"Lumayan rejeki tak terduga. Bisa buat teman kopi malam nanti." bisikku di hati sambil membawanya pulang ke rumah.
***
Kemarau dan hujan dua kata berlawanan. Ada yang dimau berakhir dan dinantikan. Kemarau dan berhembusnya angin perubahan di tahun 1998 sama dinanti turunnya hujan.Â
Demo-demo Mahasiswa membuat gerah penguasa. Porak-poranda ekonomi, harga sembako membumbung tinggi dan rendahnya nilai tukar rupiah.
Bak penyulut api di musim kemarau. Di penghujung kejatuhan pemimpin orde baru serasa panasnya udara musim kemarau di kampungku.
Semoga Kemarau panjang ini segera berlalu. Tingginya harga barang di warung Pak Bedu segera turun kembali. Entah apa yang terjadi bila pemimpin 32 tahun turun dari puncak kejayaannya?.Â
Aku seorang Pak Guru baru di kampung ini hanya bisa berharap dan mengharap hujan segera turun. Dan anak sungai di depan rumah kepala sekolah mengalir kembali. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H