan gambar berita yang ditayangkan, tidak ada keistimewaan dari kartu tersebut. Hanya foto diri Gubernur seorang. Ia menunjukkan kecintaannya akan produk Indonesia dengan mengenakan batik lengan panjang. Tentunya, dengan tersenyum manis penuh wibawa. Foto itu dibungkus dalam amplop berwarna putih, warna yang menunjukkan kesucian dan tiada noda. Kartu yang sederhana dan penuh makna. Pembuat kartu sepertinya ‘latah' dengan program mencari bakat di banyak saluran televisi kita, yang berujung pada kata : vote me!, sehingga memasang foto diri pada kartu ucapan. Namun, foto sebagai pemanis kartu ucapan lebaran itu diindikasikan sebagai kampanye terselubung. Cilakanya lagi, dana Rp 1,5 M yang digunakan untuk pembuatan kartu, bersumber dari APBD Jabar. Nominal angka yang sangat fantastis. Ckckckck....Ternyata, mahal sekali harga untuk mengucapkan kata maaf di hari nan fitri. Setahu saya selaku masyarakat awam, tidak perlu mengeluarkan duit banyak untuk saling bersalaman, mengucapkan kata maaf, dan selamat Idul Fitri. Terpenting, tulus dari dalam hati sanubari. Saya tergelitik untuk bertanya, apakah masyarakat di Jabar setuju dengan pengeluaran belanja daerah yang menguras Rp 1,5 M itu???? Kalau untuk pembuatan kartunya saja menghabiskan Rp 1,5 Miliar, berapa duit yang dianggarkan Gubernur untuk menyelenggarakan open house (biasanya dilakukan pejabat saat hari ‘H')???? Berapa duit juga untuk berbagi angpow lewat salam tempel???? Sumber dananya dari APBD juga ndak ya????.... Pak Ahmad, saya ingin memberi saran (kalau boleh), tuluslah dalam mengucapkan Selamat Idul Fitri kepada masyarakat, bawahan, rekan kerja, dan kerabat. Mereka pasti iklas dan bahagia menerima ucapan tulus dari Bapak. Percuma menghabiskan banyak dana (yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan daerah secara maksimal), jika tidak dilakukan dengan tulus. Toh kartu ucapan hanya dipandang sekilas, lalu disimpan. Atau, bisa saja dibuang. Saya percaya Bapak Gubernur sudah melakukan banyak pertimbangan dan memperhitungkan masak-masak saat membuat kartu tersebut. Namun, terbayangkah wajah penduduk dan infrastruktur yang harus dibenahi saat Bapak mengambil keputusan itu?. Berlaku tulus dan bijaklah, pak. Pemimpin bijaksana selalu diidamkan rakyatnya. Rezeki juga tak akan lari kemana. Kalau sudah garis hidup Bapak yang terpilih saat pemilihan berikutnya, tentu Bapak yang akan mengemban tugas itu lagi. Kalau tidak, ya, tidak apa-apa. Pemikiran dan karya Bapak mungkin bermanfaat untuk masyarakat banyak, saat menduduki jabatan lain. Semoga dalam bekerja dan mengambil keputusan selanjutnya, Bapak Gubernur bisa lebih bijaksana, sehat, dan selalu dilindungi oleh-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H