Mohon tunggu...
Blontank Poer
Blontank Poer Mohon Tunggu... -

Senang motret, tapi sekarang sedang belajar blogging. Berharap teman-teman mau mengajari saya nge-blog yang baik dan benar, supaya bisa memberi manfaat dan kelak bisa jadi bekal masuk surga (http://blontankpoer.my.id/)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membaca Pilgub Jawa Tengah

17 Maret 2013   17:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:36 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13654148791508218099

Dibanding DKI, Jawa Barat, bahkan Sumatera Utara, pemilihan gubernur Jawa Tengah termasuk paling adem ayem. Calon incumbent Bibit Waluyo dengan wakilnya, Sudjiono sepertinya akan bertarung keras melawan Hadi Prabowo/Don Murdono, sementara pasangan Ganjar Pranowo/Heru Sudjatmoko sementara masih dianggap pasangan underdog. Popularitas Ganjar/Heru termasuk terendah dibanding dua rivalnya.

[caption id="attachment_246833" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi dan foto dibuat oleh penulis."][/caption]

Secara kwalitas, Ganjar/Heru bisa dianggap lebih mampu beradaptasi terhadap tuntutan masa depan Jawa Tengah, untuk bisa memantapkan posisi wilayah sebagaimana Jawa Barat dan Jawa Timur. Kelemahan pasangan ini adalah hanya mengandalkan mesin partai, yakni PDI Perjuangan, dan kurang membuka ruang komunikasi dengan potensi-potensi masyarakat lainnya. Setidaknya, hingga kini belum terlihat pernyataan resmi, bahkan aksi nyata menggandeng kelompok-kelompok masyarakat di luar marhaenis/nasionalis, yang aspirasi politiknya relatif tersebar atau bisa disebut cair.

Memang, sempat muncul pernyataan dari Pengurus Wilayah NU Jawa Tengah, yang menyebut Ganjar sebagai satu-satunya warga NU yang menjadi calon dalam pemilihan gubernur, Mei mendatang. Tapi, faktanya pengurus organisasi seperti NU tidak bisa serta merta mengarahkan aspirasi warga nahdliyin, sebab pada prakteknya, ketaatan warga NU justru pada kiai-kiai dan tokoh-tokoh lokalnya. Dalam hal ini, Hadi Prabowo bisa dibilang lebih agresif menjalin pendekatan melalui kunjungan ke pondok-pondok pesantren dan mendatangi komunitas-komunitas pengajian, bahkan jauh sebelum PKB bergabung sebagai partai pengusung. Dan, satu catatan untuk itu, meski PKB berbasis massa nahdliyin, belum juga bisa menjadi jaminan mereka bisa mengarahkan dukungan massa ke Hadi/Don.

Beda dengan Hadi yang agresif mendekati tokoh-tokoh NU dan pesantren, Bibit justu menjauh dari dunia pondok dan kiai-kiai. Bahkan, konon, kiai-kiai NU tidak welcome terhadap Bibit lantaran pernah mendengar pernyataan  gubernur bahwa kemenangannya dulu bukan karena dukungan warga nahdliyin dan kalangan pesantren. Mungkin, faktor itu yang dimanfaatkan secara cerdas oleh Hadi Prabowo.

Kelebihan Hadi juga ada di jaringan birokrasinya. Sebagai sekretaris daerah provinsi, meungkinkan Hadi membangun basis jaringan ke berbagai kabupaten/kota dengan mesin birokrasinya. Di jalur itu, Hadi hanya bertarung melawan Bibit. Sayangnya, Bibit tak terlalu disukai kalangan birokrat daerah. Sementara, untuk menggerakkan kepala daerah (bupati/walikota) pun tak mudah bagi keduanya, lantaran semua kepala daerah berafiliasi dengan partai pengusung masing-masing, alias tak punya keharusan loyal terhadap gubernur atau sekretaris daerah.

Tapi, satu yang harus dihitung oleh semua kandidat, bahwa birokrasi merupakan 'partai mandiri'. Mereka punya 'budaya'  sendiri, yang jauh berbeda dengan budaya kepartaian. Pada sisi ini, Hadi Prabowo memiliki keuntungan terbesar dalam posisinya kini dan karirnya sebagai birokrat di Jawa Tengah. Jika sistem operasi pemenangan Hadi/Don yang dijalankan PKS bisa berjalan dan diadopsi tim pemenangan, yakni satu kader tujuh rumah (menjadi satu birokrat/PNS menggarap tujuh kepala keluarga), bukan tak mungkin Hadi/Don bakal memenangi pertarungan.

Asal tahu saja,  pasangan Bibit Waluyo dan Hadi Prabowo dikenal memiliki dukungan logistik memadai untuk melancarkan operasi politik. Wajah keduanya sudah menyebar di seluruh daerah di Jawa Tengah lewat poster dan baliho serta pemberitaan media massa. Sementara, Ganjar/Heru, bisa dibilang sangat minim dan bisa disebut ketinggalan kereta terhadap kedua rivalnya.

Bibit yang mantan Pangdam IV/Diponegoro dan Panglima Kostrad, hampir bisa dipastikan mampu mengoptimalkan bakal menggunakan instrumen militer hingga tingkat desa seperti Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan purnawirawan. Lagi-lagi, calon PDI Perjuangan, yang tak berkoalisi dengan partai lain, bakal kerepotan melawan atau menandingi keduanya, selain mengoptimalkan mesin partai dan 17 kepala daerah yang berasal/diusung dari PDI Perjuangan.

Tapi, faktor PDI Perjuangan juga bisa menjadi kendala besar jika tak segera dilakukan pembentukan strategi jitu. Don Murdono yang kader PDI Perjuangan, maju menjadi wakil Hadi Prabowo, yang keduanya sama-sama mendaftar lewat partai pimpinan Megawati. Don yang saudara kandung Murdoko, mantan Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah punya potensi menggerogoti suara warga banteng. Juga ditambah faktor Rustriningsih, yang sepertinya kecewa terhadap keputusan DPP PDI Perjuangan yang tidak memberikan rekomendasi kepada dirinya untuk maju ke Jateng-1 lewat partai itu. Belakangan, Rustri menyatakan tak mendukung satu calon pun menyusul 'kekalahannya' dalam berebut rekomendasi.

Jadi, tantangan terberat Ganjar/Heru juga dimulai dari partainya sendiri, dan minimnya support logistik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun