Terintegrasinya aplikasi PPM dengan e-kinerja menjadikan beban tambahan bagi para guru dalam melakukan pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah melalui sebuah aplikasi secara online.
Bagi guru yang berada di perkotaan yang sinyal internet baik, penggunaan PMM sebagai layanan e-kinerja yang terintegrasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) bukanlah masalah.
Masalah baru muncul ketika guru disibukkan dengan mengikuti webinar, bimtek, workshop untuk mendapatkan sebuah sertifikat. Dan meninggalkan kelas untuk bergabung mengikuti KKG ataupun Komunitas Belajar (Kombel) yang diadakan di sekolah lain.
Adanya Poin yang harus di capai dalam satu semester minimal 32 poin dengan katagori baik pada pengelolaan kinerja guru di PMM membuat guru menjelma menjadi " Tim buser". Apa itu tim buser?. Ini istilah yang muncul diantara sesama guru menjadi "pemburu sertifikat."
***
Cerita teman guru di Pedalaman tentang PMM
Platform Merdeka belajar atau PMM, menjadi cerita lain bagi teman-teman guru yang berada di pedalaman. Bukanlah hal mudah bagi mereka mengikuti program pengelolaan kinerja guru dan Kepala Sekolah melalui aplikasi PMM.
Saya sendiri bisa merasakan betapa sulitnya menjadi guru yang bertugas di daerah pedalaman. Apalagi di daerah 3 T (terpencil, terluar dan terdepan). Saya sendiri pernah merasakan bertugas di daearah 2 T saja, yaitu terpencil dan transmigrasi.
Begitu sulitnya akses transportasi di sana. Bisa dibayangkan untuk memenuhi kebutuhan poin di PMM dengan cara mengunggah file yang telah ditentukan linimasa bulannya yaitu januari-Juni 2024 memerlukan perjuangan dan biaya yang cukup besar mencari sinyal internet yang stabil di daerah perkotaan.
"Memang belum masuk Internet disana mas Mustofa?," tanyaku melalui saluran WA.
"Belum mas bro !'. Ya, harus turun ke kota dulu baru bisa. Tau sendirikan berapa biayanya harus kesana, belum lagi waktu dan perjalanan yang sangat melelahkan."Â
***
Konsep penilaian Kinerja guru yang disama ratakan perlu kebijakan infrastruktur yang mendukung di daerah-daerah yang mengalami kesulitan akses transfortasi dan komunikasi internet.
Ketika seorang Kompasianer senior menulis, guru merasa terjajah aplikasi karena banyaknya keluhan guru-guru di media sosial tentang aplikasi penilaian kinerja guru yang terintegrasi dengan e-kinerja.Â
Sibuk seminar online dan lupa jam mengajar. Bahkan katanya lupa waktu pagi, siang, sore, malam bahkan sampai subuh. Luar biasa sekali membaca tulisan tersebut. Kok ada guru yang seperti itu?. Â program guru penggerak saja, tidak ada sampai subuh kegiatannya. Mungkin inilah yang disebut guru buser sejati.
Kalo dilakoni memang membuat lupa daratan. Bukan saja lupa jam mengajar, juga lupa keluarga baik anak, istri dan suami. Sebenarnya bukan karena PMMnya, tapi karena si guru sendiri juga yang salah pemahaman mengenai sertifikat yang didapatkan sebagai daya dukung.
Sertifikat yang diperoleh untuk memenuhi poin-poin tersebut, cukup dilaksanakan melalui Komunitas belajar (kombel) sekolah di luar jam pelajaran, mengajar. Sesuai kesepakatan bersama guru dan Kepala Sekolah. Dan sertifikat tersebut juga cukup Kepala Sekolah sendiri yang menanda tangani.
***
Sedangkan webinar bisa sekali atau dua kali dalam satu webinar mengikutinya. Sesuai kebutuhan rencana kinerja guru yang telah disusun dan disepakati. Mengapa harus mengikuti banyak webinar yang diadakan di PMM?
Disekolah saya sendiri dilaksanakan kegiatan bersama melalui kombel sekolah. Tak perlu keluar sekolah dan meninggalkan jam mengajar. Pelaksanaan observasi kelas juga dilakukan di sekolah bersama kepala sekolah sesuai jadwal yang telah di sepakati di PMM.
Hal terpenting jangan sampai merugikan hak anak untuk mendapatkan pendidikan. Dan mengorbankan waktu mengajar hanya demi mengejar sertifikat dan berbagai webinar. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI