Tak terasa, setahun saya menjadi Kepala Sekolah yang berasal dari Guru Penggerak. Saya diangkat, sebulan menjelang Penerimaan Peserta didik baru (PPDB).Â
"Biasa Pak, setiap tahun ajaran baru, siswa kelas 1 yang mendaftar tidak lebih dari 12 orang, tahun sebelumnya malah cuman dapat 10 orang." Jelas Pak Udin, operator sekolah yang biasa menangani laporan peserta didik baru.
Saya jadi berpikir, apakah penduduk yang tinggal disekitar kampung ini hanya sedikit?. Atau ada penyebab lainnya?. Memang sekolah ini dari penjelasan guru-guru dan operator sekolah, setiap beberapa bulan sekali, mengalami banjir, yang menggenangi ruang-ruang kelas, kantor, dan sekitarnya.
Saat saya bertugas di SD ini, selama setahun terakhir, ada empat kali banjir terjadi. Bahkan banjir disertai dengan air berwarna coklat, yang membawa lumpur, ke dalam kelas dan kantor. Yang membuat semua ruangan kotor dan tidak bisa digunakan proses belajar-mengajar di kelas.
***
Mungkin seringnya banjir di sekolah ini, yang membuat orang tua yang tinggal disekitar sekolah, enggan menyekolahkan anaknya di SD Negeri 012. Karena kalau sudah banjir, bisa 2-3 hari guru bersama siswa membersihkan ruang-ruang kelas dan kantor yang penuh dengan lumpur.
Mereka lebih memilih memasukan anaknya sekolah di Sekolah yang berada di satu kelurahan, walaupun jauh ketimbang di SD ini. Namun saya tidak patah arang, sebagai Kepala Sekolah dari Guru Penggerak, saya mencoba melakukan pendekatan dengan masyarakat sekitar.
Selain itu saya mengajukan proposal  ke dinas pendidikan dan kebudayaan, dan juga aset daerah bagian Sarana prasarana (Sapras), agar adanya perhatian untuk melakukan rehabilitasi bangunan sekolah yang di akibatkan banjir mengalami kerusakan berat.Â