Menjelang sore, saat langit berwarna jingga, Pak Raja penyair tua dikampung kaki bukit Olale. Dengan tubuh tuanya mendaki perlahan bukit olale. Duduk disebongkah batu besar, sambil memandang kampung dikaki bukit.
Kemudian, Pak Raja membacakan syair-syair yang ditulis, duduk diatas sebuah batu. Terkadang, Ia berdiri dan membacakannya penuh semangat. Seekor kucing orange, selalu menemaninya kemana-mana.
Pak Raja, menganggap kucing Orange tersebut, titisan isterinya yang telah meninggal sepuluh tahun silam. Kucing orange tersebut, Pak Raja temukan saat jiarah kemakam Isterinya. Sehari setelah kematiannya.
Kucing Orange tersebut, mendekati dirinya. Saat lelaki tua tersebut melantunkan doa-doa, dan menyiramkan air bunga yang dibawanya dari rumah.Â
***
"Jeki, puss!., betapa indahnya mentari sore hari ini. Itu kamu lihatkan, mentari menyinari kampung kita seharian, sebentar lagi sang penguasa siang itu akan berganti dengan dewi rembulan." kata Pak Raja, sambil mengelus kucing kesayangannya bernama Jeki tersebut.
"Meoong, meooong," Jeki menyahutnya dengan meongan. Seakan mengiyakan apa yang telah diucapkan Pak Raja.
Si Jeki, kucing Orange tersebut teman setia Pak Raja. Kemanapun, sang penyair tua itu pergi, Jeki selalu ikut. Begitupula, saat Pak Raja pergi kesekolah. Membuka pintu-pintu kelas, menyapu ruang kantor, dan menyiram bunga-bunga dan aneka tanaman yang tumbuh didepan halaman sekolah.
Selain membantu di sekolah, sebagai Paman sekolah, Pak Raja juga diminta Pak  Merza, membantu mengajar dikelas sebagai guru Bahasa indonesia, sesuai keahliannya.Â